Minggu, 05 Mei 2013

Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna




DHARMADUTA VIHARA SUKHAVATI PRAJNA

(BUKU KE-5)


PENULIS : DESI

PROFIL PENULIS
    Sang penulis, bernama asli Deazy Precylia Kilala. Berdarah Manado dan Lahir di Jakarta pada tahun 1975 dalam keluarga besar sederhana. Saat ini menetap di Tangerang-Banten, telah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.

Semasa kecil hingga dewasa, penulis adalah seorang yang tidak percaya diri dan penyendiri. Tapi berkat bimbingan para Buddha-Bodhisattva, penulis bisa merubah diri dengan baik dan terus termotivasi untuk melatih diri dengan bershadana, menulis buku mengenai Dharma Buddha dan perjalanan hidup serta spiritualnya.
Mendapatkan kontak batin pertama kali dengan Dewi Seribu Tangan Seribu Mata yang menjadi Guru Sejatinya pada tahun 2008 dan diberikan nama Buddha Dharma “Sukhavati Prajna“ dari Buddha Sakyamuni.

Bersama dengan suami mendirikan dan memimpin Vihara Sukhavati Prajna Tangerang atas bimbingan Mahadewi Yao Che Cin Mu. Berjodoh dengan ajaran Mahaguru, mengangkat Guru di Vihara Bodhi Dharma Jakarta dan di bimbing Beliau secara roh pada tahun yang sama. Saat ini telah menulis 4 buku Dharma yaitu; Mendapatkan Kontak Batin Dengan para Dewa (Bimbingan Mahadewi Yaochi); Kelahiran Sang Juru S’lamat Buddha Penyelamat Dunia (Amanat Buddha Sakyamuni); Filsafat dan Ajaran Buddha (Bimbingan Bodhidharma/Tat Mo Co Su); Perjalanan Astral ke Alam Binatang (Amanat Kaisar Langit) dan mendapatkan amanat dari Mahadewi Yao Che Cin Mu untuk menulis buku mengenai Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna.

Daftar Isi Buku
Profil Penulis - I
Daftar Isi - III
Pendahuluan - 1
Syukuran Vihara Sukhavati Prajna - 6
Buddha-Bodhisattva menerima apapun perlakuan manusia - 11
Berjodoh secara tubuh dan roh dengan Mahaguru - 18
Pembabaran Sutra Raja Agung Avalokitesvara Bodhisattva - 38
Hu Buddha Chi Kung - 44
Wakil Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala untuk Vihara - 47
Makna Waisak dan terpilihnya calon Dharmaduta – 51
Mengadakan retreat pertama kali - 56
Satu persatu calon Dharmaduta mengucapkan sumpah Bodhi - 59
Menjalankan Dharma ada suka dan dukanya - 62
Tahapan Annutharayoga Tantra dan perlindungan para Dharmapala - 68
Ujian mara tahap ke-3 - 76
Bersama Mahastamaprapta Bodhisattva mengunjungi Alam Sukhavati - 86
Pertobatan Bhagavati Usnissa Vijaya - 94
Memberikan yang terbaik adalah kebahagiaan - 97
Pelimpahan Jasa dan Penyeberangan Roh - 100
Menjalani pengasingan dan Memahami Sunyata (Dzogchen & Mahamudra) - 104
Pengangkatan Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna - 116
KONG HAI SHAN - 119
KARUPA SAMDIBYA - 127
AISINALI - 133
MAHA DHARANI - 137
GAUTAMI SHENGMU - 141
WARNA SUKMA KAPPA - 149
WEN ZHU - 155
VIMMALA VIDYA GARBHA - 160
MAHYURI - 193
VAJRA DIPAMKARA RAJA - 198
SIWA DANURI - 217
ALOKA SUKHAVATI - 219
XIN YIN - 223
GATHA SUKALI - 225
ABIWINURI - 230
TAO SIEN CUEN - 233
Nasihat untuk para Dharmaduta - 236
Penutup - 242




PENDAHULUAN
    Suatu hari Mahadewi Yao Chi datang dalam meditasiku, Beliau mengatakan agar aku tidak menutup diri dan harus mencoba menjalankan Amanat menulis buku ini. Amanat yang diberikan kepadaku mengenai Dharmaduta pilihan Buddha-Bodhisattva untuk Vihara Sukhavati Prajna sudah harus dibuat.

Sesungguhnya tidak mudah untuk menjalankan amanat ini, aku merasa amanat ini lebih sulit untuk kujalani dibandingkan amanat-amanat menulis buku sebelumnya. Aku berpikir dalam hati, bagaimana mungkin bisa memilih mereka untuk menjadi Dharmaduta jika mereka semua masih dipusingkan dengan bermacam masalah pribadi. Bagaimana mungkin mereka bisa mengikuti jalan Bodhisattva menjadi Dharmaduta menolong orang lain keluar dari masalah, sedangkan mereka saja masih sulit keluar dari masalah mereka sendiri.

Mahadewi Yao Chi berkata bahwa Buddha-Bodhisattva tidak menunggu sampai mereka tidak mempunyai masalah, dengan dipilihnya mereka menjadi Dharmaduta maka dengan sendirinya ada tanggung jawab Dharma dan akan membuat mereka belajar introspeksi dan merubah diri.

Walaupun Mahadewi Yao Chi sudah berkata demikian dan beberapa Buddha-Bodhisattva serta Dharmapala sudah memilih wakilNya, aku tetap saja sulit untuk memulai menulis buku ini. Ada pertentangan dalam diriku terhadap keinginan Buddha-Bodhisattva dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang pilihanNya. Banyak cobaan dan ujian yang harus aku terima dan juga harus mereka terima. Mereka masing-masing, bahkan diriku tidak mengetahui dan merasakan ujian-ujian seperti apa yang akan datang itu. Aku tahu, disaat aku dan mereka berusaha membina diri dan menjalani hidup dengan benar, maka Mara berusaha masuk untuk menggagalkan pembinaan diri kami semua.

Selama beberapa waktu kami semua mengalami gonjang ganjing dalam kebersamaan, satu persatu sifat jelek dan keburukan masing-masing orang terbuka, satu persatu mengalami kegagalan dalam pembinaan diri dan tidak bisa menguasai ego, amarah, keakuan, dendam dan iri-hati dalam diri. Kami yang pada awalnya begitu akrab dan penuh kekeluargaan, mendadak saja saling salah paham, mudah tersinggung, saling membenci dan saling menjelekkan satu sama lain. Mara benar-benar telah memporak-porandakan kebersamaan kami dalam membina diri. Dan aku harus mengalami hujatan dan hinaan dari orang-orang yang sebelumnya begitu dekat denganku.

Kejadian ini sungguh amat membuat aku sedih, aku sempat terguncang dengan semua sikap dan dan perbuatan mereka. Kata-kata kasar dan penghinaan keluar dari mulut mereka, dan mereka telah melupakan kebersamaan dan keakraban yang sebelumnya telah terjalin. Aku sungguh tidak pernah menduga akan terjadi hal ini, sungguh tidak menduga akan dikhianati oleh orang yang paling dekat denganku selama ini.

Dari sekian banyak orang pilihan Buddha-Bodhisattva untuk menjadi calon Dharmaduta Vihara, hanya tinggal beberapa orang saja yang bisa bertahan dan tetap teguh bersamaku membina diri dan menjalankan Dharma. Sebagian besar termakan hasutan dan tidak bisa menguasai ujian yang datang pada mereka. Aku hampir saja tidak bisa melewati ujian yang datang padaku saat itu, dari sekian banyak ujian yang kulewati sejak aku mulai menjalankan Bhavana, ujian inilah yang paling terberat dan yang paling membuat aku amat terpukul dari semuanya.

Saat mendapat amanat menulis buku berjudul Dharmaduta Sukhavati Tantra, aku tidak memahaminya, tidak mengerti apa yang akan ku tulis, bahkan tidak tahu makna judul tersebut.
Hatiku bertanya-tanya, apakah Dharmaduta yang dimaksud adalah para Biksu? atau hanya Pembabar Dharma biasa?

Menulis buku ini seakan aku diarahkan untuk melihat sendiri, menilai sendiri dan memahami sendiri serta menyimpulkan sendiri setiap hal yang terjadi, baik yang aku alami maupun yang mereka alami. Aku hanya diberi petunjuk siapa saja orang pilihan yang akan menjadi calon Dharmaduta Vihara. Buddha-Bodhisattva memilih mereka berdasarkan karma jodoh yang kuat dan mereka masing-masing telah mulai membina diri. Tapi aku diminta untuk tidak langsung memberitahukan mereka mengenai petunjuk ini. Aku diminta untuk mengamati dan melihat sikap, tingkah laku serta perbuatan mereka terlebih duhulu, karena Buddha-Bodhisattva tahu bahwa akan ada perubahan yang terjadi.

Sepertinya tugas ini terlalu berat dan sangat sulit untuk kurealisasikan. Karena kekhawatiranku itu membuat penulisan buku ini tertunda cukup lama, karena aku tidak juga memulainya. Aku selalu saja menunda-nunda dan berharap bisa ada perubahan amanat.

Tapi semakin aku berusaha untuk tidak menghiraukan amanat ini, segala hal yang berhubungan dengan judul buku ini terus muncul, membuat aku semakin lama semakin memahami makna amanat penulisan buku ini.

Akhirnya setelah tertunda begitu lama dan mencoba untuk tidak menjalaninya, hari ini aku mulai menulis dan meyakinkan diriku bahwa aku bisa mewujudkan amanat Buddha-Bodhisattva. Apapun penilaian orang, aku tidak memikirkannya lagi dan berusaha untuk tetap maju. Perkembangan dan terusnya Vihara Sukhavati Prajna membabarkan Dharma bergantung pada tekad, keteguhan dan keyakinanku. Aku berusaha untuk memantapkan hati dan percaya bahwa apa yang kulakukan adalah kebenaran. Walaupun jalanku menuju jalan kebenaran (Tao) banyak halangan dan rintangan, walaupun ada yang datang atau yang pergi dalam jalan dharmaku, aku akan tetap maju terus dan tak tergoyahkan.
Om . Jin Mu . Siddi . Hum.


SYUKURAN VIHARA SUKHAVATI PRAJNA
    Pada pertengahan bulan Maret, kami mengadakan syukuran Vihara yang sebelumnya masih berbentuk Cetya sekaligus memperingati hari ulang tahun Guru Sejatiku Avalokitesvara seribu tangan seribu mata. Akhirnya harapan Buddha-Bodhisattva kepadaku untuk membuat Vihara telah terwujud dalam waktu yang sangat singkat. Aku amat bersyukur karena bisa mendapatkan banyak bantuan dan kemudahan dari Buddha-Bodhisattva dan beberapa orang yang telah mendukung sejak awal vihara terbentuk.

Sebulan sebelum acara diselenggarakan Guru Sejatiku memilih aku dan 4 orang umat untuk bisa mengisi acara syukuran Vihara, 4 orang itu adalah Wen Zhu, Gatha Sukali, Gautami Shengmu dan Vajra Dipamkara Raja.  Sebelumnya kami mengundang salah satu sanggar tari untuk membawakan tarian seribu tangan sebagai persembahan kepada Guru Sejatiku. Sedangkan kami berlima dibimbing oleh Guru Sejatiku untuk menyanyi, menari lagu-lagu Dharma dan Tai Chi. Awalnya kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi Guru Sejatiku mengajari kami setiap hari, bayangkan Guru Sejatiku mengajari kami satu persatu, gerakan tarian kami masing-masing berbeda. Kami berlima seakan sedang dituntun untuk mempersiapkan diri mengisi acara syukuran Vihara. Aku dibimbing yogatari diiringi lagu Sutra Raja Agung Avalokitesvara, Wen Zhu dibimbing menyanyi sambil menari lagu Om Mani Padme Hum, Gatha Sukali dibimbing tarian mongol diiringi lagu Sutra Usnissa Vijaya, Gautami Shengmu dibimbing tarian Tiongkok diiringi lagu Maha Karuna Dharani dan Vajra Dipamkara Raja dibimbing tai chi dengan diringi lagu Kungfu Master. Baju-baju yang kami kenakan nanti saat pentas juga disesuaikan dengan tema tarian kami dan itupun berdasarkan petunjuk Guru Sejatiku.

Sebulan sebelum acara syukuran Vihara, Guru Sejatiku datang dan melatih kami satu persatu dirumah masing-masing, kami dibantu melenturkan badan, gerakan tarian, dan dibimbing mengendalikan diri. Setiap hari aku diarahkan untuk berlatih gerakan tari yang agak sulit, aku harus berdiri dengan satu kaki dan diajarkan yoga. Yoga yang diajarkan seperti yoga-yoga yang biasa dilakukan oleh orang-orang India, dengan posisi tubuh yang susah untuk dilakukan, diajarkan untuk bisa berdiri satu kaki dengan stabil.

Dalam beberapa hari aku masih kesulitan untuk beryoga seperti itu, tapi semakin lama aku sudah bisa stabil dan mempertahankan diri berdiri satu kaki bahkan tidak jatuh saat berposisi seperti itu walaupun tubuh dan tangan bergerak-gerak. Kami semua berlatih dengan tekun dan bersemangat sehingga Kami berlima seakan menjadi satu kesatuan dan bersama-sama mendukung acara. Kami semua yang tidak bisa menari dan tai chi, mendadak menjadi bisa melakukannya berkat bimbingan Guru Sejatiku.

Ketika tiba harinya, kami semua satu persatu mempertunjukkan hasil bimbingan kepada para tamu undangan. Kami semua begitu percaya diri dan tidak takut untuk maju, padahal kami semua sebelumnya tidak pernah pentas menari. Ini adalah perdana kami, dan pertama kalinya mempersembahkan nyanyian, tarian dan tai chi kepada Buddha-Bodhisattva di acara syukuran Vihara Sukhavati Prajna. Kami berlima telah mendapatkan pengalaman baru, pengalaman ini mengajarkan kami bahwa Buddha-Bodhisattva itu selalu memperhatikan segala perbuatan orang-orang yang dekat berdasarkan adanya karma jodoh dengan Mereka. Selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada mereka, Buddha-Bodhisattva tidak takut DharmaNya dicuri, bahkan berkenan membimbing setiap hari agar mereka mempunyai kelebihan dan memunculkan talenta mereka tanpa melihat status dan perbedaan mereka, baik dia orang berada ataupun tidak, Buddha-Bodhisattva tidak melihat hal itu, tapi melihat kebersihan hati mereka, ketulusan hati mereka dan kepolosan mereka.

Buddha-Bodhisattva lebih menyukai orang-orang yang masih polos dalam dharma, karena dengan begitu Mereka bisa mengisi ajaran dharma hingga terisi penuh sampai pada saatnya nanti mereka akan menjalankan dharma dengan lebih tulus. Buddha-Bodhisattva sulit untuk membimbing orang yang merasa sudah pintar mengenai dharma, karena orang demikian kurang bisa menerima bimbingan Buddha-Bodhisattva dan akan selalu menganggap pikiran, perkataan dan perbuatannya sudah benar menurut dirinya sendiri.

Ibarat sebuah cangkir yang kosong bisa diisi oleh air sampai penuh, sedangkan cangkir yang telah penuh tidak akan bisa diisi air lagi karena akan luber keluar dan baru bisa diisi jika air didalam cangkir itu dikosongkan terlebih dahulu.

Acara syukuran dan pementasan kami berjalan dengan sempurna, kami semua sangat bahagia sekaligus terharu, acara syukuran  ini meninggalkan kesan yang tak terlupakan untuk kami masing-masing.

Kami kembali menjalin keakraban dan kekeluargaan satu sama lain, bisa dibilang hilang satu tumbuh seribu, begitulah yang aku alami, walaupun sebagian orang pergi tapi semakin banyak orang baru yang datang. Aku membiarkan semua yang datang dan pergi berdasarkan jodoh saja, aku tidak ingin melekat terhadap kebahagiaan dan keakraban manusia, karena segala sesuatu pasti selalu berubah/tidak kekal, tidak ada kebersamaan di dunia ini yang bertahan selamanya, ada datang ada pergi, ada pertemuan pasti ada perpisahan, ada kebahagiaan pasti ada kesedihan, ada lahir pasti ada mati. Tidak ada hal di dunia ini yang bisa dipertahankan, pada waktunya semua pasti ditinggalkan ataupun meninggalkan.

Semakin lama aku semakin mengerti apa yang dirasakan Buddha-Bodhisattva dan Mahaguru, aku belajar untuk menjalani kehidupan ini seperti air, hanya mengikuti alurnya dan tidak berusaha melawan arus.

“Putihnya awan tak seputih hati nurani,
Jernihnya air tak sejernih pikiran,
Teguhnya semua ini tak seteguh keyakinan,
Jalan Dharma begitu berliku,
Terlihat samar dan tidak nyata,
Tapi hasil akhirnya begitu mendunia.”


BUDDHA-BODHISATTVA MENERIMA APAPUN PERLAKUAN MANUSIA
    Ternyata apa yang dipilih Buddha-Bodhisattva belumlah tentu adalah orang yang benar-benar sudah baik dan sempurna mengikuti jalanNYA. Berdasarkan apa yang aku lihat dan kuamati, kebanyakan mereka masih tenggelam dengan keduniawian mereka, ragu-ragu dan bahkan ada yang memiliki motif dan tujuan tertentu dalam menjalankan Dharma Buddha.

Orang yang sepertinya kulihat baik, sepertinya berdedikasi mendukungku dan Vihara, ternyata mempunyai keinginan dan maksud tertentu. Aku mulai memahami bahwa, orang-orang yang dekat denganku, belumlah tentu benar-benar menjaga dan mendukung sepenuh hati mereka. Tapi sikap membaur dan perhatian mereka hanyalah untuk bisa berlindung dibawah payung Buddha-Bodhisattva dan agar membantunya keluar dalam kesulitan dan masalah yang sedang mereka hadapi, sehingga tidak benar-benar membina dirinya.

Selama aku membimbing dan mengarahkan mereka, aku tidak pernah mengharapkan balasan apapun, aku tulus mencoba membantu, disaat awal mereka datang padaku pastinya mereka sedang bermasalah, tapi setelah mereka keluar dan terbebas dari masalah, mereka lupa bahkan mencelaku dari belakang. Sebagian orang terpengaruh dengan perkataan orang lain yang mungkin mempunyai motif dan tujuan yang sama sepertinya.

Aku sempat merasa sedih dan kecewa terhadap sikap dan perbuatan mereka dan sempat mempertanyakan kepada Buddha-Bodhisattva mengapa bisa memilih orang-orang seperti itu untuk menjadi bagian dari Vihara.

Aku bertanya kepada Buddha-Bodhisattva, apakah pantas mereka berbuat begitu? Apakah Buddha-Bodhisattva menerima perlakuan buruk mereka? Aku ini masih manusia, apakah aku tidak pantas untuk sakit hati?

Berurai air mata aku menghadap Altar, bersujud aku dihadapan Buddha-Bodhisattva. Aku memohon pengampunan jika aku berbuat kesalahan yang kusengaja maupun yang tidak kusengaja sehingga diperlakukan demikian.

Setelah berjodohnya aku dengan ajaran Buddha aku baru mengerti, aku tidak mungkin berharap terlalu banyak. Walaupun tujuanku baik, belum tentu ditanggapi dan diterima dengan baik. Menjalani jalan Dharma ini ternyata harus mendapatkan pertentangan. Yang tidak kumengerti, mengapa pertentangan ini datangnya dari sesama umat sendiri, bahkan pertentangan datang dari aliran yang dekat dan berjodoh denganku.

Banyak dari mereka mengira, aku meniru dan berdirinya Vihara Sukhavati Prajna adalah bertujuan mempengaruhi umat lain, sehingga mereka berusaha menjelekkanku dalam jalan Dharmaku.

Seperti apakah Dharma Buddha yang sebenarnya?
Apakah umat Buddha harus saling memproteksi diri?
Apakah perlu menjelek-jelekan seseorang untuk meyakinkan orang lain? Apakah Sang Buddha mengajarkan umatnya  untuk mencari kesalahan orang lain?
Aku tidak pernah berniat mempengaruhi siapapun, aku tidak pernah berusaha menghasut siapapun. Buku-buku yang kutulis bertujuan untuk membagi Dharma pada yang lain, mengapa mereka mengatakan aku salah?

Aku menulis buku Dharma berdasarkan amanat dari Buddha Sakyamuni, Mahadewi Yao Chi, Bodhidharma dan Kaisar langit.  bukankah kita harus menghargai segala ajaran yang diturunkan oleh para Buddha-Bodhisattva, jika kita mengabaikan amanatNya, itu sama artinya tidak menghormati Buddha-Bodhisattva dan Kaisar langit.
Apa kita tidak percaya kepada kebesaran nama Buddha-Bodhisattva dan apa artinya kita semua rajin bersembahyang, memuji, menyembah, bersujud dihadapan Buddha-Bodhisattva dan Kaisar Langit. Aku mempertanyakan semua hal ini kepada Buddha-Bodhisattva.
Apakah aku harus menerima semua ini?
lalu untuk apa Buddha-Bodhisattva mengarahkanku untuk menjalankan Dharma Buddha? Apakah untuk menerima semua perlakuan ini? Aku begitu sedih, amat sedih. Aku mengikuti ajaran Mahaguru saja begitu sulit. Apakah salah aku mengikuti ajaranNya? Apakah salah tuntunan yang kuberikan pada orang yang datang padaku selama ini?
Setiap orang yang datang kepadaku, apapun masalah mereka, aku selalu menekankan dan meminta mereka untuk membaca Mantera dan Sutra sesuai ajaran Buddha, apakah itu salah?
Aku menuntun mereka untuk merubah diri menjadi lebih baik, menjauhkan diri dari kebiasaan buruk apakah itu salah?
Aku membantu mereka untuk menumbuhkan kontak batin dengan para Dewa agar kerohanian mereka semakin kuat apakah itu salah?
Aku membimbing mereka untuk belajar mengendalikan ego, amarah dan keakuan apakah itu salah?
Aku tidak pernah menjelekkan nama Buddha-Bodhisattva, bahkan tidak pernah menjelekkan nama Mahaguru, mengapa antipati padaku?
Kita semua umat Buddha, murid Buddha, bahkan mempunyai benih Buddha dalam diri kita. Mungkin keyakinan dan pengetahuan terhadap Dharma Buddha lebih dulu dan lebih lama dariku, tapi mengapa tidak memahami 3 racun (loba, dosa dan moha).
Saat aku mulai bisa berkontak batin, berjodoh dengan ajaran Buddha dan bisa berkomunikasi dengan para Dewa, Juru S’lamat ajaran lain saja tidak bersikap antipati karena pilihanku mengikuti ajaran Buddha, bahkan Beliau berpesan agar dalam berbuat kebajikan dan menolong orang aku tidak boleh membeda-bedakan orang. Bagaimana mungkin umat Buddha sendiri menaruh curiga padaku dan berusaha menutup jalan Dharma Buddhaku.
Apakah Mahaguru yang penuh welas asih juga berpikir hal yang sama mengenai muridNya yang satu ini?
Yang ku tahu Mahaguru pencapaiannya telah sama seperti Buddha-Bodhisattva, akupun tidak meragukan hal itu karena secara roh Mahaguru juga bisa datang membimbing dan memberiku banyak ajaran Dharma, sama seperti Buddha-Bodhisattva yang datang memberiku bimbingan dan nasihat. Bersifat universal menyelamatkan semua insan tanpa terkecuali, tidak membedakan agama, bahasa, negara dan warna kulit semua insan.
Terhadap pengalamanku secara roh dibimbing Mahaguru pergi ke alam Nirvana dan Neraka  sempat ada yang berkomentar ;
“Bisa saja yang datang membimbingku itu bukan Mahaguru, tapi Mara atau setan yang menyamar.”

Apakah kita benar-benar bodoh dan tidak bisa lagi membedakan mana Buddha dan mana Mara?
Bukankah Buddha-Bodhisattva memiliki tujuan yang bertolak belakang dengan tujuan Mara/Setan terhadap seorang Pembina diri?
Buddha-Bodhisattva selalu berusaha menolong manusia terlepas dari penderitaan dan membantu memutuskan tumimbal lahir, berharap manusia bisa membina diri agar bisa mencapai tingkat kesucian dan ke-Buddha-an serta bisa terlahir ke alam yang lebih baik. Sedangkan mara/setan berusaha menggagalkan pembinaan diri manusia untuk mencapai ke-Buddha-an, menghasut manusia untuk berbuat kesalahan sehingga terlahir ke alam rendah.
Bisa berkata demikian, sama artinya tidak percaya dan yakin kalau Mahaguru memiliki kemampuan menolong dan membimbing manusia secara roh sama seperti Buddha-Bodhisattva bisa membelah tubuh, sehingga bisa berada dimana saja menjalankan misi penyelamatan dan menemui manusia-manusia yang berjodoh denganNya.

Jika jalan Dharmaku salah dimata Mahaguru, aku memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Mahaguru. Mahaguru adalah panutan dan motivatorku dalam menjalankan Dharma Buddha, karena disaat aku berjodoh dengan agama Buddha, ajaran Mahagurulah yang pertama berjodoh denganku, dan Buddha-Bodhisattva sendiri yang menuntunku bersarana pada Beliau. Jika aku bersalah, aku siap bersujud dihadapan Mahaguru sama seperti aku bersujud dan menghormat kepada Buddha-Bodhisattva.

Setelah aku selesai mencurahkan kesedihanku kepada Buddha-Bodhisattva, Guru Sejatiku Avalokitesvara Seribu Tangan Seribu Mata datang dan berkata ;
“Desi, kau jangan bersedih. Apapun perlakuan manusia, baik itu positif ataupun negatif, asalkan pada akhirnya bisa merubah mereka kejalan yang benar, semua Buddha-Bodhisattva menerimanya. Karena Buddha-Bodhisattva tiada keakuan dan kemelekatan terhadap segala sesuatu. Segala bentuk perbuatan dan perlakuan mereka tidak akan merubah misi dan ikrar Buddha-Bodhisattva. Seharusnya kaupun demikian. Tumbuhkanlah kewelasasihan dan Boddhicita dalam hatimu, tetaplah teguh dan tak tergoyahkan, karena seorang Bodhisattva akan selalu siap menderita demi kebenaran dan kebahagiaan semua makhluk”

Mendengar perkataan Guru Sejatiku itu, seluruh amarah, kekecewaan, penderitaan dan kesedihanku hilang lenyap. Seperti itulah Buddha-Bodhisattva membimbing dan menasihatiku.
Apakah Guru Sejatiku, Avalokitesvara Seribu Tangan Seribu Mata adalah Mara/Setan yang menyamar? renungkanlah!!!

“Begitu banyak yang terjadi dari kehidupan sepi
sampai kehidupan pedih,
Semua hanyalah penderitaan dan penderitaan,
Tak ada yang benar-benar bisa hidup bahagia,
Tertawa dan senang diluar, sakit dan kecewa didalam,
Apakah seperti ini Kehidupan?
Tak ada yang bisa mencegahnya kecuali menyadari diri sendiri.”


BERJODOH SECARA TUBUH DAN ROH DENGAN MAHAGURU
    Tidak terasa setahun telah berlalu sejak Mahaguru datang ke Indonesia dalam rangka penandatanganan buku hasil karyaNya, tahun ini Mahaguru dijadwalkan akan datang kembali ke Indonesia untuk mengelar Ritual Akbar Api Homa di Bogor.

Setahun yang lalu saat Mahaguru datang untuk menandatangani buku-bukunya disebuah mall di Jakarta, aku tidak mendapat kupon penandatangan bukuNya. Aku merasa sepertinya tidak berjodoh secara manusia dengan Mahaguru, walaupun secara roh Mahaguru datang mengangkat aku menjadi murid dan membimbing Dharma Buddha. Tapi di hari pertama aku tetap datang ke mall tersebut untuk melihat dan menghormatiNya.

Sepulang aku dari mall tersebut dalam perjalanan pulang, aku merenung dan berbicara sendiri didalam hati. Mengapa dalam dunia roh Mahaguru bisa demikian dekat dan bisa datang membimbing, tapi secara manusia Mahaguru sama sekali tidak merasakan keberadaanku. Apakah bisa berkontak batin secara roh belum tentu bisa berkontak batin secara tubuh fisik. Apakah perkataan para Buddha-Bodhisattva dan Mahaguru sendiri secara roh, bahwa aku akan bisa bertemu dan dekat dengan Mahaguru secara manusia itu hanyalah untuk menghiburku saja.
Sesampai aku dirumah, aku langsung bersujud di depan Altar, aku menangis mencurahkan kesedihanku kepada Buddha-Bodhisattva. Aku ingin memberi penghormatan dan berterima kasih kepada Mahaguru dengan bernamaskara 3 kali dihadapanNya itu sangat sulit, bahkan untuk mendapat tandatangan buku Mahaguru saja aku tidak mendapatkannya karena kupon tanda tangan sudah habis. Dimanapun Mahaguru berada, banyak satgas yang menghalau, sehingga aku hanya bisa melihat Mahaguru dari kejauhan saja. Aku merasa sama sekali tidak berjodoh secara manusia dengan Mahaguru dan tidak akan mempunyai kesempatan untuk bernamaskara 3x dihadapanNya untuk berterima kasih. Saat itu Guru Sejatiku dan Buddha-Bodhisattva tidak menjawab kesedihanku itu.

Keesokan harinya, di hari ke-2 penandatanganan buku di mall yang sama. Aku kembali datang untuk menghormati Mahaguru walaupun hanya bisa melihat Beliau dari kejauhan. Tapi tiba-tiba saja, ada seorang pria yang ternyata murid Mahaguru juga datang menghampiriku dan berkata ;

“Secie, mau kupon untuk bisa dapat tanda tangan Mahaguru gak ?”

Aku kaget mendengar perkataannya. Apakah ini suatu kebetulan? ataukah para Buddha-Bodhisattva diam-diam telah mendengar keluhanku, sehingga mengatur semua ini dan menjawab kesedihanku semalam?.
Mendapatkan tawaran dari orang tersebut aku tidak langsung menerimanya, aku berkata padanya ;

“Tidak usah sesiung, anda sudah mendapatkan kupon tandatangan jangan kasih ke saya, sesiung antri saja untuk dapat tanda tangan secun.”

“Gak apa-apa, saya punya 2 kupon. Satu bisa saya kasih secie.”

Ternyata orang tersebut dapat 2 kupon, dan 1 kupon dia berikan dengan tulus kepadaku sekaligus sebuah buku untuk ditanda-tangani.

Akhirnya berkat orang tersebut dan berkat Buddha-Bodhisattva, aku bisa mendapatkan tandatangan Mahaguru sekaligus bisa bernamaskara 3 kali dihadapanNya, walaupun pada saat aku bernamaskara tepat dihadapan Beliau, Mahaguru sama sekali tidak melihatku bersujud dihadapanNya dan para petugas melarangku untuk bernamaskara, aku tetap menjalankan niat awalku untuk bersujud dihadapan Beliau 3x. Saat itu aku sudah bahagia karena bisa mewujudkan harapanku untuk berterima kasih dengan bersujud 3x padaNya. Aku sangat berterima kasih kepada sesiung yang memberiku kupon tanda tangan tersebut dan berterima kasih atas bantuan Buddha-Bodhisattva telah menjawab keluhanku serta mewujudkan harapanku tersebut.

Saat Mahaguru datang kembali tahun ini, aku kembali mengalami yukta. Berawal dari satu bulan sebelum kedatangan Mahaguru ke Indonesia, Dorge Pagmo (Vajravarahi) datang menemuiku dalam meditasi. Saat Vajravarahi datang, aku tidak mengenalNya. Auranya terasa asing kurasakan, tapi wujudnya bisa aku lihat dengan jelas, Bodhisattva itu bertubuh perempuan muda yang sangat langsing dan indah, posisi berdiri mengangkat satu kaki, tubuh memancarkan sinar merah, tangan kiri memegang kulit kerang berisi air Amertha berwarna merah dan mengapit tombak Katvanga seperti yang dipegang oleh Padmasambhava, tangan kanannya memegang pisau sabit, tapi kekuatan energinya sangat besar. Aku bertanya dalam hati siapakah Bodhisattva itu.

Lalu Bodhisattva itu berkata ;

“Desi, Aku Vajravarahi.“

Saat Beliau mengatakan namanya, terdengar olehku sepertinya Prajapati, tapi Vajravarahi terus mengulang memberitahu namanya, sehingga aku bisa dengan lebih jelas dan yakin kalau Beliau adalah Vajravarahi dan bukan Prajapati.

“Mohon petunjuk, ada apakah Bodhisattva datang hari ini ?“

“Desi, hari ini aku datang menemuimu untuk membimbingmu.”

“Membimbing saya? membimbing apa Bodhisattva Vajravarahi ?”

“Membimbingmu untuk mengaktifkan kembali api kundalini dalam dirimu, sampai tubuhmu memancarkan sinar pelangi.”

“Tubuh memancarkan sinar pelangi ?”

“Ya, jika kau bisa melatihnya dengan baik, maka kau akan bisa memancarkan sinar pelangi itu untuk berkontak batin dengan Mahaguru secara fisik.”

“Jadi Bodhisattva khusus datang membimbing saya agar bisa bertemu dengan Mahaguru ?”

“Ya, aku akan datang membimbingmu mulai hari ini disetiap jam 7 malam dan jam 7 pagi. Diwaktu-waktu itu kau harus berlatih meditasi dan aku akan membimbingmu.”

Aku mengucapkan terima kasih pada Bodhisattva Vajravarahi dan mengikuti petunjukNya untuk melatih meditasi di waktu yang di jadwalkanNya.
Setiap jam 7 malam dan 7 pagi,  aku duduk didepan altar, menjapa Mantera Hati Vajravarahi 108x dan masuk dalam meditasi. Sensasi meditasi selama dibimbing Vajravarahi amat berbeda, begitu halus dan berenergi serta prana dalam tubuh berjalan dengan sendirinya, api kundaliniku bangkit kembali dan membuka cakra-cakra dalam tubuhku, pada titik tertentu tubuhku memancarkan sinar putih terang, dan semakin lama sinar putih terang yang keluar dari tubuhku, menjadi dikelilingi oleh sinar warna-warni dibagian luarnya seperti sinar pelangi. Aku hampir tidak percaya, aku telah bisa memancarkan sinar pelangi berkat bimbingan Vajravarahi.

Saat Mahaguru datang tanggal 23 Maret 2012, aku tidak bisa datang mengikutinya ke Vihara Pancoran, karena Mahadewi Yaochi telah menurunkan Shadana Puja Air untuk diselenggarakan di Vihara Sukhavati Prajna pada hari yang sama. Tapi karena tahu kalau Mahaguru sudah tiba di Indonesia, aku mencoba mempraktekan tubuh sinar pelangi yang diajarkan Vajravarahi, untuk mengirim sinar/getaran kepada Mahaguru. Saat mempraktekannya aku agak sedikit ragu, dan berpikir apakah Mahaguru akan bisa melihat dan merasakannya.

Baru keesokan harinya aku bisa mengikuti Mahaguru karena tidak ada kegiatan di Vihara. Aku mengikuti Mahaguru bukan karena berambisi untuk bisa dekat denganNya. Tapi para Buddha-Bodhisattva berpesan padaku, jika Mahaguru datang ke Jakarta, aku diharapkan untuk pergi melihatNya, ini sebagai bentuk penghormatan dan bakti seorang murid kepada Gurunya. Karena itu, selama Mahaguru ada di Jakarta dan berdharmadesana di Vihara-viharaNya, aku selalu menyempatkan diri untuk datang, walaupun harus berada diluar dan tidak masuk ke Vihara itu.

Saat Mahaguru datang ke Vihara Kelapa Gading, aku dan beberapa umat Vihara pergi juga kesana. Saat turun dari mobil dan berada dekat Vihara Kelapa Gading dan rombongan Mahaguru sudah sampai disana. Tiba-tiba aku merasakan perubahan aura dalam diriku, mendadak aku merasakan detakkan kencang dari tubuhku, aku merasa sesak dan sulit untuk bernafas. Aku mengira terkena serangan jantung, tapi anehnya detakkan kencang itu bukan berasal dari jantungku, melainkan berasal dari hatiku.  Detakkan itu begitu kencang sampai-sampai tubuhku bergoyang-goyang sangat kuat. Aku mencoba menenangkan hati, tapi detakkan kencang yang asalnya dari hatiku itu tidak juga berhenti.
Tidak lama kemudian Ucchusma Vidyaraja datang dan berkata ;

“Desi, aku Ucchusma Vidyaraja. Saat ini para Buddha-Bodhisattva dan para Dharmapala datang mengiringimu. Mereka juga mengiringi Mahaguru. Nanti kau pancarkanlah sinar pelangi dari tubuhmu agar Mahaguru bisa melihatmu.”

“Ucchusma Vidyaraja, mohon maafkan saya. Saat ini saya tidak bisa berkonsentrasi. Karena hati saya berdetak kencang sekali rasanya sakit dan sulit untuk bernafas, apakah Ucchusma tahu apa yang saya alami ini?”

“Desi, saat ini aura Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala yang mengiringimu sangat kuat, tapi saat ini pula hatimu sedang kacau. Kau harus menenangkan hatimu agar bisa berkontak batin.”

Ucchusma sudah memberitahukan hal itu kepadaku, tapi aku tetap kesulitan untuk berkonsentrasi dan masuk dalam meditasi memancarkan sinar pelangi, hatiku tidak bisa tenang dan terus berdetak kencang. Sampai-sampai karena tidak kuat menahan gejolak dalam hati, aku segera masuk ke dalam toilet mall tersebut dan aku menangis meraung-raung meratapi diri di dalam toilet, hatiku demikian sakit meratapi kesedihanku, aku berteriak dalam hati kepada Buddha-Bodhisattva, sesungguhnya apa yang kualami saat ini, mengapa Buddha-Bodhisattva membiarkan aku mengalami hal ini.
Dan anehnya, setelah aku menangis meraung-raung di dalam toilet, detakkan keras dihatiku langsung berhenti begitu saja dan mulai merasa tenang. Tidak lama kemudian Guru Sejatiku muncul dan menasihati ;

“Desi, kau tidak boleh memendam kesedihanmu atas perbuatan buruk orang lain didalam hatimu, kau tidak boleh menyimpan dan menampung semua masalah-masalah orang lain dalam hatimu, kau tidak boleh mengotori hatimu dengan pikiran-pikiran yang tidak berguna. Kau harus belajar untuk melepaskan beban dalam hatimu, belajarlah untuk melepaskannya.”

Aku sadar, selama beberapa waktu ini aku memang banyak memikirkan perlakuan-perlakuan buruk dari orang-orang yang pernah dekat denganku, sehingga disaat banyak Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala mengiringi jalanku dan berkontak batin denganku, aku tidak siap.

Pada sabtu malam sebelum Ritual Akbar Api Homa yang dipimpin Mahaguru digelar di Bogor, aku dihubungi oleh saudaraku, katanya adik iparnya akan pergi dengan salah satu biksu dari medan mengajak bertemu dengan Mahaguru disalah satu hotel di Jakarta. Aku yang tadinya tidak ada rencana untuk keluar rumah dan sedang tidur saat itu, dibangunkan dan diajak ke sana. Sebenarnya aku sedikit enggan untuk pergi, tapi karena menghargai perhatian dan bantuan yang diberikan keluargaku, aku mantapkan hati untuk pergi.

Saat kami tiba dan menunggu di lobby hotel tersebut, rombongan Mahaguru tidak terlihat datang. Tapi pada waktu kira-kira pukul 10 malam lewat, aku merasakan aura yang sangat kuat dan merasa yakin kalau Mahaguru sudah datang ke hotel tersebut, tapi tidak terlihat masuk dari lobby tempat kami semua menunggu, sampai aura kuat itu pelan-pelan melemah. Ternyata benar, Mahaguru sudah masuk kedalam hotel tapi tidak melewati lobby, melainkan melalui pintu parkir belakang.

Karena kami semua sudah mengetahui kalau tidak bisa bertemu dengan Mahaguru, kami berniat untuk pulang, sebelum pulang aku mencoba duduk bermeditasi disebuah sofa yang berada di lobby hotel itu, aku kembali mempraktekkan apa yang diajarkan Vajravarahi yaitu memancarkan sinar pelangi, setelah selesai bermeditasi kami beranjak pulang, tapi saat kami hendak berjalan keluar hotel, tiba-tiba kami melihat penerus Mahaguru muncul. Hal itu membuat kami kembali dan berfoto dengannya, setelah itu kami pulang ke rumah.

Esok paginya, ipar keluargaku itu telpon dan mengatakan kalau saat pagi ini dia kembali datang ke hotel untuk bertemu dengan Mahaguru, katanya Mahaguru menanyakan kepada penerusNya, dimana orang yang menungguNya semalam. Ipar keluargaku itu bertanya apa Mahaguru tahu kalau aku menunggunya semalam. Aku kembali berpikir, apakah Mahaguru merasakan panggilanku dan melihat pancaran sinar pelangi yang ku kirim kepadaNya di hotel semalam.

Di hari minggu saat Ritual Akbar Api Homa digelar, aku dan beberapa umat Vihara pergi bersama ke sana. Sesampai di tempat ritual, ternyata tiket yang kami semua miliki mendapat tempat duduk di hall, hanya bisa melihat tempat ritual melalui televisi.  Tiket-tiket yang bertanda untuk berada di dalam ruang ritual telah kami tukar pada orang-orang yang mendapatkan tiket tenda. Orang-orang yang harusnya mendapatkan duduk di tenda, karena ditukar dengan tiket kami mereka semua bisa duduk di dalam ruang ritual, sedangkan kami semua malah mendapatkan tempat duduk hall, di luar ruang ritual, kejadian ini membuat kami semua tertawa. Tapi berkat bantuan beberapa teman baik, tiket di luar ruangan kami bisa ditukar dengan tiket di dalam ruangan ritual.  Kami semua bersyukur, akhirnya bisa melihat secara langsung Mahaguru memimpin Ritual Api Homa.

Di hari seninnya, saat Mahaguru memberikan Abhiseka di Vihara Mangga Besar dan Vihara Bandengan, aku dan beberapa umat juga ikut kesana. Aku melihat banyak sekali murid Mahaguru, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, bahkan banyak muridNya dari luar negeri yang selalu mengikuti Mahaguru kemanapun. Dan penjagaan terhadap Mahaguru juga begitu ketat. Menurut informasi beberapa orang, besok  Mahaguru akan berangkat ke Jambi untuk memberikan Abhiseka di Vihara disana.
Tidak lama kemudian, Guru Sejatiku datang dan berkata padaku ;

“Desi, besok kau pergilah ke Jambi.“

“Guru, untuk apa saya ke Jambi?“

“Di sana kau akan bisa bertemu dan dekat dengan Mahaguru.“

“Guru, mana mungkin. Pengikut Mahaguru begitu banyak, penjagaannya juga begitu ketat, saya tidak mengetahui daerah Jambi, bagaimana mungkin saya bisa mempunyai peluang bertemu dan dekat dengan Mahaguru ?.”

“Desi, di Jambi kau akan mendapatkan peluang bertemu dengan Mahaguru, percayalah kepadaKu.”

Mendengar Guru Sejatiku berkata begitu, aku kebingungan dan tidak begitu yakin untuk pergi ke Jambi. Aku memberitahukan hal ini kepada suamiku, suamiku mengatakan ikuti saja petunjuk Guru Sejatiku itu. Beberapa saudara bertanya, apakah mereka diizinkan untuk ikut denganku ke Jambi dan Guru Sejatiku mengizinkannya.

Setelah mendapatkan petunjuk itu, aku mencoba menghubungi seseorang yang kebetulan juga akan berangkat ke Jambi, yang semestinya dia sudah berada di bandara untuk berangkat hari ini, tapi saat aku menghubunginya keajaiban terjadi, tiket orang tersebut yang semestinya berangkat sore ini mendadak dibatalkan karena ada kesalahan jam penerbangan, sehingga dia harus memesan tiket yang baru dan berangkat bersama denganku besok paginya.
Sampai di Jambi kami menginap di Hotel, letak hotel tersebut tepat berseberangan dengan Hotel tempat menginap Mahaguru. Pada malam harinya kami pergi ke hotel tersebut, berpikir akan bisa bertemu dengan Mahaguru, tapi sedikitpun tidak melihatNya. Di lobby Hotel, disalah satu sofa tempat menunggu, aku kembali bermeditasi dan kembali mencoba memancarkan sinar pelangi dan berkonsentrasi mengirimkan getaran pikiran kepada Mahaguru, setelah itu kami semua kembali ke hotel untuk bersiap-siap tidur, karena keesokan harinya kami harus bangun pagi untuk pergi ke salah satu Vihara dimana Mahaguru memberikan Abhiseka.

Pagi hari kira-kira pukul 7, kami sudah pergi ke hotel tempat Mahaguru menginap, ternyata disana sudah banyak orang yang menunggu berjejer kiri dan kanan. Semua begitu setia menunggu Mahaguru turun dari kamar hotelnya, dan saat Mahaguru turun dari kamar hotelnya, Beliau memegang kepala kami semua satu persatu sambil keluar hotel untuk menuju Vihara. Dan aku merasa hari itu jalan terbuka untukku, secara kebetulan aku dan saudaraku yang lain bisa mendaftar mempersembahkan khata kepada Mahaguru berkat orang yang pergi bersamaku ke Jambi, dan berkat kebaikan salah satu ketua Vihara di Jambi, kami bahkan dipinjamkan mobil oleh Vihara tersebut untuk bisa ikut pergi ke muara Jambi bersama rombongan Mahaguru yang lain.

Saat acara persembahan khata, kami diarahkan untuk naik ke lantai 3 vihara tersebut. Ternyata disana sudah banyak yang menunggu saat-saat memberikan penghormatan tertinggi kepada Mahaguru, ada sekitar 70 orang termasuk kami yang akan mempersembahkan khata. Ini adalah pertama kalinya aku ikut mempersembahkan khata kepada Mahaguru, aku mencoba mempersiapkan kata-kata yang hendak aku ucapkan kepada Mahaguru, karena aku hanya bisa berbahasa Indonesia tidak bisa bahasa mandarin, jadi aku mencoba menyusun kata-kata dengan bahasa Inggris, walaupun sebenarnya aku tidak begitu bisa berbahasa Inggris. Aku hendak berkata kepada Mahaguru demikian dalam arti bahasa Indonesia ;

“Mahaguru, terima kasih atas bimbinganMu kepada saya secara roh“.
(”Secun, Thank you for your teaching of me in spiritually.”)

Aku berusaha menghafal perkataan itu dalam bahasa Inggris, sampai tiba waktunya persembahan khata, kami semua diminta untuk turun ke lantai 2 karena Mahaguru sudah menunggu kami semua disana. Saat tiba giliranku menghadap Beliau, setelah khata dikalungkan dileherku oleh Mahaguru, dihadapanNya aku mengucapkan kata-kata yang sudah kupersiapkan tadi, tapi karena dasarnya tidak bisa berbahasa Inggris dan sedikit gemetar, jadi saat bicara kata-kata menjadi kacau balau. Tapi Mahaguru tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalaNya, menepuk-nepuk kepalaku beberapa kali. Entah Beliau mengerti atau tidak, aku sudah tidak bisa memikirkannya dan segera beranjak pergi meninggalkan ruangan persembahan khata dan hendak menuju ke Altar utama Vihara tersebut dimana nantinya Mahaguru akan berdharmadesana dan melakukan abhiseka, karena banyak umat lain yang sudah menunggu disana.

Tapi saat aku sudah berada diluar ruangan tempat Mahaguru menerima khata, tiba-tiba aku dipanggil lagi kedalam, katanya Mahaguru memanggilku. Dengan rasa tidak percaya, aku segera berlari kecil kembali ke dalam ruangan persembahan khata itu, dan langsung digiring berdiri dihadapan Mahaguru. Disaat aku kebingungan Mahaguru sudah kembali meletakan telapak tangannya dikepalaku, kali ini Beliau memberkati aku lama sekali, sampai-sampai aku tidak kuat menahan haru dan tidak bisa menahan tangis.

Setelah itu aku pergi menuju ke Altar utama Vihara, karena kami orang terakhir yang masuk ke dalam, kami mendapat tempat duduk dibagian depan. Aku mendapat duduk dibagian sebelah kiri dibarisan ke-3, sedang saudaraku yang lain malah mendapatkan tempat duduk dibarisan ke-1 dan ke-2.

Disaat Mahaguru sedang berdharmadesana, karena tidak mengerti Beliau berbicara dalam bahasa mandarin, aku pergunakan waktu untuk kembali masuk meditasi dan mencoba memancarkan sinar pelangi. Sesungguhnya saat itu aku tidak begitu yakin kalau usahaku itu akan membuahkan hasil dan bisa diketahui ataupun dirasakan oleh Mahaguru, tapi kupikir tidak ada salahnya kucoba karena tidak ada ruginya dan aku teringat dengan pesan yang diberikan Ucchusma Vidyaraja dan Vajravarahi.

Setelah aku keluar dari meditasi dan selesai memancarkan sinar pelangi, aku sempat melihat Mahaguru memejamkan matanya beberapa detik disela-sela Beliau ceramah, dan saat Beliau membuka mata, Beliau sedikit mengangguk dan tersenyum, seakan telah mengetahui sesuatu. Tapi aku tak mau takabur, karena bisa saja tindakanNya itu karena mendapatkan petunjuk yang lain dan bukanlah karena merasakan getaran dan melihat sinar yang kupancarkan.

Setelah Mahaguru selesai berceramah Dharma, saatnya abhiseka. Kami semua diminta untuk berdiri karena tempat kurang luas untuk acara abhiseka. Pada saat itu Mahaguru sedang berfoto bersama panitia Vihara dan umat vihara tersebut. Aku berdiri disisi kanan depan, jarak antara aku dan Mahaguru duduk kira-kira lebih dari 6 meter, dan di sekeliling Mahaguru banyak Vajra Acharya dan panitia yang menjaga.

Namun entah kenapa, saat aku melihat ke Mahaguru ternyata Mahaguru juga melihatku. Tangan kanannya melambai kepadaku dan memanggilku untuk mendekat padaNya, caranya memanggil seperti memanggil seorang teman lama, padahal baru saat inilah aku bertemu dan dekat dengan Beliau secara manusia. Saat itu aku tidak mengira hal ini, dan berpikir mungkin aku salah lihat, dan mungkin saja Mahaguru melambai pada orang lain. Karena aku takut salah menduga, aku tidak segera maju. Tapi Mahaguru kembali melihatku dan melambaikan tanganNya memanggil. Kali ini aku benar-benar yakin kalau Mahaguru benar-benar memanggilku untuk datang padaNya.

Aku segera menuju ketempat Beliau duduk dengan beranjali dan berdiri disamping kananNya, karena rasa sungkan dan rasa hormatku kepada Beliau, dan tanpa kuduga sama sekali, Mahaguru meletakkan telapak tangan kananNya dibahu kananku saat kami difoto, sikapnya ini seperti telah mengenalku lama sekali dan aku merasakan kami bagaikan Guru dan Murid yang dekat, baik secara roh maupun secara manusia.
Dan dari 70 orang umat yang mempersembahkan khata, hanya aku yang dipanggil olehNya dan berfoto berdua.

Aku begitu gugup dan tak dapat berkata apa-apa, Guru Sejatiku berkata benar bahwa aku akan bisa bertemu dan dekat dengan Mahaguru. Buddha-Bodhisattva dan para Dharmapala telah mengatur pertemuan ini, sungguh ini adalah yukta, kemukjizatan terjadi lagi padaku. Harapanku terwujud berkat pertolongan Vajravarahi, sampai-sampai mendapatkan berkah yang lebih besar dari yang aku harapkan. Aku amat berterima kasih kepada Buddha-Bodhisattva, kepada para Dharmapala, kepada Vajravarahi, kepada Guru Sejatiku dan kepada orang-orang yang telah membantu dan mendukungku dalam perjalananku ini, terlebih lagi kepada Mahaguru yang telah memberikan respon yang baik padaku. Aku tidak akan pernah melupakan semua jasa-jasa besar ini, dan berikrar untuk tidak mundur dan tetap teguh dalam membina diri dan menjalankan Dharma.

Dengan adanya pertemuan ini, aku semakin termotivasi untuk mengikuti jalan Bodhisattva, dan tidak gentar lagi menghadapi halangan dan rintangan dari luar, karena aku percaya, ambisi tidak akan bisa melawan kebenaran, sabar dan mengalah pasti akan mendapatkan kebahagiaan pada akhirnya, dan Buddha-Bodhisattva tidak mungkin tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Begitupula Mahaguru yang telah memiliki mata prajna, Beliau pasti tahu, tidak ada yang aku sembunyikan, tiada ambisi dan niat jahat dalam hatiku, dan tidak ada yang aku takutkan lagi dalam menjalankan Dharma Buddha, karena aku percaya Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala selalu menyertaiku.

Selama ini aku selalu berusaha menjalankan amanat dan petunjuk dari Buddha-Bodhisattva, untuk pergi ke berbagai tempatpun, aku selalu mendapatkan petunjuk dulu dari Mereka. Aku tidak pernah berambisi terhadap segala sesuatu, dan tidak pernah berusaha mendahului Buddha-Bodhisattva. Aku tidak pernah mempunyai motif-motif tertentu saat mendekatkan diri pada Buddha-Bodhisattva, Mereka semua paling tahu diriku, karena aku selalu mencurahkan seluruh isi hatiku kepada Mereka. Karena itu Mereka begitu menjaga dan melindungiku, walaupun beberapa orang mencoba mengkhianati dan menghancurkan namaku, tapi berkat Buddha-Bodhisattva bermunculan juga orang-orang yang membersihkan namaku dan mendukungku.

Karena itulah, Buddha-Bodhisattva selalu mengingatkan agar aku tidak perlu terpengaruh dengan semua perbuatan positif ataupun negatif orang lain, karena mereka yang mengira memahami dan mengerti Dharma, sesungguhnya tidak benar-benar memahami dan mengerti Dharma itu sendiri. Karena menghasut, memfitnah dan menjelekkan orang lain adalah bertentangan dengan jalan Dharma Buddha dan juga merupakan pelanggaran sila.

Aku bersarana pada Mahaguru secara tubuh, jiwa dan roh, bukan karena hasutan dan bujukan orang lain, bukan juga ikut-ikutan orang lain, apalagi demi mendapatkan surat sarana agar bisa dipamerkan, tapi aku bersarana dari hati terdalam dan Buddha-Bodhisattva yang menuntunku berjodoh dengan Beliau, setelah aku mendapatkan kontak batin dengan Guru Sejatiku. Aku tidak akan begitu saja berpaling dan melupakan ajaran yang diturunkan Mahaguru kepadaku selama ini, karena ajaran Tantra sesungguhnya adalah Menghormati Guru, menghargai Dharma dan berlatih tekun.

Aku tidak perlu membalas perbuatan kasar orang lain, karena Buddha-Bodhisattva juga berpesan agar aku tidak perlu membalas perbuatan mereka dan meminta agar aku memaafkan mereka dan tetap menjalankan Dharma dengan baik, karena jika aku membalas perbuatan dan perkataan kasar mereka, itu artinya aku tidak mengerti Dharma dan tiada beda dengan mereka. Jadi aku membiarkan waktu yang menjawab semuanya, dan tidak berusaha untuk mencari tahu, tidak berusaha balik menghasut dan tidak berusaha untuk menghubungi orang lain untuk membersihkan namaku. Karena aku yakin, Buddha-Bodhisattva selalu menenangkan hatiku dan tidak akan membiarkan aku hanyut dalam kesedihan yang tidak berguna.

Mahaguru, kewelas-asihanmu sama seperti Buddha-Bodhisattva, Kau benar-benar menganggap semua setara dan tidak membeda-bedakan. Terima kasih karena Kau berkenan membimbingku secara roh. Walaupun aku satu-satunya muridmu yang paling dibenci dan paling tidak disukai, dan walaupun Engkau tidak mengakui diriku sebagai muridMu, aku tidak akan mundur dalam jalan Dharma Buddha dan akan tetap mengagungkan dan menghormatiMu sama seperti aku mengagungkan dan menghormati Buddha-Bodhisattva.



PEMBABARAN SUTRA RAJA AGUNG AVALOKITESVARA BODHISATTVA
    Suatu hari di siang hari, saat aku sedang beristirahat sejenak di kamarku setelah selesai melakukan penyaluran jasa kebajikan, aku dibangunkan oleh suamiku. Dia mendengar langit bergemuruh panjang dan terus menerus, langit juga terlihat mendung dan gelap seperti akan turun hujan, tapi gemuruh yang terjadi hari ini lain dari biasanya. Dan melalui kamera cctv ber-infra red, terlihat banyak sekali orbs di ruang Dharmasala Vihara, orbs-orbs itu naik ke langit, aku berpikir apakah para Dewa yang berada di altar Vihara pergi ke langit. Ada apakah ini?

Dan entah kenapa, akupun tidak bisa meneruskan tidurku melihat hal tersebut karena disaat aku terbangun aura sudah mulai muncul dan kurasakan dalam tubuhku. Aku segara turun ke ruang Dharmasala/Altar Utama Vihara dan duduk bermeditasi, seperti biasanya cakra mahkotaku terbuka dan tubuh dharmakayaku melesat keluar naik ke langit entah kemana, aku melihat banyak juga Dewa-Dewa yang naik ke langit juga, sepertinya Mereka mempunyai tujuan yang sama denganku, tapi kemana???

Aku semakin naik ke langit, rasanya kami bukan menuju ke Istana Langit ataupun ke Alam Sukhavati, tempatnya lebih jauh dari biasanya. Dari kejauhan aku melihat banyak sekali kumpulan berbagai makhluk, ada Buddha-Bodhisattva, kelompok Asura, kelompok Garuda, roh leluhur yang berasal dari Alam Sukhavati dll, ada banyak sekali sedang berkumpul dihadapan seorang Buddha, Buddha tersebut ukurannya terlihat lebih besar dari kumpulan itu dan tempat tersebut ternyata adalah Surga Trayatimsa.

Sesampainya aku disana, aku mendengar Buddha tersebut sedang berbicara dan suaraNya menggema dan terdengar bijaksana. Ternyata Beliau adalah Buddha Sakyamuni, Beliau sedang membabarkan Sutra Raja Agung Avalokitesvara Bodhisattva, aku sedikit bingung melihat dan mendengar hal ini, mengapa Buddha Sakyamuni membabarkan Sutra Raja Agung ini di Surga Trayatimsa.

Dari pembabaran DharmaNya aku mendengar bahwa Beliau menghimbau agar semua yang berkumpul saat ini menyebarkan dan membabarkan Sutra tersebut ke segala penjuru, terlebih dibabarkan untuk semua makhluk di 6 alam kehidupan yang masih bertumimbal lahir, yaitu Alam Dewa, Alam Manusia, Alam Asura, Alam Binatang, Alam Setan Kelaparan dan Alam Neraka.

Karena Sutra ini sangat besar manfaatnya untuk segenap makhluk dan menghindari dunia dari bencana. Sutra ini bila dibaca mulai saat ini sampai dengan 10 pekan kedepan, setelah mencapai 1.080x pembacaan, maka akan bisa mengikis karma diri sendiri dan semua makhluk di 10 kali tumimbal lahir sebelumnya dan karma buruk di kehidupan saat ini.

Buddha Sakyamuni mengatakan bahwa sudah ada beberapa orang yang rohnya bisa mengikutiku membabarkan dharma mengetahui hal ini. Beliau berharap agar Sutra ini bisa disebarkan ke segala tempat, ke semua Vihara/Cetya dan ke semua orang yang berjodoh.

Setelah datang, melihat dan mendengar sendiri Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma, saat keluar dari meditasi aku segera memberikan kabar ini ke beberapa umat Vihara untuk mulai membacanya hari ini sampai 10 pekan ke depan, dan disaat sesi meditasi yang biasanya kami hanya membaca Sutra Raja Agung 1x akhirnya kami rubah menjadi 16x.

Buddha Sakyamuni juga mengatakan kepadaku mengapa Beliau membabarkan Dharma ini, aku tidak bisa menulisnya di sini, karena masih rahasia langit. Aku baru pertama kali melihat Buddha Sakyamuni sedang membabarkan Dharma di satu alam, ternyata benar kalau sampai saat inipun Beliau masih memutar Roda Dharma. Aku baru tersadar kalau tadi siang saat aku sedang memimpin ritual pelimpahan jasa untuk salah satu almarhum di hari ke-100, saat waktu meditasi Buddha Amithaba datang dan berkata, kalau almarhum yang sedang kulimpahkan jasanya itu sedang pergi mengikuti Sang Buddha membabarkan Dharma.
Saat mendengar Buddha Amithaba berkata demikian aku tidak begitu serius mendengarnya dan malah bertanya padaNya, apakah pelimpahan jasa ini diterima oleh almarhum. Buddha Amithaba mengatakan tetap diterima. Aku merasa lega mendengarnya, karena walaupun saat ini almarhum tidak hadir saat ritual pelimpahan jasa dan sedang mendengar Buddha Sakyamuni berceramah Dharma, tapi almarhum tetap bisa menerima jasa kebajikannya.

Disaat hari selasa kami melakukan sesi meditasi di Vihara, Ucchusma Vidyaraja hadir dan berkata;
“Desi, aku senang kau menjalankan petunjuk yang diberikan oleh Buddha Sakyamuni, karena kau selalu menjalankan amanat yang diturunkan oleh Buddha-Bodhisattva. Kau tidak perlu takut dan khawatir terhadap orang-orang yang berniat tidak baik padamu dan juga Vihara Sukhavati Prajna ini, Aku akan menjaga dan melindungimu dan juga Vihara Sukhavati Prajna. Karena itu Aku, Ucchusma Vidyaraja akan menjadi Dharmapala Utama di Vihara Sukhavati Prajna selain Kalacakra Vidyaraja dan Bodhisattva Marici. Aku beritahukan kepadamu, mereka semua yang mempunyai hati yang kotor dan tidak baik, walaupun mereka membaca mantera dan sutra ribuan kali bahkan ratusan ribu kali, maka pembacaan mantera dan sutra yang keluar dari mulut mereka tidak akan ada manfaatnya, karena kekotoran batin mereka. Kau tidak perlu terpengaruh dan tetap tenanglah menjalankan Dharmamu.”
Aku mengucapkan terima kasih kepada Ucchusma Vidyaraja, karena berkenan menjadi Dharmapala Utama di Vihara Sukhavati Prajna, dan berterima kasih karena telah menjaga dan memperhatikanku selama ini. Aku sungguh terharu mendapatkan perlindungan dari Ucchusma Vidyaraja selama ini. Aku berterima kasih kepada seluruh Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa dan para Dakini, yang selama ini selalu berkenan hadir membimbing dan memberi kekuatan kepadaku. Sehingga semakin hari aku semakin kuat dan teguh dalam menjalankan kehidupanku ini.

Karakter Ucchusma Vidyaraja sangat berbeda, Beliau sangat tidak menyukai orang-orang yang mencoreng Dharma Buddha, Beliau sangat menjaga dan melindungi Buddha dan ajaranNya. Terhadap mereka yang memiliki kekotoran batin, seperti 3 racun loba, dosa dan moha, Ucchusma Vidyaraja selalu berusaha menundukkannya. Terlebih lagi Ucchusma Vidyaraja sangat murka jika ada orang yang memutar-balikkan ajaran Buddha itu sendiri. Beliau tidak segan-segan datang untuk meluruskannya. Beliau sangat bertanggung jawab dan adil dalam melihat setiap hal tidak baik di dunia ini, karena Beliau adalah manifestasi dari Detak Jantung Buddha Sakyamuni, sehingga amat memegang kebenaran.

Aku bersyukur karena banyak Dharmapala yang selalu melindungiku, ada Kalacakra Vidyaraja, Bodhisattva Marici, Ucchusma Vidyaraja, Acalanatha Bodhisattva, Hevajra, Vajrapani, Yamantaka Vidyaraja, dan lain-lain. Para Dharmapala satu persatu datang berjodoh denganku. Selain ada Guru Sejatiku yang selalu didekatku, Aku bisa merasakan para Dharmapala yang telah menyatu selalu bersamaku disaat aku sedang pergi keluar rumah.


“Ketika dunia tak lagi berada di alam ini,
Segala kehancuran mulai mendera,
Ketika alam semesta berubah warna dari biru menjadi hitam,
Saat itulah akhir dari kehidupan,
Semua itu telah digariskan, dan akan terjadi dalam dunia ini,
Hanyalah orang-orang yang takut berbuat kejahatan
yang akan terhindar dari bencana.”


HU BUDDHA CHI KUNG
    Beberapa hari belakangan ini banyak hal terjadi disekitarku, perubahan cuaca yang demikian cepat membuat aku harus selalu memperhatikannya. Kadang setiap perubahan alam itu berhubungan dengan diriku dan alam ini. Percaya tidak percaya itulah yang terjadi.

Suatu malam, disaat aku sudah merasa sedikit lelah dan mengantuk karena hari itu aku harus menjalankan tugas keluar beberapa tempat, aku merasakan sesuatu yang membuatku tidak bisa tidur, ada gelombang aura yang membuat kepalaku agak pusing dan tubuhku merasakan keanehan. Aku urungkan niatku untuk tidur dan mencoba berkonsentrasi dalam meditasi.
Tidak lama kemudian ada seekor Naga Emas yang terbang begitu cepat, dari mulutnya menyemburkan api yang tidak terlalu besar, kemudian dengan cepat dan spontan tubuh dharmakayaku keluar dari tubuh dan mengikuti Naga Emas itu. Aku terus mengikutinya naik ke langit, diatas langit aku melihat banyak Arahat sedang duduk berbaris, dan Naga Emas itu masuk kedalam barisan lalu berubah menjadi Budha Chi Kung, aku mengenalnya dari penampilannya. Kemudian semua Arahat itu berkata kepadaku, agar aku mempersiapkan Hu yang pernah diberikan Budha Chi Kung untuk menghindari bencana. Aku agak kurang percaya dengan perkataan Mereka, sampai saat aku kembali aku masih tidak begitu yakin. Kemudian besok paginya, Buddha Chi Kung datang lagi menemuiku, dan membawaku ke langit melihat bumi dari langit, terlihat lautan dan berbagai pulau dari atas langit.

Kemudian Beliau mengajakku turun kedasar laut, di dasar laut kami berjalan menyusuri dasar laut tersebut, dari selat utara Jawa sampai selat barat Sumatera. Beliau memperlihatkan dasar laut, mengatakan apa penyebab dari semua ini dan menghimbau agar aku percaya atas perkataan para Arahat itu. Melihat petunjuk itu aku segera mempersiapkan Hu untuk menghindari bencana. Dan memang setelah itu beberapa kali bumi mengalami reaksi alam tapi tidak berdampak buruk.

Saat membuat Hu aku mengundang Buddha Chi Kung untuk hadir dan memberkati Hu tersebut, aku melihat kehadiran Beliau dengan gaya ceria dan riangnya. Saat itu aku membuat 190 an Hu, Hu tersebut diberkati oleh Buddha chi kung dengan stempel yang ada dibawah labu araknya. Cara memberi stempelpun sangat jenaka dan nyentrik, karena Beliau memberi cap pada Hu tersebut sambil diijak, diduduki, ditiduri dll. Aku bertanya kepada Beliau mengapa memberi stempel dengan cara seperti itu, apakah Hu itu bisa berfungsi dengan baik? Beliau berkata, kalau hu tersebut adalah darinya, diberkati dengan cara apapun olehnya tidak masalah, justru jika diberkati dengan cara seperti itu akan lebih manjur. Aku tidak bisa membantah perkataan Buddha Chi Kung dan mempercayai saja perkataannya. Saat di Vihara ada kegiatan pujabakti, aku membagikan hu tersebut kepada para umat dan keluarga mereka yang berjodoh, semoga segala usaha yang dilakukan oleh para Buddha-Bodhisattva demi menyelamatkan dan memberi kebahagiaan bagi semua makhluk, bisa berjalan dengan baik dan bumi ini terhindar dari segala bencana dan mara bahaya.
Buddha Chi Kung memang demikian, memberikan bimbingan dan perlindungan dengan caranya sendiri, yang kadang sulit diterima oleh manusia. Ketika membimbingku, Beliau juga tidak ada jadwal yang tetap, Beliau bisa datang kapan saja. Beliau juga mengajariku untuk tidak usah perduli dengan perkataan dan perbuatan orang lain. Dan jika ada orang ingin tahu aku bisa apa, jawab saja hanya bisa makan dan bisa tidur. Perkataan dan nasihat Buddha Chi Kung terdengar begitu lucu, tapi tersirat makna yang dalam dari setiap bimbingannya.

“Belahan Bumi ini begitu panjang,
sekali waktu bisa terpecah menjadi dua,
Semua akan mengalami kehancuran,
semua akan mengalami kehilangan
Ada yang datang, ada yang pergi,
Ada yang hidup, ada yang mati,
Tiada yang abadi, pergilah mencari Jalan Sejati,
yang bisa menyelamatkan Hidup dan dunia ini.”


WAKIL BUDDHA-BODHISATTVA DAN DHARMAPALA UNTUK VIHARA
    Semua manusia dan semua makhluk pasti berasal dari langit, hal ini ku ketahui dari asal roh mereka. Walaupun kadang ada manusia yang tidak terlihat Dewa Pelindungnya, tapi bukan berarti benar-benar tidak ada. Karena mungkin saja manusia tersebut masih tertutup dengan rintangan karma kehidupan masa lalunya. Bahkan banyak Buddha, Bodhisattva dan Arahat yang terlahir kembali menjadi manusia demi menjalankan misi dan cita-cita yang belum tercapai saat itu. Karena sebab menjadi manusia tidak mengetahui kehidupan lalu dan terikat dengan keduniawian.

Banyak mereka tidak bisa kembali ketempat asal, mengalami penderitaan hidup di dunia, tidak tahu jalan untuk kembali serta tidak bertemu dengan orang yang dapat membimbing mereka menemukan jalan kebenaran sehingga bisa mengetahui jati diri mereka. Mereka harus berulang kali terlahir kembali dan terjebak di 3 alam sengsara (Neraka, Setan Kelaparan, Binatang).

Banyak orang tidak percaya dengan adanya tumimbal lahir dan hukum karma, kadang perkataan yang aku ucapkan mengenai hal itu tidak didengar oleh mereka, dan mereka sering tidak mau menerima jika aku menganjurkan mereka untuk rajin membaca mantera dan sutra untuk membantu mereka mengikis karma jika kulihat mereka mempunyai karma buruk.
Banyak manusia menginginkan bisa keluar dari masalah mereka dengan instan dan cepat, padahal masalah yang mereka hadapi begitu berat dan tidak mungkin untuk bisa diselesaikan dalam sekejap saja. Karena hal itulah, banyak manusia yang salah bertindak, banyak yang mencari cara tidak baik serta tidak sesuai dengan jalan para Buddha-Bodhisattva.

Kadang kala mereka merasa Buddha-Bodhisattva tidak mau menolong mereka keluar dari masalah berat yang mereka hadapi, menyalahkan para Buddha-Bodhisattva. Mereka tidak menyadari bahwa Buddha-Bodhisattva dalam menolong manusia haruslah tidak melanggar hukum langit, dan Mereka harus mempunyai alasan untuk menolong manusia.

Banyak orang membaca mantra sebanyak-banyaknya tanpa adanya ketulusan hati tapi hanya berusaha untuk cepat keluar dari masalah yang mereka hadapi, sehingga pembacaan mantera itu menjadi sia-sia. Karena itu banyak orang yang juga mengatakan kalau mereka sudah banyak membaca mantera tapi tetap tidak bisa keluar dari masalah.

Aku sering mengatakan kepada mereka untuk membaca mantera dengan setulus hati, tidak terburu-buru dan jangan hanya mengejar target pembacaan. Yang paling penting baca dengan tulus, walaupun hanya membaca sutra 1x atau 3x dalam sehari dengan perlahan, tulus dan meresapi mantera tersebut, itu besar manfaatnya dari pada membaca sutra puluhan kali, ratusan kali tapi tidak membacanya dengan hati tulus dan tidak diresapi dengan baik.
Perkataan mengenai banyaknya membaca mantera aku dapatkan juga dari Usccusma Vidyaraja, Beliau juga telah memilih wakilnya di Vihara Sukhavati Prajna, mereka ada 3 orang. Gatha Sukali, Wen Zhu dan Xin Yin.

Mereka bertiga telah dipilih oleh Ucchusma Vidyaraja untuk menjadi calon Dharmaduta, karena mereka bertiga telah memenuhi kriteria yang diinginkan oleh Ucchusma Vidyaraja. Aku diminta Ucchusma Vidyaraja untuk mempublikasikan mereka di Vihara dan memberikan lambang Ucchusma Vidyaraja berupa batu giok berbentuk bulat dan meminta mereka untuk bisa menjadikan loba (keserakahan) menjadi kebajikan, dosa (iri hati) menjadi cinta kasih dan kewelasasihan, moha (kebodohan) menjadi kebijaksanaan.

Mereka bertiga menjadi lambang kesatuan dan kekuatan dari Ucchusma Vidyaraja di Vihara Sukhavati Prajna ini, dan dengan terpilihnya mereka menjadi wakil Ucchusma Vidyaraja, sambil menunggu nantinya mereka bisa menerima sila dan mengucapkan sumpah bodhi mereka masing-masing, mereka diharapkan untuk bisa membina diri dengan baik, merubah diri, menjaga pikiran, ucapan dan perbuatan mereka dimanapun mereka berada.
Prosesi penobatan itu berjalan dengan sangat hikmat, aku sedikit terharu dengan prosesi ini. Dan berpikir apakah mereka bertiga mampu tetap teguh menjalankan dharma Buddha mereka, dan apakah mereka benar-benar bisa menjadi cerminan bagi Ucchusma Vidyaraja dan terlebih lagi bisa menjaga keagungan dan kehormatan Usccusma Vidyaraja. Karena Usccusma Vidyaraja amat menjunjung tinggi ajaran Buddha, juga amat menjaga ajaran Buddha-Bodhisattva.

Semoga mereka bertiga tidak terombang-ambing dalam menghadapi perjalanan hidup mereka selama mengikuti jalan para Buddha-Bodhisattva. Semoga harapan Ucchusma Vidyaraja kepada mereka untuk membabarkan Dharma dan memberi kebahagiaan pada semua makhluk bisa mereka jalankan dengan baik.


“Berguru ke Tanah Seberang, melintasi sungai dan hutan belantara.
Begitu sulit dan terjal jalan yang dilalui,
Jalan ini mendapat kemudahan,
Sungguh begitu berjodoh, janganlah dibiarkan hilang percuma,
Jika tidak akan terputus di tengah jalan.”



MAKNA WAISAK DAN TERPILIHNYA CALON DHARMADUTA
    Hari Waisak tahun ini amatlah berkesan dan mengharukan sekali, sebenarnya tidaklah berbeda dengan Waisak tahun sebelumnya karena vihara tetap mengadakan ritual peringatan pemandian rupang dan pemasangan pelita permohonan. Hanya saja Waisak tahun ini ada hal baru yang terjadi, yaitu terpilihnya lagi calon Dharmaduta Vihara. Ada 5 orang lagi yang dipublikasikan pada hari ini, mereka adalah Gautami Shengmu, Aisinali, Karupa Samdibya, Vajra Dipamkara Raja dan Tao Sien Cuen. Mereka masing-masing mewakili Buddha Sakyamuni, Buddha Amithaba, Vajrasatva Bodhisattva, Achalanantha Bodhisattva dan Marici Bodhisattva.

Dalam 2 hari kemarin aku telah mendapatkan amanat dan petunjuk mengenai mereka, Buddha-Bodhisattva memberi tanda alam kepadaku. Dari suara gemuruh dilangit, halilintar yang sangat keras dan kuat, suara guntur disiang bolong padahal langit sangat cerah dan lain sebagainya.
Aku sudah mengetahui tanda-tanda alam yang dikirimkan Buddha-Bodhisattva padaku, seperti biasanya pula setelah ada tanda alam itu tubuhku pasti akan bereaksi cepat, kontak batin yang dikirimkan oleh Mereka telah tersambung padaku. Dengan begitu aku tidak melewatkan peristiwa tersebut dan segera masuk kedalam meditasi untuk menerima petunjuk alam semesta.

Buddha-Bodhisattva yang menemuiku itu memberitahu kalau aku sudah harus mempublikasikan calon Dharmaduta pilihan Mereka dan memberikan mereka tanda penobatan berupa sebuah benda yang mengandung arti yang berbeda-beda.

Saat waktu Ucchusma Vidyaraja memilih ketiga wakilnya, aku diminta untuk memberikan 3 buah batu bulat dari giok berwarna hijau, yang mengandung arti merubah keserakahan (loba) menjadi kebajikan, irihati (dosa) menjadi cinta kasih dan kebodohan (moha) menjadi kebijaksanaan.

Sedangkan saat Buddha-Bodhisattva ini memilih kelima wakil Mereka, aku diminta untuk memberikan :
- Japamala dari pohon Bodhi kepada wakil Buddha Sakyamuni yang mengandung arti konsentrasi dan ketenangan batin.
- Hiolo logam bergambar aksara fo diatas teratai kepada wakil Buddha Amithaba yang mengandung arti Buddha di Alam Sukhavati.
- Batu Kristal 5 Warna (putih, kuning, merah, hijau, biru) kepada wakil Vajrasattva Bodhisattva yang mengandung arti manifestasi dari Panca Dhyani Buddha.
- Rupang Dewi Seribu Tangan Seribu Mata kepada wakil dari Marici Bodhisattva yang mengandung arti mengetahui segala harapan dan keinginan yang tulus.
- Ruyi Batu Giok kepada wakil dari Achalanantha Bodhisattva yang mengandung arti kekuatan dan kebesaran nama.

Tidak lama setelah itu telah terpilih kembali beberapa umat menjadi calon dharmaduta dan wakil Buddha-Bodhisattva, dan ini adalah pemilihan gelombang terakhir. Berdasarkan benda sebagai tanda mereka adalah ;
- Bunga Kristal Warna Putih kepada wakil Vairocana Dhyani Buddha yang melambangkan alam ribuan Buddha.
- Replika Rupang Sie Mien Fo dari logam berwarna kuning kepada wakil Sie Mien Fo yang melambangkan keagungan dan kemasyuran.
- Vas bergambar Daun Liang Liu dari Kristal kepada wakil Dewi Kwan Im yang melambangkan ketulusan dan kesucian.
- Vajrakila dari logam kepada wakil Kalacakra Vidyaraja yang melambangkan penaklukan, tolak bala, keharmonisan dan kesejahteraan.
- Camara kepada wakil Chi Thien Ta Sen Fo yang melambangkan kebijaksanaan dan pengetahuan.
- Tongkat Naga dari logam kepada wakil Raja Naga yang melambangkan kemakmuran.
- Buah Persik dari kaca kepada wakil Yao Che Cin Mu yang melambangkan keabadian dan kedewaan.
- Bunga Warna Merah kepada wakil Kurukule Fo Mu yang melambangkan keharmonisan dan kerukunan.

Benda-benda yang diberikan kepada mereka mengandung arti yang sangat dalam dan amat menyentuh hati terdalam kami.  Prosesi pemandian rupang Buddha Sakyamuni dan prosesi penobatan calon Dharmaduta terasa begitu hikmat dan mengharukan. Membuat beberapa dari kami tidak kuasa menahan tangis haru, lagu mantera “Gate Gate Paragate Para Samgate Bodhi Svaha” yang mengiringi prosesi pemandian rupang dan tata cara penghormatan kepada rupang Buddha Sakyamuni begitu sakral kami rasakan.
Aku sudah bisa mulai mengerti maksud Buddha-Bodhisattva, belakangan ini aku merasa tidak ada kemajuan yang kualami dalam menjalankan Dharma ini. Ternyata hal itu disebabkan aku telah lama menunda amanat yang turunkan kepadaku mengenai calon Dharmaduta ini.

Aku merasa waktu itu seperti berjalan ditempat dan kemajuan pencapaian Dharma Buddha bergerak lambat, padahal aku tidak menyadari bahwa banyak tugas yang belum aku kerjakan dan kuselesaikan, aku sendiri  yang memperlambat jalan Dharmaku.  Aku sungguh bodoh dan tidak memahami bahwa Buddha-Bodhisattva sudah menghendaki aku untuk mandiri, mengajarkan aku untuk melihat, mengamati, menghayati, merenungkan, menyimpulkan dan memutuskan sendiri. Aku diajarkan untuk tidak selalu bergantung dan hanya mengandalkan Buddha-Bodhisattva dan sudah harus belajar untuk lebih aktif menjalankan Dharma.
Sekarang aku sudah mengerti, dengan satu persatu tugas kuselesaikan dengan baik aku kembali merasakan dan mengalami pencapaian dalam pembinaan diri. Seperti di hari Waisak ini, muncul kembali kelebihan dalam diriku. Penyatuan diriku dengan Buddha-Bodhisattva semakin kuat dan tak terpisahkan. Biasanya aku tidak bisa menjawab pertanyaan orang yang berkonsultasi jika tidak melakukan telepati ataupun datangnya Guru Sejatiku membantu untuk memberi jawaban, aku melakukan semua itu dengan berkonsentrasi menutup mata, jika mata terbuka aku tidak bisa berkonsentrasi. Tapi hari ini, aku bisa menjawab semua pertanyaan mereka dengan mata terbuka dengan konsentrasi penuh. Sama sekali tidak terpengaruh dengan orang yang ada dihadapanku. Aku seperti sudah bisa mengetahui jawabannya ketika orang tersebut masih sedang bicara.
Sungguh menakjubkan !!!

Pencapaian pembinaan diri sama sekali tidak terduga dan tidak diketahui. Ternyata tidak boleh menunda tugas yang diturunkan Buddha-Bodhisattva walaupun harus melewati ujian dan cobaan untuk bisa menyelesaikan tugas itu, karena melalui ujian dan cobaan menjalani tugas-tugas itulah, kita baru bisa mencapai tahapan dalam pembinaan diri.



MENGADAKAN RETREAT PERTAMA KALI
    Mengadakan acara Retreat Vihara adalah salah satu amanat yang juga harus kujalankan sejak telah terbentuk Vihara di tempatku. Retreat ini diamanatkan oleh Guru Sejatiku, dan mengambil tema “Merubah Loba, Dosa dan Moha menjadi Kebajikan, Cinta Kasih dan Kebijaksanaan” dan Ucchusma Vidyaraja yang menjadi Adinata Api Homa dan Retreat Vihara tersebut.

Kami membuat sebuah panitia untuk acara retreat ini, segala atribut dari kaos dan gambar/lambang diberi petunjuk oleh Guru Sejati bagaimana cara membuatnya dan apa saja yang harus dilakukan, juga mendapat petunjuk dari Beliau.
Aku sempat bingung menjalani tugas ini, karena tidak mempunyai pengalaman menyelenggarakan Retreat Vihara. Dulu saat aku masih beragama Kristen, sempat beberapa kali mengikuti retreat gereja dan hanya jadi peserta saja, tapi saat ini aku diminta untuk mengadakan Retreat Vihara sendiri dan tidak tahu bagaimana cara menyusun acara yang sesuai dengan agama Buddha.
Walaupun sedikit kerepotan, aku berusaha untuk menjalankannya dan berusaha mencari bahan apa saja yang bisa kupergunakan untuk mengadakan retreat. Seharusnya tidak begitu sulit karena aku sudah mendapatkan tema dan ketentuan yang harus dilakukan oleh Guru Sejatiku. Asalkan mau berusaha aku pasti bisa menjalani tugas ini. Aku mengalami kendala beberapa hal dalam acara retreat tersebut, yaitu tidak adanya pembicara yang bisa ku undang dalam acara tersebut, karena berpikir baru pertama kalinya Vihara menyelenggarakan acara ini, jadi aku berusaha untuk meminimalkan pengeluaran. Karena itu, aku mengambil keputusan untuk mengambil beberapa calon Dharmaduta untuk menjadi pembicara dalam setiap sesi ceramah. Saat itu, aku meminta saudara Warna Sukma Kappa dan Kong Hai Shan disamping diriku sendiri untuk menjadi pembicara dalam sesi ceramah. Dan meminta beberapa calon Dharmaduta untuk membantu di acara permainan, olah raga, sharing Dharma dan bedah kasus. Materi ceramah dan permainan, aku yang menyediakannya. Sedangkan mereka semua mencoba untuk mengembangkan materi tersebut sesuai dengan karakter dan keterampilan mereka.

Tidak terasa, hari acara retreat telah tiba. Kami menyewa 3 villa di daerah Cimacan Puncak Bogor, tempatnya sangat nyaman dan tenang, sepertinya sangat cocok sekali dijadikan tempat acara retreat ini. Sebelum para peserta datang ke tempat retreat, 2 hari sebelumnya kami panitia mempersiapkan segala sesuatunya, membagi kamar, menyusun konsumsi, mempersiapkan perlengkapan permainan dan menyusun segala sesuatunya dengan baik, agar di hari H kami tidak terlalu kerepotan menjalankan acara.
Akhirnya acara retreat terselengara juga, sesi ceramah, permainan, bedah kasus, acara makan dll berjalan dengan baik dan lancar, bahkan begitu sempurna. Kami semua baik panitia dan para peserta mendapatkan manfaat dan meninggalkan kesan yang dalam di acara retreat ini. Api homa Ucchusma Vidyaraja berjalan dengan baik, dan kami semua menjadi dekat satu dengan yang lainnya dan penuh dengan canda dan gelak tawa.

Rasanya ini seperti bukan acara vihara formal saja, padahal retreat adalah acara rutin tahunan yang harus diselenggarakan vihara.  Tidak disangka seluruh panitia dan mereka yang bertugas benar-benar telah menjalankan tugasnya masing-masing dengan baik.  Acara retreat pertama Vihara Sukhavati Prajna sungguh tidak terlupakan buat kami semua, semoga ditahun yang akan datang vihara bisa menyelenggarakan acara retreat yang lebih baik lagi dan dengan berjalan sempurnanya acara retreat pertama ini, semakin memotivasi kami untuk berbuat semakin lebih baik lagi.

“Ketika bulan bersinar, tak ada cahaya menyinari,
Ketika embun menutupi, tak ada jalan terlihat,
Hanya ada kekosongan, tak ada cahaya kehidupan,
Semua itu pergi entah kemana,
kemanakah hidup yang penuh kebahagiaan,
Apakah bisa dicari di Alam Semesta ini?
Ya.. Semua itu bisa di dapat dari Alam Semesta.”


SATU PERSATU CALON DHARMADUTA MENGUCAPKAN SUMPAH BODHI
    Jika aku ingat kembali saat pertama kali aku hendak mengucapkan Sumpah Bodhi, aku harus melewati berbagai ujian.  tapi aku mendapatkan dukungan besar dari suamiku dalam mengucapkan sumpah bodhi ini. Sehingga aku bisa mengucapkan sumpah bodhi dengan baik dan lancar. Terlebih lagi aku harus bisa merealisasikan sumpah bodhiku itu.

Saat ini, sudah mulai satu persatu calon-calon Dharmaduta Vihara terarah untuk mengucapkan sumpah bodhi mereka masing-masing untuk menolong semua makhluk. Mereka sudah mulai mau menurunkan ego dan menanggalkan ke-aku-an dalam diri mereka dengan mengucapkan sumpah bodhi mereka.

Butuh kekuatan besar dalam diri mereka untuk bisa berikrar sama dengan Buddha-Bodhisattva, dan butuh keteguhan hati mereka untuk mengikuti jalan Buddha-Bodhisattva. Aku terharu melihat mereka satu persatu berniat untuk menjalankan misi penyelamatan semua makhluk, sama terharunya ketika pertama kali aku mengikrarkan diri dihadapan Buddha-Bodhisattva.

Tapi terkadang, tidak semua orang bisa menerima adanya sumpah bodhi ini, bahkan sebagian orang merasa belum siap mengucapkan sumpah bodhi. Aku memahami pemikiran mereka semua, memang tidak mudah untuk kita bisa berbagi dengan orang lain dan mengamalkan waktu, tenaga, pikiran dan milik kita untuk orang lain dan semua makhluk. Dan aku memahami kalau mereka belum mau dipusingkan dengan masalah orang lain selain masalah diri mereka sendiri.

Itu sebabnya, pembinaan diri seseorang sulit untuk mengalami kemajuan dan perkembangan karena masih adanya ego dan ke-aku-an dalam diri mereka.

Tapi aku percaya bahwa, tanpa kupaksakan mereka akan dengan sendirinya terdorong untuk bersumpah bodhi, karena mereka pasti akan dengan sendirinya mendapatkan tuntunan yang sama dengan diriku. Karena dengan mengucapkan sumpah bodhi, para Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala akan lebih mendukung dalam pembinaan diri seseorang didalam jalan Dharma Buddha. Karena Mahaguru juga mengajarkan bahwa, dalam membina diri akan bisa meningkat pencapaiannya adalah mereka harus yakin terhadap bimbingan, tidak ragu-ragu terhadap bimbingan, tidak melompat kelas dalam melatih diri dan mengucapkan sumpah bodhi.

Aku bukan hanya mengikuti ajaran Mahaguru begitu saja, tapi aku sendiri mengalaminya, sehingga aku baru bisa memberikan motivasi yang sama kepada mereka, bahwa dalam melatih diri didalam aliran Tantra dan Dharma Buddha, mengucapkan sumpah bodhi amatlah penting dan bisa menentukan perkembangan pembinaan diri. Dan seharusnya sumpah bodhi juga bisa direalisasikan dengan baik oleh masing masing calon Dharmaduta.
Dengan adanya sumpah bodhi, mereka semua bisa menyamakan misi dengan para Buddha-Bodhisattva, dan mereka bisa mendapatkan perlindungan lebih kuat lagi dari para Dharmapala dan Dakini, sehingga pembabaran Dharma Buddha bisa semakin tersebar luas kesegala penjuru nantinya

“Buah yang buruk tiada berguna,
Buah yang terlalu matang tidak memberikan kebaikkan,
Buah yang terlalu muda tidak ada pengalaman.
Awan gelap menutupi cahaya, tanda tiada lagi kebahagiaan,
Semuanya mengukur jasa dan pahala,
Tiada ketulusan di dalam hati,
Biarpun memberikan begitu banyak harta,
Sampai habis di dalam tubuh,
Tetap tak akan mendapatkan kebaikan,
Jika semua itu untuk diri sendiri,
Pengorbanan hidup memang harus dilakukan
selama untuk kebajikan,
Tapi jika pengorbanan dilakukan hanya untuk kesenangan,
Maka menghancurkan diri sendiri.”


MENJALANKAN DHARMA ADA SUKA DAN DUKANYA
    Tak terasa sudah beberapa tahun terlewati sejak awal aku mendapat bimbingan Buddha-Bodhisattva. Selama beberapa tahun ini banyak hal telah aku alami, segala kesulitan dalam menjalankan dharma satu persatu bisa kulewati dengan baik.  Semakin lama aku tak lagi terbawa perasaan dalam menghadapi apapun yang ada disekitarku, sudah bisa lebih tenang dan tidak cepat terpancing dengan suasana yang terjadi.

Bimbingan yang kuterima semakin lama semakin berat saja, Guru Sejatiku tidak lagi seperti dulu yang setiap saat memberikan motivasi dan pengarahan kepadaku. Dari dibimbing Tantra luar sampai Tantra dalam sudah aku jalani, dan saat ini aku sedang menjalani pembinaan Tantra dalam yang lebih sulit lagi. Bisa dibilang aku telah memasuki latihan tingkat ke-3 (Anuttarayoga Tantra).

Aku mencapai tahapan ini bukanlah tanpa adanya perjuangan dan tanpa adanya pelatihan diri dengan sungguh-sungguh. Aku selalu berusaha melakukan sesuatu untuk menolong sesama semampuku. Tak pernah memaksa orang mengikuti jalanku, tak pernah mencari kesalahan orang lain. walaupun aku tidak dihargai dan dihina orang lain, aku berusaha untuk bersabar.
Banyak orang yang berusaha membantuku dalam menjalankan dharma ini, ketulusan hati mereka mendukungku sangatlah membuat aku terharu. Semoga saja mereka yang telah banyak berbuat kebajikan untuk jalan dharma ini bisa mendapatkan balasan yang sesuai dengan kebajikan mereka dari para Buddha-Bodhisattva.

Karena itu, aku membiarkan saja semua berjalan alami. Tidak berusaha mengejar apapun dan tidak berdiam diri saja, tapi tetap menjalankan setiap amanat dan tugas yang diberikan oleh para Buddha-Bodhisattva serta merealisasikan sumpah Boddhiku.  Berusaha semampuku dalam membantu orang lain dan tidak lagi terpengaruh terhadap pandangan dan perkataan negatif orang lain. Aku tetap yakin dalam hati, jika apa yang ku lakukan benar menurut Buddha-Bodhisattva pasti kebaikan yang akan datang pada akhirnya. Yang penting tetap teguh dan tak tergoyahkan dalam menjalankan dharma ini.

Saat dibimbing Vajravarahi, tidak sesulit saat ini. Jika aku salah mengartikan bimbingan dan salah mempraktekan bimbingan ini, aku bisa melenceng dari jalan yang sesungguhnya dalam pembinaan diri. Disini pengendalian diri mendalam sedang diuji. Kadang aku berpikir, rasanya aku tidak ingin menjalani pelatihan ini, hanya saja dalam pembinaan diri aliran Tantra, hal ini sudah seharusnya aku lewati, karena jika bisa melewati tahapan ini akan bisa mencapai penerangan dan pencerahan dalam tubuh sekarang, tubuh bisa memancarkan sinar terang benderang dan mendapatkan tingkat pencapaian tertinggi dalam Tantra dalam.
Tapi ini sulit, sulit sekali. Dan aku tidak tahu, setelah tahapan ini terlewati, entah latihan apa lagi yang akan aku jalani dalam pembinaan diri.

Sudah beberapa waktu belakangan ini, aku selalu mendampingi calon Dharmaduta untuk membina diri. Aku harus benar-benar membimbing mereka agar tetap berjalan dalam jalan yang benar.  Memang kurasakan lebih mudah membina diri sendiri daripada membina orang lain, karena aku tidak ingin mereka terjerumus kejalan yang salah dan tidak ada bimbingan dan pengetahuan dalam membina diri mereka.

Biar bagaimanapun aku tetap memikirkan perkembang pembinaan rohani mereka. Sedikit banyak masing-masing dari mereka telah bisa merubah diri dan mengendalikan diri. Walaupun kadang karakter mereka tidak mudah untuk dirubah, tapi setidaknya mereka sudah mulai bisa mengintrospeksi diri, segera menyadari kesalahan dan perlahan menurunkan ego dan amarah mereka.
Memang tidak demikian sempurna, tapi masing-masing dari mereka sudah menyadari dan mulai memahami hakekat kehidupan dan kemelekatan duniawi. Walaupun mereka semua masih manusia awam, tapi segala perubahan setahap demi setahap telah dilakukan.
Tidak mungkin serta merta aku langsung menyuruh mereka untuk meninggalkan keduniawian, karena sebagian besar dari mereka mulai mendalami ajaran Buddha dan membina diri setelah mereka berkeluarga dan memiliki anak. Sebelumnya mereka menjalani kehidupan seperti orang awam pada umumnya, tapi sekarang mereka telah menjalani hidup dengan baik, membina diri, menjalankan Dharma Buddha, berusaha mengikuti Jalan Bodhisattva (Sad Paramita) dan berusaha mengembangkan Bodhicitta.

Mereka semua mulai terbentuk bersamaan dengan berkembangnya Vihara Sukhavati Prajna, peran serta mereka dalam menjalankan Dharma sungguh penuh dengan makna yang dalam. tawa bahagia, tangisan sedih, kekecewaan mendalam dan lain sebagainya telah kami rasakan bersama.

Tapi kami berusaha untuk tidak melekat terhadap semua itu dan belajar untuk melepaskan segala beban dalam hati, agar tidak menjadi kekotoran batin dalam diri kami, sehingga kami tetap bisa mendapatkan bimbingan yang benar dari Buddha-Bodhisattva. Kami berusaha untuk tidak terpengaruh dengan perkataan, pandangan dan tanggapan negatif dari luar. Yang kami lakukan adalah tetap menjalani apa yang seharusnya kami jalani. Semua hal negatif yang kami terima, tidak akan menghambat pembabaran dharma kami untuk semua makhluk.

Yang kami lakukan adalah, menjalankan setiap petunjuk Buddha-Bodhisattva, karena kami percaya Buddha-Bodhisattva tidak akan membiarkan kami mengalami kesulitan dan penderitaan. Kami percaya Buddha-Bodhisattva akan selalu menuntun dan membimbing jalan kami ke arah yang benar. Yang harus selalu kami jaga adalah hati, pikiran dan perbuatan. Merubah loba, dosa, dan moha menjadi kebajikan, cinta kasih dan kebijaksanaan seperti arahan Ucchusma Vidyaraja.

Selama ini aku membina diri tak pernah berpikir untuk diri sendiri, semua yang aku dapatkan dalam pembinaan diri, sudah selayaknya kubagikan kepada mereka yang berjodoh. Aku tidak pernah memaksakan diri, juga tak pernah memaksakan orang lain. Hanya saja aku selalu berusaha mengingatkan mereka agar mau mulai membina diri, karena dengan begitu akan bisa membantu diri sendiri dan membantu orang lain.

Banyak manusia mengalami kejadian yang tidak terduga dalam hidup mereka, walaupun diri sendiri tidak berniat menyakiti orang lain ataupun tidak pernah menyakiti orang lain, tapi diri sendiri tidak pernah bisa menduga kalau bencana dan kesulitan menghadang jalan hidup. Dicelakai dan diperdayai orang lain sering kali terjadi dalam kehidupan ini. Karena itu membina diri sangatlah penting untuk menjaga dan melindungi diri sendiri.

Setelah calon-calon Dharmaduta terpilih, selanjutnya banyak hal yang harus kupersiapkan. Mengembangkan Vihara tidaklah semudah pemikiran orang. Penuh dengan kesulitan dan hambatan. Karena dalam mengembangkan dharma aku berusaha untuk tanpa pamrih, tapi kadang segala usaha yang kulakukan tidaklah selalu dihargai orang. Tapi Buddha-Bodhisattva selalu mengatakan kepadaku bahwa aku tidak perlu memikirkan balasan terhadap apa yang kulakukan dan kuperbuat untuk orang lain, karena seorang Bodhisattva itu tanpa pamrih, tanpa balasan, rela menderita dan berkorban demi kebahagiaan semua makhluk.


“Kepergian semua masalah tak selamanya benar-benar pergi,
Kehilangan segala kesulitan
tak selamanya benar-benar terhindari,
Hanya berusaha untuk tak peduli
terhadap semua penderitaan ini,
Barulah bisa benar-benar menyadari
bahwa hidup di dunia ini begitu berarti.”


TAHAPAN ANNUTHARAYOGA TANTRA DAN PERLINDUNGAN PARA DHARMAPALA
    Dalam menjalankan pembinaan diri, aku tidak pernah mencoba untuk melompat kelas. Aku memulai pembinaan diri secara bertahap. Banyak orang berpikir aku terlalu cepat mencapai sesuatu dalam pembinaan diri, dan menganggap aku mengada-ada mengenai pencapaian yang kualami, bahkan banyak yang bersikap antipati terhadapku, mengira aku mengejar nama dan gelar.

Semua pencapaian dalam diriku juga berkah yang diberikan para Buddha-Bodhisattva, sama sekali tidak pernah kuharapkan. Memasuki tahapan-tahapan pembinaan diri selama ini juga tanpa pernah aku duga dan kurencanakan sama sekali. Semua bimbingan dan petunjuk terus mengalir seperti air menghampiri diriku.

Aku sempat memohon bantuan petunjuk dari beberapa orang yang telah berada diposisi tinggi dalam pembabaran Dharma Buddha mengenai diriku ini dan kontak batinku dengan Buddha-Bodhisattva, tapi mereka malah memintaku untuk mengabaikan dan tidak perlu mengikuti semua petunjuk dan kontak batinku itu. Bahkan dengan sesuka hati berkata bahwa banyak yang punya pengalaman seperti diriku dan mereka tidak menghiraukan pengalamanku ini.

Sesungguhnya, perjalanan hidupku berjodoh dengan ajaran Buddha adalah semua berawal dari munculnya kontak batinku dengan Guru Sejati karena aku sudah mulai sering menjapa Mantera dan Sutra, kemudian dalam meditasi satu persatu Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala datang memberi bimbingan. Saat aku tidak mendapatkan guru manusia yang bisa membimbing, para Buddha-Bodhisattva mempertemukan aku dengan seorang Guru Manusia agar aku lebih yakin lagi dalam membina diri, lalu dengan sendirinya aku diarahkan berjodoh dengan Mahaguru, setelah berjodoh dan bersarana dengan Mahaguru, secara roh aku diajarkan untuk melatih Dharma Tantra Mahaguru, yaitu membaca Mantera Sata Aksara, setelah mendapatkan kontak batin dengan Vajrasattva aku mulai terarah membaca Mantera dan Sutra Mahaguru, setelah mendapatkan kontak batin dengan Mahaguru aku mulai membaca Mantera dan Sutra Buddha Amithaba, setelah mendapatkan kontak batin dengan Buddha Amithaba dan mendapatkan konsentrasi meditasi dan bisa mengerakkan prana (chi) dalam tubuhku, aku dengan sendirinya memasuki latihan prana, nadi dan bindu (Tantra dalam), pernafasan botol, terbukanya nadi tengah, terbukanya 5 cakra dan bangkitnya api kundalini dalam tubuh sudah kumasuki. Aku telah menyatu dengan para Dharmapala yang sampai saat ini menjaga, melindungi dan menyertaiku (Vidyaraja Yoga), dibimbing berlatih memancarkan sinar pelangi oleh Vajravarahi dan saat ini aku sedang melatih Yoga Tantra tingkat ke-3 yang dibimbing oleh Dakini pembimbing dan Buddha Pembimbing (Annutharayoga Tantra).

Pelatihan Annutharayoga Tantra ini adalah yang paling sulit kulewati, karena pada tahapan pembinaan diri ini, aku telah diarahkan mandiri dan tidak mendapatkan banyak motivasi dari para Buddha-Bodhisattva seperti pada awal-awal membina diri.

Kadang aku tidak tau bagaimana cara melewati tahapan pembinaan Annutharayoga Tantra ini. Semakin lama aku semakin tidak bisa merasakan pencapaian dalam pembinaan diriku ini. Seperti tidak mengalami kemajuan tapi mengalaminya. Seperti sendirian tapi Mereka selalu mendampingi, seperti tidak ada tapi ada. Memasuki tahapan pembinaan diri saat ini, seperti tidak masuk diakal dan tak mungkin, tapi aku benar-benar telah mengalaminya.

Awalnya ada sedikit kekuatiran dalam menjalaninya, karena belum mengerti dan paham makna dan apa tujuan dari pembinaan diri Annutharayoga ini. Tapi semakin lama, aku mulai mengerti bahwa, ini adalah tahapan mengendalikan 5 nafsu dalam diri manusia yaitu: makan, tidur, sex, kesombongan dan ego. 5 nafsu ini amat berpengaruh dalam maju dan mundurnya pencapaian pembinaan diri kita dalam jalan dharma di tahap tertinggi.
Memasuki tahapan ini, tidak boleh salah melangkah karena akan berakibat fatal, dan bisa menyimpang jauh dari semestinya dan lebih menakutkan lagi bisa masuk ke Neraka Vajra. Apa yang tidak baik dalam diri yang berusaha dihilangkan, bisa berakibat malah tergantung pada hal itu. Ujiannya sangat besar dan saat ini aku belum mengetahui kunci melewati tahapan ini.
Anehnya pada awal melatih Annutharayoga Tantra, aku seperti sulit memasuki samadhi, setiap kali hampir masuk samadhi tiba-tiba saja kepalaku terangguk kedepan atau kebelakang seperti tertidur, padahal saat itu aku sedang tidak mengantuk. Entah mengapa seperti itu, setiap meditasi aku seperti tertidur dan mengalami ngantuk berat. Berulang kali aku kembali tersadar dan kembali memulai, selalu seperti itu, apa maksudnya ini, aku sungguh tidak mengerti.

Guru Sejatiku juga tidak memberikan petunjuk apa yang harus aku lakukan, aku seperti dibiarkan sendiri menjalani tahapan ini, Beliau hanya mengatakan bahwa aku pasti mampu melewati tahapan ini, bisa mencapai pencerahan dan memancarkan sinar terang.
Ya, aku jalani saja pembinaan diriku ini, selama itu berjalan ke arah yang benar dan tidak menyimpang dari ajaran Tantra dan ajaran Dharma Buddha.

Mungkin karena para Buddha-Bodhisattva mengetahui kalau aku belum paham dalam menjalani tahapan ke-3 pembinaan diri ini, sehingga para Dharmapala sampai turun menjaga dan melindungiku selama berlatih. Pada awal berlatih, dalam meditasi selalu saja muncul godaan berupa fenomena negatif, yang membuat aku tidak tenang dan sulit untuk berkonsentrasi dengan baik. Tapi berkat perlindungan para Dharmapala akhirnya aku bisa melewatinya. Aku sudah mengetahui caranya, yaitu: disaat prana mengalir kecakra bawah dan membukanya, akan dirasakan gesekan sensasi nyaman, dari lemah sampai terasa kuat, sensasi tersebut disebarkan keseluruh tubuh sehingga seluruh tubuh merasakan puncak kenyamanan, sensasi naik ke cakra dahi dan disaat itu dirubah menjadi kekosongan, dan puncak kekosongan itu dirubah kembali ke sensasi nyaman sampai puncaknya, dirubah lagi menjadi kekosongan, dirubah terus sampai pada tahap kekosongan, seluruh prana berkumpul di cakra hati dan cakra dahi terisi penuh, sehingga seluruh pori-pori tubuh seakan terbuka dan memancarkan cahaya putih yang semakin terang benderang. Artinya membalikkan bindu yang turun atau menaikkan bindu berulang-ulang sampai sedikit demi sedikit sinar terang terpancar keluar.

Awal sebelum terciptanya sensasi nyaman tersebut, aku merasakan prana dari cakra pusar, turun ke cakra bawah, lalu naik melalui tulang belakang melewati nadi tengah ke cakra mahkota, lalu turun ke cakra dahi, cakra hati, cakra pusar dan terus berputar kembali ke cakra bawah. Aku merasakan perputaran itu beberapa kali. Kemudian aku merasakan bagian perut bawahku terasa padat dan panas, seakan ada api didalam perutku. Lalu kurasakan api tersebut berbentuk bola berputar-putar, naik turun diseluruh tubuhku, aku benar-benar merasakan pergerakan dan perputaran bola api dalam diriku itu. Aku tetap memfokuskan pikiran dan tetap berkonsentrasi selama pergerakan itu berlangsung.

Selama berlatih Annutharayoga, aku tidak merasakan sakit apapun, tidak seperti saat aku berlatih mengaktifkan kundalini untuk memancarkan sinar pelangi yang diajarkan oleh Vajravarahi. Karena saat aku berlatih Annutharayoga dibimbing oleh Dakini Pembimbing, aku tidak mempunyai kekotoran batin dan tidak sedang memendam kesedihan didalam hati. Aku sudah mengerti arti belajar untuk melepaskan segala beban yang diajarkan oleh Buddha-Bodhisattva. Selama dibimbing Dakini, aku benar-benar rileks, tiada beban, tenang dan pikiranku jernih.

Seiring dengan tahapan Annutharayoga, akhirnya aku bisa juga menciptakan Lagu Rohani Buddhis, amanat ini sudah agak lama diturunkan kepadaku, waktu itu aku baru bisa menciptakan satu lagu saja yang berjudul “Jalan Kebenaran” tapi belum ada musiknya. Isi lagu tersebut adalah menceritakan bagaimana kehidupanku sebelumnya dan berjodoh dengan Guru Sejati, mendapatkan jalan kebenaran dan ajaran Buddha. Tak terasa saat ini aku telah bisa menciptakan beberapa lagu dan meluncurkan vcdnya.

Aku sangat lega karena akhirnya salah satu tugasku telah selesai, semoga saja pembabaran Dharma bisa kusampaikan lewat lagu dan banyak orang tercerahkan dan mulai merubah diri serta termotivasi menjalankan Dharma Buddha dengan setulus hati. Dengan adanya bimbingan Buddha-Bodhisattva ada saja talenta yang dibantu dimunculkan dalam diriku, dari tidak bisa menulis, mendirikan Vihara, membimbing umat, mencipta lagu dll, satu persatu dibantu dikembangkan dan dimunculkan dalam diriku, dari sini aku sadar bahwa banyak hal bisa aku lakukan dalam menjalankan Dharma. Kadang banyak orang beranggapan kalau menjalankan rohani pasti akan mengalami kebosanan dan monoton sembahyang saja, padahal sesungguhnya Dharma Buddha walaupun ajarannya tidak berubah tapi selalu mengikuti perkembangan zaman dan bersifat fleksibel, agar semua insan bisa mengikutinya. Di zaman sekarang banyak sekali kemudahan yang diberikan kepada kita, agar kita tidak terlalu sulit mengikuti ajaran Buddha.

Asalkan apa yang kita lakukan tidak melanggar Pancasila Buddhis, segala teknologi dan ke-modern-an yang ada didunia ini bisa kita gunakan untuk pembabaran Dharma. Dan ternyata menjalankan kerohanian dan pembinaan diri dalam jalan Dharma Buddha begitu menyenangkan dan mengembirakan. Ada rasa puas yang berbeda disaat berhasil menjalankan dharma, dibanding dengan disaat berhasil dalam keduniawian. Kebahagiaan yang mendalam dan tak terkatakan. Perasaan bahagia disaat bisa membantu seseorang yang mengalami kesulitan, perasaan kagum dan takjub terhadap setiap bimbingan tak terduga dari Buddha-Bodhisattva, semua itu sulit untuk diucapkan dengan kata-kata. Karena didalam rohani kita tetap bisa berkarya dan mengembangkan talenta dalam diri kita untuk semua makhluk, kebahagiaan ini tidak terbayar dengan apapun yang ada didunia ini. Walaupun kadang kala tidak semua kebaikan yang kita berikan akan mendapatkan tanggapan yang baik juga.

Tapi hal itu seharusnya tidak perlu dipikirkan, Buddha-Bodhisattva mengajarkan agar segala kebajikan yang dilakukan haruslah tanpa pamrih, apapun tanggapan orang terhadap kebaikan yang kita berikan, janganlah melekat dan mempengaruhi pembabaran Dharma, berbuat kebaikan tidak perlu memikirkan hasilnya, apalagi memikirkan balasannya.

“Bunga bermekaran begitu indah,
Namun tidak seindah cahaya rembulan,
Padi yang menguning,
Namun tak sekuning dan secerah matahari,
Dunia penuh halangan,
Namun tiada yang mengerti,
Hanya yakin pada hati semua bisa terhindari.”


UJIAN MARA TAHAP KE-3
    Sejak aku menjalani pembinaan diri tahap ketiga, aku sepertinya dibiarkan sendiri dalam menghadapi segala sesuatu. Ditahapan ini aku tidak bervegetarian, karena membutuhkan energi besar untuk membangkitkan api dalam, tapi aku selalu membaca mantera penyebrangan roh untuk makanan non vegetarian itu, agar roh binatang yang aku makan tersebut bisa terlahir ke alam yang lebih baik, baru setelah itu mempersembahkan terlebih dulu untuk para Dharmapala, membaca mantera persembahan dan memvisualisasi makanan menjadi banyak sambil membaca mantera persembahan, baru aku memakannya.

Tanpa kusadari, energi makanan tersebut semakin lama menambah hawa yang dalam diriku, sehingga ego dan amarah yang telah beberapa tahun ini bisa diredam mulai muncul. Aku bertanya pada Guru yang membimbingku ditahap ini, mengapa aku merasa mulai timbul emosi? Beliau berkata, sebelumnya aku vegetarian dan bisa mengurangi emosimu, tapi sesungguhnya emosi saat aku vegetarian tidaklah hilang sama sekali, karena itu disaat mulai non vegetarian unsur yang dalam daging membuat darah dan energi bertambah, sehingga membuat emosi yang tadinya hanya diredam, itu muncul kembali, bahkan amarah dan emosi tersebut bisa lebih besar dibanding sebelumnya.
Karena itu, ditahapan ketiga ini aku dibimbing untuk merubah emosi dan amarah tersebut menjadi cinta kasih, bukan meredam ataupun melenyapkannya. Ketiga nafsu dalam diri kadang muncul tidak disadari, diri sendiri kadang tidak bisa menilai kesalahan, sehingga butuh adanya orang lain yang bisa menilainya. Karena manusia cenderung membenarkan apa yang dilakukannya dan sulit untuk bisa introspeksi dan merubah diri.

Ditahapan ini aku hampir saja tidak menyadari perubahan dan ujian ini, tanpa kusadari aku kembali memendam sesuatu hal dalam hatiku, sehingga emosi kembali muncul. Karena adanya sedikit kekotoran batin aku sulit untuk berkontak batin dengan Guru Sejati dan Buddha-Bodhisattva, aku merasa seakan-akan Buddha-Bodhisattva pergi entah kemana dan membiarkan aku sendirian terkungkung dalam kerisauan hati. Semakin aku memendamnya, semangat dalam diriku mulai agak menurun. Setiap hari badan terasa lelah, tidur sudah lebih dari 8 jam tapi masih kurang lama rasanya. Hawanya malas, mengantuk dan mudah tersulut emosi. Aku sudah tidak menyadari kalau Mara telah mulai masuk mencobaiku.

Untungnya aku punya seseorang yang bisa memberikan aku masukan yang positif, Ketua Vihara banyak membantuku memahami kesalahanku, sehingga akhirnya setelah aku menyadari hal tersebut dan mulai kembali menjernihkan hati dan melepaskan beban dalam hati, pikiranku mulai tersadarkan kembali.

Aku merasakan perubahan drastis dalam tubuhku, tubuh mulai terasa segar dan bersemangat kembali, emosi dan amarahku hilang tak berbekas. Dan aku merasakan gangguan Mara telah hilang saat ini, karena aku tidak terpengaruh lagi padanya. Malam harinya saat aku tidur, aku bermimpi. Aku dan suami (Ketua Vihara) mengendarai sebuah mobil berjalan di daerah yang terasa aneh. Suamiku menunjuk kesamping jalanan yang kami lewati, “Lihat laut itu sudah rata!“. Aku mengikuti arah jari yang ditunjuknya. Aku berpikir apakah itu? laut yang kulihat kenapa bukan air, tapi seperti kumbangan lumpur agak keras dan rata. Semakin menyusuri jalan dan memandang laut yang berupa lumpur padat itu, aku melihat ada sebuah kapal besar yang karam dilumpur tersebut, kapal karam yang tidak bergerak tersebut mendadak kulihat bergerak maju, aku memberitahukan suamiku untuk berhati-hati karena kapal tersebut seakan menuju kearah mobil kami, tapi belum sampai ke arah kami kapal tersebut terbalik dan aku melihat kembali dengan sangat jelas, ternyata kapal tersebut tidak jalan sendiri, tapi ada kapal lain yang jauh lebih besar mendorong kapal tersebut hingga terbalik.

Kapal besar yang mendorong kapal yang terbalik tersebut terlihat aneh, karena bagian depan kapal tersebut berbentuk kepala alien (makhluk ruang angkasa yang menyeramkan), dan lebih aneh lagi kapal berkepala alien tersebut seakan senang telah membuat kapal itu terbalik. Mobil kami terus berjalan menyusuri laut lumpur tersebut, sampai kemudian apa yang kulihat bukan lagi laut lumpur, tapi sederetan rumah penduduk yang rusak dan tidak berpenghuni. Keadaan kerusakan rumah-rumah tersebut seperti habis terkena bencana gunung berapi yang diselimuti asap vulkanik. Suasana terasa mencekam sekali. Tapi kami terus berjalan maju, semakin ke depan aku melihat walaupun rumah-rumah didepannya juga rusak dan tidak ada penguninya, tapi aku melihat beberapa ekor binatang muncul didekat rumah-rumah tersebut, binatang itu seperti bebek, ayam dll, semakin kedepan lagi aku melihat rumah-rumah yang masih dalam kondisi rusak, tapi sudah terlihat orang-orang beraktifitas.

Setelah melewati itu semua kami berhenti disalah satu rumah, yang anehnya hanya rumah tersebut yang tidak rusak, sedangkan semua rumah disekitarnya rusak. Kami turun dari mobil dan suamiku menuju pintu rumah tersebut dan mengetuknya, tapi sudah beberapa lama diketuk, belum ada yang membukakan pintu tersebut. Namun tiba-tiba ada seorang wanita berambut pendek keluar dari pintu sebelah rumah tersebut, sepertinya dia hendak pergi keluar karena dia memegang tas tangan.

Suamiku menghampirinya berniat untuk bertanya padanya aku tidak bergerak dan hanya melihat mereka saja, tapi saat suamiku sampai didekatnya, wanita tersebut tanpa berkata apa-apa memegang lengan suamiku, aku melihat saat wanita itu menyentuhnya, suamiku terlihat bergetar kuat dan setelah itu agaknya tidak sadar diri seperti dihipnotis, wanita tersebut mendorong suamiku kebelakang dan suamiku tidak bisa menghindarinya.

Aku mulai curiga kalau wanita tersebut pasti berniat tidak baik, aku langsung menghampiri wanita tersebut, dan dia mencoba melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada suamiku. Tangannya cepat memegang lengan kiriku, saat itu aku seakan merasakan ada aliran listrik yang disalurkan olehnya, tapi aku tidak terpengaruh. Aku segera mengambil tangannya yang memegang lenganku tersebut dan mengigitnya. Saat tangannya kugigit, dia seperti tidak merasakan sakit dan mencoba untuk menyerangku. Aku merasakan kekuatan dalam diriku, dan segera menampar pipinya dengan keras, saat itu aku sama sekali tidak merasa takut menghadapinya.

Setelah wanita itu kutampar, dia menghilang begitu saja. Lalu aku melihat suamiku sepertinya masih terpengaruh dengan hipnotisnya. Karena kupikir dengan menampar pipi wanita itu langsung hilang, jadi ku tampar juga pipi suamiku dengan keras, dan benar saja dia langsung sadar. Disaat kami sudah keluar dari kesulitan itu mendadak pintu yang tadinya diketuk suamiku tidak ada yang membukanya, mendadak terbuka dengan sendirinya. Lalu kami masuk kedalam rumah tersebut, aku kira itu tempat apa, ternyata didalam rumah tersebut adalah Vihara, terlihat orang berlalu lalang memegang hio bersembahyang dan aku melihat altar-altar Dewa disana. Lalu aku terbangun dan melihat jam menunjukan pukul 6 kurang 15 menit.

Dan disaat meditasi pagi ini, aku merasakan sensasi yang sangat berbeda dari biasanya selama melatih tahap ke-3. Chi dalam tubuhku bergerak dan berputar sangat kuat dan mengelilingi seluruh tubuhku. Dari ujung kaki sampai kepala dan ujung jari tanganku. Setelah itu perut bagian bawah terasa panas dan ada sesuatu yang naik ke cakra dahi, cakra dahiku terasa ada tekanan dan terasa penuh terkumpul chi. Setelah beberapa saat cakra dahi terbuka, lalu chi tersebut turun ke cakra tenggorokan membukanya, turun ke cakra pusar juga membukanya, terus bergerak ke 2 cakra bawah juga membukanya, lalu chi berputar naik keatas melalui tulang ekor dan tulang punggung terus ke kepala, sampai diubun-ubun kepala terasa cakra mahkota terbuka.

Disaat terbukanya cakra mahkotaku, wujud para Guru tahap ke-3 yang membimbingku selama ini naik dan masuk satu persatu melalui cakra mahkota kedalam tubuh, dan setelah itu aku berubah menjadi Guru-guruku tersebut. Aku telah menyatu dengan Mereka. Salah satu Guru Pembimbingku mengatakan kalau aku telah melewati ujian Mara tahap ke-3, baik ujian melalui dunia nyata maupun ujian melalui mimpi. Aku telah melewati tahapan ini, mereka menghadiahkan benda seperti tongkat Katdvanga untuk pondasi rohku. Dan aku telah menjadi seorang Yogini Tantra, dan mendapatkan gelar “Sukhavatiyogini”.

Ternyata luapan emosi yang sangat besar itu dan mimpi pagi ini adalah ujian pembinaan diriku ditahap ke-3, hampir saja aku terjebak dalam godaan Mara. Arti mimpiku adalah perjalanan Dharma yang sedang aku jalani saat ini, aku bagaikan sebuah kapal besar yang karam dan terjebak dalam kesulitan, disaat situasi itu Mara yang berwujud kapal berkepala alien itu terus mendorongku untuk semakin terpuruk. Rumah-rumah yang terkena bencana itu adalah penderitaan semua makhluk, dan saat suamiku hendak menuntunku untuk kembali kepada Buddha-Bodhisattva, Mara dengan wujud wanita mencoba menghalangi kami.

Aku sangat bersyukur karena suamiku telah membantu menyadarkan diriku, aku bersyukur karena Buddha-Bodhisattva melindungiku. Walaupun ditahapan ini aku diharuskan untuk mandiri, tapi aku percaya Guru Sejati dan Buddha-Bodhisattva tidak meninggalkan aku dan tetap menjaga dan melindungiku. Semoga saja kedepannya perjalanan hidup dan Dharmaku bisa lancar, dan belajar untuk mawas diri dan tetap ingat untuk selalu menjernihkan hati dan pikiran serta menjaga perkataan dan perbuatan. Dan yang lebih penting lagi, tidak meninggalkan bhavana walau hanya 1 hari saja.

Pada akhir tahap Annutharayoga, aku mengalami ujian yang lebih besar lagi. Dalam tahapan ini aku diharuskan memunculkan nafsu dalam diri untuk dirubah menjadi cinta kasih. Dalam kehidupan nyata aku mulai merasa bahwa api cemburu / iri hati muncul dalam hatiku, sampai membuat dadaku terasa sesak. Hampir tidak bisa ku kendalikan, tapi tahap ujian kali ini aku sudah cepat tanggap menghadapinya, sehingga aku segera membicarakan hal tersebut pada suami.

Baru beberapa hari shadana penyatuan dengan Buddha Pembimbing ditahapan akhir Annutharayoga, aku sudah mengalami 3 kali mimpi yang tidak baik. Yaitu:
1. Ada seorang wanita yang mencoba mencelakaiku melalui 2 orang laki-laki yang disuruhnya, tapi aku dan suami bisa mengatasi hal ini.
2. Ada 3 orang tidak ku kenal datang ke Vihara, pura-pura hendak berkonsultasi, tapi mereka semua malah menyebar di Vihara dan mencoba berbuat hal yang tidak baik, tapi aku berhasil mengetahui dan menggagalkan perbuatan mereka sehingga Vihara terhindar dari kesulitan.
3. Sekumpulan Mara berusaha menyerangku dan Umat Vihara, tapi kami bisa menghalau mereka dengan mengangkat tangan kami ke langit dan memohon pertolongan Alam Semesta sambil membaca Mantera, dan langit bereaksi sehingga muncul petir menyambar sehingga sekumpulan Mara yang menyerang akhirnya pergi.

Ketiga mimpiku ini sangat jelas dan tetap kuingat walau aku terbangun dari tidur. Pengalaman mimpi sebelumnya saat diganggu Mara, membuatku lebih berpengalaman dan tidak begitu panik lagi. Aku tidak membiarkan hal ini berlarut-larut, dan tidak membiarkan Mara berhasil menggodaku ataupun berusaha menggagalkan pembinaan diriku. Aku harus bisa merubah iri hati / cemburu dalam hatiku itu menjadi cinta kasih universal. Cinta kasih untuk semua makhluk dan semua insan, bukan cinta kasih individual, itu yang diajarkan Guru Sejatiku saat Beliau hadir memberi petunjuk.

Berkat bimbingan, perlindungan dan petunjuk para Buddha-Bodhisattva serta dukungan dan nasihat dari suami, akhirnya tahapan Annutarayoga telah ku selesaikan dengan baik, para Dakini datang memberikan adhistana dan memancarkan berbagai sinar pada diriku, para Dakini telah memberikan kekuatan gabungan padaku untuk bisa melewati tahapan Annutharayoga. Dan aku telah memasuki tahapan dzogchen (penyempurnaan/ penyelesaian) dan masih dibimbing oleh Buddha-Bodhisattva di tahapan Annutharayoga. Di tahapan ini aku harus menjalani pengasingan selama 7 hari, agar konsentrasi tidak terganggu dan bisa menyelesaikan bimbingan dengan baik.

Terima kasih para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa dan para Dakini atas semua berkah dan banyak kemudahan yang telah diberikan kepadaku. Semakin berjalannya waktu aku semakin kuat menjalani segala kesulitan, semakin mengerti makna kehidupan dan pembinaan diriku dan yang terpenting semakin bijaksana dalam menilai segala sesuatu yang ada disekitarku.


“Biarkanlah bumi berguncang, biarkanlah laut meluap,
Asalkan hati tetap tenang, maka terhindar dari kesulitan,
Biarkanlah semua pergi, biarkanlah semua meninggalkan diri ini,
Asalkan hati tetap bersih, maka akan bisa menjalani kehidupan ini.”



BERSAMA MAHASTAMAPRAPTA BODHISATTVA MENGUNJUNGI ALAM SUKHAVATI
    Beberapa bulan ini aku merasa perkembangan pembinaan diriku seakan berjalan ditempat, aku merasakan demikian karena aku seperti tidak mengalami apa-apa dan tidaklah secepat pencapaian sebelumnya. Mungkin ini karena kesalahanku, sekarang ini terlalu banyak pertimbangan setiap mendapatkan petunjuk dan arahan dari alam semesta. Terlebih ada sedikit kekecewaan tersembunyi atas beberapa kejadian yang kualami.

Hal itu membuat aku kurang bersemangat dalam berbhavana belakangan ini, walaupun kegiatan vihara tetap berjalan dengan baik, tapi aku tidak lagi merasakan adanya pengalaman-pengalaman baru yang berkesan mendalam, ataupun mengalami terbukanya rahasia langit seperti dulu.

Entahlah, mungkin karena belakangan ini aku selalu mengabaikan alam semesta atau mungkin mulai timbul tinggi hati dan kesombongan dalam diriku. Rasanya aku tidak berminat untuk bertemu orang lain dan banyak bicara panjang lebar serta enggan untuk melakukan sesuatu membantu orang lain. Tanpa sadar aku lupa pada misi dan ikrarku sendiri dan mulai berjalan kearah dan tujuan yang berbeda dengan Buddha-Bodhisattva.

Aku telah menutupi hatiku sendiri, malas untuk membina diri dan memecahkan masalah orang lain, karena aku merasa apa yang aku lakukan tidak dihargai oleh mereka. Kadang aku berpikir, aku harus membuat mereka sulit bertemu denganku dan sulit untuk mendapatkan petunjuk dariku agar mereka lebih menghargai Dharma.

Ternyata sikapku ini menimbulkan kekotoran batin. Aku mulai memikirkan kesenangan dan kenyamanan diriku sendiri.
Hari ini aku bertukar pikiran dengan suami, dia banyak memberikan masukan positif. Katanya dulu aku selalu mengikuti petunjuknya, tapi belakangan ini aku jarang bisa menerima masukannya. Mungkin ini yang dinamakan bahwa, “seseorang disaat awal membina diri, masih polos dan bisa menampung bimbingan dan menjalankan setiap petunjuk. Tapi disaat sudah berada diatas tingkatan tertentu, dia sudah mulai tidak bisa menerima masukan lagi dan lebih banyak bertindak dengan pikirannya sendiri, tanpa memohon petunjuk alam semesta.”

Mungkin ini ujian yang harus aku lewati untuk bisa menumbuhkan sikap metta, karuna, mudita dan upeksa pada orang lain.

Sore ini aku kembali mencoba menjalani kembali saran suami untuk menjernihkan hati dan pikiran, mulai membuka hati dan melepaskan segala kekecewaan yang telah berlalu, agar bisa kembali menyatu dengan alam semesta. Aku akui, intensitas meditasiku telah berkurang dibanding sebelumnya.
Karena itu, aku kembali membuktikan apakah aku benar-benar mampu untuk pergi ke alam lain dan alam semesta benar-benar bereaksi padaku.

Ternyata memang bisa dan ada reaksi dari alam semesta. Ternyata aku meragukan diriku sendiri. Aku menjapa Mantera Hati Mahastamaprapta 108x, tidak lama kemudian Beliau hadir, dalam meditasi aku mulai merasakan ketenangan dan dengan cepat sinar terang tampak dalam pandangan mataku yang terpejam. Chi mulai naik ke cakra dahi, cakra dahiku tertekan beberapa saat lalu chi naik ke cakra mahkota, membuka ubun-ubun kepala seperti kelopak bunga teratai mekar, dengan sekali hentakan rohku meloncat keluar dan melesat naik, mendampingi dan mengikuti Mahastamaprapta terbang ke langit.

Kami sampai dipelataran Alam Sukhavati, Beliau memberitahukan hal itu kalau aku sudah tahu tempat ini. Aku memang sudah beberapa kali kepelataran Alam Sukhavati ini, yaitu saat pertama kalinya mengetahui jati diri, saat mengantar roh ayah mertua dll.

Mahastamaprapta berkata: “Desi, ini adalah pelataran Alam Sukhavati, terdiri dari hamparan rumput halus dan hijau, yang ditumbuhi pohon-pohon berkah dan dihuni binatang-binatang terbang yang berbulu indah dan binatang berkaki empat yang anggun dan berkarisma. Ada burung berkepala dua dan tiga, merak, cendrawasi berekor merah, kijang berkepala indah dll.  Dipelataran ini, biasanya roh-roh yang baru tiba di Alam Sukhavati akan melalui tempat ini, roh manusia yang saat di dunia meninggal tua dan sakit, saat menginjak pelataran ini mereka akan menjadi muda kembali dan sehat, dan tempat ini adalah tempat para Bodhisattva dan Dewa-Dewi berkumpul untuk bertemu dan bercengkrama. Kau pasti sudah mengetahuinya bukan? Saat ini Aku khusus mengajakmu melihat-lihat Alam Sukhavati.”

Kami masuk kebagian dalam, ternyata sangat indah, semua yang tersebut dalam Sutra Buddha Amithaba mengenai Alam Sukhavati ada disini, tempat yang berlapis Lazuardi, Mutu Manikam dan lain sebagainya.
“Ayo kita ke Alam Sukhavati tingkat pertama?!!” Mahastamaprapta mengajakku, aku mengikuti Beliau pergi dan rasanya memang seperti naik 1 tingkat ke atas. Terlihat agak kejauhan kawasan indah yang terdiri dari banyak rumah-rumah yang dilapisi kabut putih tipis seperti Alam Kahyangan.

Aku tidak masuk ke dalam kawasan rumah-rumah itu dan hanya mendampingi Mahastamaprapta dari kejauhan, situasinya sama seperti waktu Mahaguru mengajakku ke Nirwana dan Neraka.

Mahastamaprapta berkata: “Ini adalah tingkat ke-1. Roh yang terlahir di tempat ini adalah mereka yang menjalani hidup dengan baik, masa hidup 10 kalpa atau 10.000 tahun Alam Manusia, mereka saat di dunia melakukan 10 perbuatan baik, yaitu : melihat, mendengar, berbicara, memegang, berjalan, usaha, berbuat, berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang baik.  Dari tingkat 1 sampai tingkat 5 sama adanya, biasanya orang awam dan tidak melatih diri semasa hidup.”

Lalu kami naik ke tingkat ke-6, kawasan rumah lebih besar dari sebelumnya dan lebih indah.
Mahastamaprapta berkata lagi: “Roh yang terlahir di tingkat 6 sampai tingkat 10. Adalah semasa hidup mereka mulai berbuat satu atau dua kebajikan untuk orang lain. Roh yang terlahir di tingkat 11 sampai tingkat 20, adalah yang semasa hidup mereka mulai berbuat kebajikan untuk orang banyak dan melatih diri membaca mantera dan sutra. Roh yang terlahir di tingkat 21 sampai tingkat ke 28, adalah semasa hidup banyak berbuat kebajikan besar untuk orang banyak, melatih diri membaca mantera dan sutra dan melatih meditasi. Yang terlahir di tingkat ini tidak akan tumimbal lahir kembali karena sudah sama dengan Bodhisattva dan baru akan terlahir kembali jika mereka ingin mencapai tingkat lebih tinggi atau memiliki misi/ikrar agung. Alam Sukhavati adalah Surga Buddha Amithaba atas ikrar agungNya, Beliau tinggal di Surga ini, sedangkan Aku dan Dewi Kwan Im walaupun kami pendamping utama Buddha Amithaba, tapi kami tidak tinggal di Alam ini. Dewi Kwan Im berada di AlamNya yang bernama Alam Bambu Putih, dan Aku Mahastamaprapta di Alam Lotus Hijau. Hanya kadang kami berada di Alam Sukhavati ini.  Kami bertiga mempunyai misi dan ikrar yang sama, yaitu menggunakan welas asih dan cinta kasih untuk menolong semua makhluk terlepas dari penderitaan dan bisa terlahir di Alam Sukhavati. Jika ada orang yang menyebut nama kami di saat menjelang ajal menjemputnya, dan bertobat atas segala kesalahan dan dosa yang diperbuat sebelumnya, maka Kami akan datang menjemput orang tersebut untuk terlahir di Alam Sukhavati.  Tapi menyebut nama kami tidaklah semudah apa yang dipikirkan manusia, karena menyebut nama kami haruslah keluar dari hati yang tulus. Banyak manusia yang di akhir ajalnya susah menyebut nama kami, karena ada ego dan ketidakpercayaan mereka, sehingga mereka tidak kami jemput untuk terlahir ke Alam Sukhavati dan harus masuk ke neraka dan ke alam menderita lainnya. Dewi Kwan Im dan Aku adalah pendamping Buddha Amithaba, karena Buddha Amithaba adalah Yidam kami, Dewi Kwan Im melambangkan cinta kasih/welas asih, aku melambangkan kebijaksanaan dan kekuatan. Bunga lotus yang aku pegang melambangkan hal itu, yaitu keindahan dan kekuatan perlindungan dari segala gangguan. Sama seperti  Bodhisattva Manjusri dan Bodhisattva Samanthabadra yang mendampingi Buddha Sakyamuni sebagai Yidam mereka, Bodhisattva Manjusri melambangkan kekuatan dan kebijaksanaan dan Bodhisattva Samanthabadra melambangkan keindahan dan cinta kasih serta hormat kepada para Buddha.”
“Kolam teratai kembar, kau sudah pernah mendatanginya, jadi aku tidak mengajakmu kesana lagi. Kolam teratai kembar berada di tingkat ke-28 (tingkat tertinggi), merupakan tempat tinggal Padmakumara dan tempat lahir para Kumara. Anak Kumara yang lahir dari bunga teratai di kolam teratai kembar adalah berasal dari manusia yang melatih diri di tingkat Biksu yang membina diri dengan baik, jadi bayi Kumara masih polos dan suci, tiada karma baik ataupun karma buruk. Bayi Kumara bisa tumbuh besar di Alam Sukhavati dan tidak tumimbal lahir lagi, tapi bayi Kumara bisa turun ke dunia lagi, ini semua karena hukum sebab akibat, adanya permohonan manusia yang memohon berkah anak dan adanya permintaan atau ikrar bayi Kumara tersebut saat menjadi Biksu untuk membina diri dan mencapai tingkat tertinggi/ke-Buddha-an. Semua berdasarkan karma jodoh antara orang tua dan bayi Kumara itu sendiri, semua ada sebab akibatnya, tapi ini adalah sebab akibat yang baik.”

Bodhisattva Mahastamaprapta menjelaskan kepadaku banyak hal, membuat aku sedikit banyak mengerti sesuatu yang tidak di ketahui orang lain pada umumnya. Bodhisattva Mahastamaprapta mengajak dan menjelaskanku sampai disini dan meminta aku untuk kembali, karena ini pertama kalinya kau kembali pergi ke Alam lain. Besok dan selanjutnya Beliau berkenan untuk menemaniku melihat-lihat Alam Sukhavati lagi dan menjelaskan tempat-tempat lainnya di Alam Sukhavati.
Ternyata memang aku masih bisa pergi ke Alam lain, sesungguhnya aku yang tidak mau saja melakukannya, karena kelebihan dan berkah yang telah diberikan Kaisar Langit dan Buddha-Bodhisattva tetap masih ada dalam diriku dan tidak hilang sama sekali, semua tergantung apakah aku membuka hatiku atau tidak terhadap alam semesta.


“Berseminya bunga mekar tiada suatu keceriaan,
Berbuahnya pohon perdu tiada suatu kebahagiaan,
Hanya sepi, sunyi dan hanya gelap gulita,
Semua kiasan itu tiada arti sama sekali,
Berjalan dilorong yang gelap, hanya melihat sedikit cahaya,
Berjalan diterang benderang, tidak ada titik kegelapan,
Kemanakah harus memilih, semu atau nyata? kelihatan atau tidak?
Hanya orang yang bijak yang mengetahui pilihannya.”



PERTOBATAN BHAGAVATI USNISSA VIJAYA
    Pagi ini sekitar pukul 3 pagi, entah kenapa aku merasakan sedikit sakit dibagian pinggang sampai pangkal paha sebelah kanan, sakitnya seperti masuk angin. Aku mencoba mengurut bagian tersebut tapi tidak juga hilang, sampai terasa ingin buang air besar, tapi setelah buang air besar tetap masih sakit. Aku mencoba untuk tidur, tapi tidak bisa. Lalu aku memutuskan untuk duduk meditasi.

Tidak lama dengan cepatnya ada pergerakan, kukira sakit yang kurasakah ini karna latihan yoga Dakini Pembimbing tidak kulanjutkan seperti biasanya, sehingga Beliau datang lagi untuk menyelesaikan latihan semalam, tapi gerakan yoga tersebut kurasakan berbeda, ini bukan yoga Dakini Pembimbing.

Karena aku kurang leluasa beryoga diatas ranjang, aku beranjak turun ke lantai dan menarik matras duduk serta kembali berkonsentrasi. Setelah beberapa saat mengikuti gerakan yoga tersebut, aku baru menyadari, dengan sendirinya kedua tanganku membentuk Mudra Usnissa Vijaya dan dengan sendirinya melafal mantera hati Usnissa Vijaya, tidak lama kemudian Usnissa Vijaya turun dan muncul dihadapanku, Beliau berkata:

“Desi, maaf aku datang sepagi ini, kau merasa sakit ?”
“Iya Usnissa Vijaya, entah kenapa demikian.”

“Itu karena aku memanggilmu, maaf karena aku menggunakan cara itu untuk membangunkanmu, karena aku ingin memberitahukan hal yang penting.”

“Mohon petunjuknya Usnissa Vijaya“

“Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa, Vihara Sukhavati Prajna harus dibuatkan Ritual Pertobatan. Buatlah Ritual Pertobatan setiap tanggal 18 di bulan Imlek”

“Untuk apa Ritual Pertobatan itu?”

“Untuk membantu insan mencapai kontak batin, menghapus karma buruk dan penyembuhan penyakit juga manfaat lainnya.  Susunlah Ritual Pertobatan itu dan dengarkan petunjukKu ini “

Aku mendengarkan perkataan Usnissa Vijaya dengan jelas, bahkan sangat jelas sekali. Beliau menuntunku menyusun tata cara Ritual Pertobatan dan memberikan nama untuk Ritual tersebut, “Pertobatan Bhagavati Usnissa Vijaya.“

Dalam Ritual Pertobatan itu, ada sembah sujud kepada Buddha-Bodhisattva, membaca Sutra Usnissa Vijaya sebanyak 7 x 7 = 49x maksudnya adalah, pengikisan karma 7 kehidupan sebelumnya dan 7 kehidupan mulai saat ini dan yang akan datang, seluruh karma buruk terkikis dan terhapus, karma baik terus berkembang. Dan pertobatan ini untuk diri sendiri.

Insan banyak yang tidak menyadari telah berbuat kesalahan dan dosa, baik di kehidupan lalu maupun sekarang, dengan adanya pertobatan ini, karma buruk mereka bisa terkikis dan bisa mencapai kontak batin dengan alam semesta.

Usnissa Vijaya datang pagi sekali untuk bisa membimbingku membuat Ritual Pertobatan, tujuannya untuk orang banyak, manfaatnya sangat besar bagi manusia. Perhatian dan usaha para Buddha Bodhisattva dalam menolong semua makhluk sungguh besar. Setiap saat memperdulikan keselamatan dan kebahagiaan semua makhluk, khususnya manusia.


“Buat apa hidup menderita...
Buat apa menyesali...
Yang sudah terjadi biarlah terjadi,
Tak perlu ditangisi, tak perlu disesali,
Yang harus dilalui adalah kehidupan,
Upaya untuk merubah, upaya untuk membenahi diri,
Agar segala karma bisa terkikis dan terhapus.”



MEMBERIKAN YANG TERBAIK ADALAH KEBAHAGIAAN
    Sore ini, saat kami bertiga, Ketua Vihara, saudari Maha Dharani dan aku sedang berdiskusi mengenai beras mana yang akan kami beli untuk acara bakti sosial memperingati hari Ulambana Ksitigarbha Bodhisattva, kami tanpa sengaja melihat ke kamera cctv. Di area altar sumpah Boddhi dan altar Sie Mien Fo banyak sekali orbs atau bulatan putih terbang kesana kemari.  Menandakan turunnya roh-roh. Banyaknya orbs melebihi dari biasanya, bergerak seperti arus dan gelombang air laut.

Aku merasakan kontak dan getaran roh tersebut, dan masuk kedalam meditasi. Dengan sendirinya rohku keluar dari tubuh menuju ke altar Sumpah Boddhi. Ternyata Ksitigarbha datang bersama pengikutNya untuk inspeksi Vihara Sukhavati Prajna.  Karena sebentar lagi kami akan mengadakan Upacara Api Homa Penyeberangan Roh dan Bakti Sosial.

Ksitigarbha berpesan untuk mempersiapkan Upacara dengan baik dan menyediakan sebuah kapal untuk upacara penyeberangan roh yang berukuran sedang, karena Vihara Sukhavati Prajna nanti akan melakukan penyeberangan roh besar-besaran. Ksitigarbha juga sangat senang karena kami telah memilih beras yang terbaik untuk bakti sosial dan tidak memilih beras yang lebih murah dari biasanya atau lebih jelek dari beras yang biasa kami makan. Karena itu menandakan ketulusan hati dalam melimpahkan jasa kebajikan untuk para leluhur dan roh yang akan diseberangkan.
Reaksi alam semesta sangat cepat, kami bersyukur karena bisa berpikir bijaksana dalam berbuat kebajikan ini. Semoga harapan Ksitigarbha Bodhisattva untuk bisa menyediakan sebuah kapal penyeberangan roh nanti bisa terwujud, karena waktu persiapan untuk mencari kapal tersebut terlalu singkat. Tapi aku percaya jika Buddha-Bodhisattva berkehendak, apapun bisa terjadi.

Pengikut Ksitigarbha Bodhisattva sangat banyak, banyaknya hampir sama dengan Dewa Dewi Tao, saat sejit Mahadewi Yao Chi, orbs yang turun juga banyak, hanya saja bentuk orbsnya masing masing berbeda. Orbs Dewa Dewi Tao berbeda dengan orbs Ksitigarbha Bodhisattva dan pengikutiNya.

Ksitigarbha berkata, kalau pengikutnya banyak yang berasal dari roh yang terbebaskan dari alam neraka dan alam penderitaan, sehingga roh yang tertolong tersebut berikrar mengikuti dharma Ksitigarbha Bodhisattva, Beliau juga berpesan untuk tidak lupa menyiapkan kertas mantera yang Beliau berikan saat pertama kali aku melakukan penyebrangan roh.

Dan disaat upacara terselenggara, sungguh berbeda dari ulambana sebelumnya, terlihat begitu sakral dan jumlah pelimpahan jasa / bakti sosial lebih banyak dibagikan tahun ini.  Sungguh bersyukur bahwa melalui Vihara Sukhavati Prajna, segenap umat dan donatur bisa melimpahkan kebajikan mereka untuk kebaikan orang lain, amanat dan perkataan Ksitigarbha Bodhisattva benar-benar terealisasi dengan baik.


“Ketika matahari terbit, tiada fajar yang memerah,
Ketika bulan bersinar, tiada cahaya putih menyinari,
Semuanya kelam, kelabu tiada cahaya bahagia,
Tertutup kelamnya hati dan gundahnya kehidupan,
Tiada sesuatu yang perlu dikuatirkan,
Hidup ini hanyalah sementara ada dan tiada sama saja,
Tak perlu dipikirkan, semua akan kembali ke Alam.”


PELIMPAHAN JASA DAN PENYEBERANGAN ROH
    Aku dan beberapa Dharmaduta sudah mulai mendedikasikan diri kami untuk memberi kebahagiaan kepada semua makhluk, terutama kepada para roh yang masih menderita. Kami sudah sering melakukan Pelimpahan Jasa dengan membantu menyalurkan jasa kebajikan berupa penjapaan Mantera dan Sutra kepada roh yang baru meninggal, ataupun para roh yang meminta bantuan untuk dilimpahkan jasanya. Kadang hampir setiap hari kami berkumpul untuk melakukan Ritual Pelimpahan Jasa, dan aku yang memimpin pelimpahan-pelimpahan jasa tersebut.

Para Dharmaduta yang menjadi pendampingku dalam Ritual Pelimpahan Jasa haruslah sudah memiliki tekad yang kuat dalam misi penyelamatan, siap dan rela membantu semua makhluk yang menderita agar bisa mendapat kebahagiaan. Terlebih lagi siap menanggung karma yang memang harus ditanggung.

Aku sangat menghargai para Dharmaduta ini, yang mau meluangkan banyak waktu dan tenaga mereka untuk para roh yang tidak ada hubungan keluarga. Hal ini menunjukkan mereka telah bisa merealisasikan Sumpah Bodhi mereka. Selama banyak kali kami membantu pelimpahan jasa tersebut, banyak hal pula yang kami alami dan ketahui, bahwa saat kita membantu seseorang/para roh, kami akan merasakan dan mengalami hal-hal yang aneh dan tidak terduga. Seperti merasakan aura yang berbeda saat melimpahkan jasa roh-roh tersebut.

Saat membaca mantra dan sutra, perbedaannya terletak pada berat atau tidaknya kami melafal mantera dan sutra tersebut, beberapa hal yang kami rasakan adalah:
* Saat membaca mantera, dada terasa sesak dan tidak bisa membaca dengan cepat.
   - ini dikarenakan roh tersebut memiliki karma yang berat.

* Ada aura mengantuk dan mata terasa berat.
   - ini karena adanya kehadiran Sie Mien Fo.

* Saat membaca mantera dan sutra terasa ringan dan bisa cepat tanpa adanya kesalahan.
   - ini dikarenakan karma roh tersebut sudah mulai terkikis (biasanya setelah beberapa kali melakukan pelimpahan jasa.)
Dan banyak aura lainnya yang dirasakan.

Disamping itu kami juga kadang harus menanggung karma jika roh yang kami bantu tersebut masih mempunyai karma buruk yang besar dan punya roh penagih hutang, maka kami satu persatu bisa mengalami sesuatu yang tidak baik, seperti kecelakaan-kecelakaan kecil. Biasanya setelah selesai Pelimpahan Jasa, ada yang jatuh terpeleset, ada yang keserempet motor, hampir kejatuhan dahan pohon palem, dan lain-lain. Tetapi kami tidak gentar dalam menjalankan misi ini, dan percaya para Buddha-Bodhisattva serta para Dharmapala melindungi kami semua, karena kami melakukan kebajikan dan kami selalu dibekali Pondasi Roh, sehingga penanggungan karma yang seharusnya besar kami tanggung menjadi ringan.

Melalui Pelimpahan Jasa yang kami lakukan tersebut, kami juga menjadi tahu, bahwa tidak semua roh yang diseberangkan akan terlahir ke Alam Sukhavati. Berdasarkan karma buruk dan karma baik yang dimiliki roh tersebut, serta seberapa besar Pelimpahan Jasa yang dilakukan keluarga mereka, apakah sudah cukup membayar karma buruknya roh tersebut.
- Jika karma buruk dan karma baiknya seimbang, maka akan dilahirkan kembali ke Alam Manusia.
- Jika kebajikannya besar, maka akan terlahir ke Alam Sukhavati.
- Jika Roh asalnya dari Alam Brahma dan saat terlahir menjadi manusia masih rajin sembahyang dan tidak mempunyai karma berat, maka akan terlahir ke Alam Brahma dijemput oleh Sie Mien Fo.

Biasanya orang yang baru meninggal rohnya akan berada di alam bardo selama 49 hari, setelah itu sudah akan ditentukan akan terlahir ke mana. Bahkan ada juga roh yang tidak memiliki kebajikan dan memiliki kemelekatan dan kebencian, roh tersebut sulit terseberangkan. Karena itu waktu 49 hari tersebut sangat penting bagi keluarga yang meninggal tersebut untuk melimpahkan jasa kebajikan agar roh tersebut bisa terlepas dari penderitaan dan terlahir ke alam bahagia.

Biasanya manusia semasa hidup tidak menyadari kesalahannya, banyak melakukan hal-hal yang tidak baik tapi keras kepala dan tidak mau bertobat. Di saat dia meninggal rohnya baru menyadari, tapi sudah terlambat, karena sudah tidak bisa lagi menolong dirinya agar tidak terlahir ke alam rendah yaitu, alam binatang, alam setan kelaparan, dan alam neraka. Jika roh tersebut memiliki anak, istri/suami/saudara yang mau membantunya melimpahkan jasa, roh tersebut bisa tertolong. Tapi jika keluarganya tidak membantunya, maka roh tersebut harus menderita dan entah kapan bisa berjodoh dengan orang yang bisa membantunya keluar dari penderitaan.

Oleh sebab itu, hendaknya kita sebagai manusia bisa menjalani kehidupan dengan baik, banyak berbuat kebajikan, menjauhi perbuatan jahat dan senantiasa membina  rohani. Agar disaat nantinya harus meninggalkan dunia ini, roh kita bisa dengan sendirinya terlahir ke Alam Bahagia atas kebajikan yang kita lakukan, walaupun tidak memiliki sanak keluarga yang bisa melimpahkan jasa kebajikan, roh kita tetap bisa mendapatkan kebahagiaan dengan sendirinya.


MENJALANI PENGASINGAN DAN MEMAHAMI SUNYATA
(DZOGCHEN dan MAHAMUDRA)
    Di dalam menjalani tahapan akhir pelatihan Tantra, cobaan dan ujian semakin berat dan sulit kulewati. Kemelekatan terhadap hal-hal duniawi semakin kuat kurasakan, ditahapan ini dorongan enggan membina diri semakin kuat, sepertinya Mara tidak pernah berhenti berusaha menggagalkan pembinaan diriku, bahkan sampai ditahapan terakhir ini.

Sempat beberapa hari aku melalaikan pembinaan diriku, shadana setiap hari tetap kulakukan, tapi bimbingan khusus tidak kujalankan, dan aku banyak tenggelam dalam kesibukan kegiatan Vihara dan lain-lain. Kekuatan dahsyat dalam diriku, membuat aku seakan semakin dibuat melekat/ terikat dalam hal duniawi. Sampai pada hari minggu pagi, aku menjalankan tugas kerumah seseorang untuk menjalankan ritual pelimpahan jasa leluhur peringatan 49 hari, Buddha Pembimbing datang memberi petunjuk.

Aku harus bisa menyelesaikan tahapan akhir pembinaan diri ini, dan Beliau tidak ingin aku gagal menjalaninya. Karena itu aku diminta untuk mengasingkan diri beberapa waktu, untuk bisa berkonsentrasi di tahap penyelesaian ini.
Entah kenapa, walau agak sedikit berat menjalani petunjuk Buddha Pembimbing, tapi tubuhku begitu ringan, seakan aku tidak terasa berat mengambil keputusan untuk mengasingkan diriku. Sepulangnya dari pelimpahan jasa, aku memberitahukan hal itu pada Ketua Vihara, dan sepertinya dia mendukungku menjalaninya, dan membantuku mempersiapkan ruang khusus untuk aku bisa pengasingan sementara agar tidak terganggu.

Aku hanya keluar untuk menjalankan tugas saja dan memimpin Vihara, jika sudah selesai harus segera masuk kembali ke ruang khusus dan tidak mengikuti kegiatan yang lain. Dan selama berada dalam pengasingan, aku harus menyelesaikan penulisan buku Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna, karena sudah mendapatkan petunjuk untuk melantik calon-calon Dharmaduta terpilih, menjadi Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna. Jubah Kasaya juga telah selesai, dan pin Dharmaduta generasi pertama sudah akan selesai. Sehingga amanat Mahadewi Yao Chi untuk menulis buku ini bisa terselesaikan dengan baik, walaupun sudah tertunda agak lama tapi aku bersyukur, walaupun awalnya terpikir tidak bisa menjalankannya, tapi saat ini penulisan sudah hampir rampung dan calon Dharmaduta sudah seluruhnya menulis artikel mereka.

Beberapa hari menjalani pengasingan, intensitas meditasiku menjadi lebih sering. Hanya saja aku sedikit kurang memahami apa tujuan dari tahap penyelesaian ini, apa yang hendak diselesaikan? Apa fokus konsentrasinya? Apa yang hendak dicapai? dan petunjuk apa yang akan kudapatkan?.

Aku belum benar-benar mengerti, hanya saja yang kurasakan selama dalam pengasingan dan tinggal diruangan khusus, dalam meditasi ataupun diluar meditasi, tak ada kata-kata muncul, tak ada fenomena terlihat, tak ada Buddha-Bodhisattva memberi petunjuk, tak ada reaksi dan gejolak dalam diri, tak ada rasa antusias dan tak ada suka maupun duka. Apa maksudnya, aku belum mengetahui arti semua itu. Padahal sebelum masuk keruang pengasingan, Buddha Pembimbing berkata dengan sangat tegas, bahwa aku harus masuk pengasingan untuk menyelesaikan tahap Dzogchen (penyelesaian) dan tidak ingin aku gagal dalam tahapan akhir ini. Tapi kenapa setelah masuk pengasingan, rasanya begitu tenang dan tidak berenergi kuat. Yang ada hanyalah disaat meditasi, tiada pergerakan dan hanya memancarkan cahaya dalam diri secara terus menerus tapi berakhir dengan kekosongan. Apakah tahapan penyelesaian itu adalah memancarkan cahaya? ataukah mencapai kesunyataan?

Yang aku pahami dalam tahapan ini adalah, seperti terarah untuk memahami tiada sesuatu, tiada kemelekatan dan tiada kekotoran batin. Tidak merasakan diri lagi, dan mencoba memahami diri sendiri adalah Buddha. Apakah tahap penyelesaian/Dzogchen adalah tahapan mencapai pencerahan? Aku tidak ingin salah penafsiran, tapi aku tidak tahu harus bertanya pada siapa? Aku tidak mempunyai guru manusia yang bisa berbagi pengalaman ini, mungkin aku bisa bertanya pada Guru Sejati ataupun Buddha-Bodhisattva, tapi disaat berada ditahapan ini, Mereka pasti tidak akan memberi petunjuk panjang lebar, Mereka pasti ingin agar aku bisa memahami sendiri makna/arti pembinaan diri yang sedang kujalani saat ini.

Akhirnya aku bertanya pada Ketua Vihara mengenai apa yang kualami, karena selama ini hanya dia yang bisa memberikan pandangan yang baik dalam pembinaan diriku, aku mendapatkan kalimat bermakna darinya, dia berkata: “Vihara banyak patung Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini. Apakah aku melihat Mereka bergerak?. Sepertinya Mereka tidak melakukan sesuatu, tapi sesungguhnya Mereka melakukan sesuatu. Sepertinya Mereka tidak mendengar permohonan kita, tapi sesungguhnya Mereka mendengar bahkan mengabulkan permohonan kita.“. Posisi diriku saat ini sama seperti Buddha-Bodhisattva, tidak bergeming tapi cahaya kebijaksanaan yang terpancar dalam diriku bisa menerangi seluruh alam semesta, semua insan dan semua makhluk mendapatkan manfaatnya. Ibarat matahari yang menyinari bumi, sepertinya matahari tidak melakukan sesuatu/tidak bergerak karena bumi yang mengitarinya, tapi bumi dan isinya mendapatkan manfaat sangat besar dari sinar matahari.
Aku mulai mengerti, bahwa sesungguhnya tahapan penyelesaian adalah memahami sunya dan tak ada sesuatupun. Berbeda dengan tahapan-tahapan sebelumnya yang begitu terasa pencapaiannya, begitu kuat energinya, begitu beragam yoganya dan begitu bermacam bimbinganNya.

Di tahapan inipun aku diajarkan untuk tidak membedakan, pengalaman ini kudapatkan dari kejadian yang aku dan suamiku alami disaat aku mulai menjalani pengasingan. Kira-kira seminggu sebelumnya suamiku mengalami mimpi yang aneh, dalam mimpi itu dia didekati seekor ular kecil berwarna kuning dan hanya memiliki satu mata, ular tersebut berusaha mendekatinya walaupun berulang kali suamiku mencoba menghalangi jalannya agar tidak mendekatinya, tapi ular tersebut tetap saja bisa melewati pembatas itu dan sempat mematuk tangannya. Setelah bermimpi demikian suamiku tanpa sengaja bertemu dengan teman lama, dan mendapatkan sebuah pedang dari orang tersebut. Saat aku memegang pedang itu, tanganku terasa pegal dan reaksi tubuhku tidak begitu nyaman. Suamiku ingin agar aku mempelajari pedang tersebut, dan tidak lama kemudian akupun menghadap dan menyatu dengan Buddha Pembimbing.

Dengan sendirinya tanganku membentuk mudra dan menyatu dengan alam semesta, aku membuka sarung pedang itu dan berkonsentrasi dalam meditasi. Tidak lama kemudian muncul seekor ular kecil berwarna kuning dan bermata satu, kepala berdiri menghadapku. Kukira ular tersebut akan menyerangku, tapi dia malah berkata dengan lembut.

“Bodhisattva….”

Dia memanggilku dengan sebutan Bodhisattva, apakah dia mengetahui diriku yang pada saat itu sedang menyatu dengan Buddha Pembimbing? aku bertanya padanya,

“Siapa kau?”

“Bodhisattva, saya adalah ular kuning bermata satu, terimalah hormat saya “

“Kau penghuni pedang itu ?”

“Ya, saya tinggal di dalam pedang itu.“

“Kau pasti bukan Dewa, karena aku merasakan aura yang berbeda.”

“Bodhisattva, sesungguhnya saya adalah siluman ular kuning bermata satu, tapi saya tidak bermaksud tidak baik. Banyak manusia yang mempergunakan saya untuk berbuat hal-hal yang tidak baik, saya tidak menyukainya.”
“Bagaimana kau bisa tinggal dalam pedang itu?”

“Saya hendak melatih diri untuk bisa menjadi Dewa, tapi malah bertemu manusia yang tidak baik.”

“Begitu ya, saat ini kau sudah ditolong oleh V.A. Sukhavati Prajna dan berjodoh dengannya, jika kau ingin mencapai kedewaan, kau jadilah pengikutnya. Dengan bersama dia berbuat kebajikan, dia akan bisa membantumu mencapai tingkatan Dewa.”

“Baiklah Bodhisattva, saya akan membantunya.”

Perlihatkanlah wujud aslimu, Buddha pembimbing yang menyatu denganku memerintahkan ular kuning bermata satu itu menunjukkan wujud aslinya. Tidak lama kemudian, aku melihat ular kuning bermata satu tersebut berputar beberapa kali dan berubah menjadi seorang gadis cantik yang mengenakan baju Tiongkok. Gadis itu berkata ,

“Bodhisattva, nama saya sebenarnya adalah Huang Cu Sien, saya masih ada hubungan kerabat dengan siluman ular putih, Pai Su Cen.”

“Baiklah, kau tinggallah dengan baik di dalam pedang itu, jika V.A. Sukhavati Prajna mengundangmu untuk membantunya menjalankan kebajikan, kau bantulah dengan sebaik-baiknya, dan jangan berbuat ulah.”

“Baik Bodhisattva “

Setelah berkata demikian, gadis cantik berbaju kuning itu berubah wujud kembali menjadi siluman ular kuning bermata satu dan masuk kedalam pedang tersebut.

Setelah itu, Buddha Pembimbing berkata kepadaku, agar aku bisa menjaga pedang tersebut dan berkenan melakukan sesuatu untuk kebaikan siluman ular kuning bermata satu, agar bisa membantunya mencapai tingkat Dewa.

Awalnya aku agak sedikit keberatan karena harus berhubungan dengan siluman, sejak awal membina diri, aku hanya membatasi diriku untuk berinteraksi dengan para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa dan para Dakini saja. Tidak terpikir akan dekat dan membantu siluman. Tapi Buddha Pembimbing berkata, bahwa tahapan pembinaan diriku saat ini sudah mencapai tahap yang tidak membeda-bedakan. Asalkan untuk kebaikan walaupun siluman sekalipun, aku pantas untuk membantunya.

Aku mulai memahami perkataan Buddha Pembimbing, memang sudah seharusnya sifat kewelas-asihan dalam diriku tidak terbatas pada orang/hantu yang baik saja, walaupun siluman jika mereka tidak berniat jahat maka pantas untuk ditolong dan aku tidak perlu takut pada mereka.

Jodoh karma bisa datang dari mana saja, tidak terbatas pada sesama manusia saja. Kita bisa berjodoh karma dengan Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini, bisa berjodoh karma dengan hantu, bisa berjodoh dengan makhluk-makhluk alam yang lain dan bisa berjodoh karma dengan siluman. Dengan memiliki sifat yang tidak membeda-bedakan, maka Dharma Buddha dan perbuatan kebajikan bisa berjalan dengan baik serta bisa memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk.

    Setelah menjalani pengasingan beberapa waktu, dan telah memahami dan menyelesaikan Tahap Akhir Pelatihan Tantra. Ku kira sudah selesai sampai disitu. Aku telah bisa memancarkan Sinar Terang dan memahami hakekat kehidupan. Tapi ternyata aku masih mengalami satu ujian lagi, aku tak menyadari sifat dosa/ iri hati dimunculkan oleh mara dalam diri, kemelekatan pada salah satu yang teramat sulit kulepaskan dijadikan sebagai cobaan dan ujian terakhir. Sampai-sampai konsentrasi meditasi yang sudah kukuasai mendadak saja menjadi kacau dan berantakan. Gejolak perasaan itu begitu kuat rasanya, sampai membuat dada dan hatiku sakit. Aku berpikir apakah aku telah salah jalan, mengapa setelah melewati tahapan Dzogchen aku malah mengalami hal ini.
Apakah pencapaianku menyelesaikan tahap Dzogchen telah menyimpang dari yang sebenarnya?

Entah kenapa beberapa waktu ini, aku selalu terpancing terhadap hal-hal yang paling ku takuti, keinginan yang semula telah bisa ku redam kembali muncul dalam hatiku. Aku seperti takut kehilangan atas apa yang kumiliki. Perasaan ini semakin menyiksaku, setiap kali aku mencoba untuk shadana dan meditasi, perasaan itu muncul, membuat aku menangis, dan pikiran-pikiran jelek muncul begitu saja dan tidak berhenti, setiap kali seperti itu.

Aku bertanya pada Guru Sejati dan Buddha-Bodhisattva dalam menjalankan Dharma, Apakah aku harus menjadi orang lain? Apakah aku harus munafik?
Apakah aku tidak bisa menjadi diri sendiri?
Mengapa saat ini aku merasa tidak bahagia menjalankan Dharma dan Pembinaan Diriku, dulu aku begitu bahagia, mengapa sekarang timbul perasaan ini?
Guru Sejati dan Buddha-Bodhisattva tidak menjawabku. Sehingga saat shadana dan meditasi pikiran-pikiran jelek itu muncul, aku memilih untuk tidak melanjutkannya, tapi akibatnya aku semakin masuk kedalam dilema.

Tapi untung saja aku mendapat jawaban atas pertanyaanku, walau Guru Sejati dan Buddha-Bodhisattva tidak menjawab secara langsung, tapi mereka telah mengarahkanku untuk mendapatkan jawabannya, saat aku tidak bisa berkonsentrasi meditasi, aku memutuskan untuk membaca buku saja, aku membuka lemari buku yang ada disamping altar pribadiku, aku mengarahkan tanganku mencari buku apa yang hendak kubaca, agar pikiranku terbuka dan lebih santai. Tiba-tiba saja jariku berhenti di satu buku, aku menarik buku tersebut, judulnya “Mahamudra Mahasidda” seingatku suamiku yang membeli buku ini dari toko buku, tapi aku tidak pernah membacanya.

Saat ku buka sampulnya dilembaran pertama tertulis kalimat-kalimat ajaran Mahamudra yang diturunkan oleh Tilopa kepada Naropa. Saat aku membaca kalimat-kalimat itu, aku mendapatkan pencerahan seketika dan sadar aku sedang memasuki Tahapan Mahamudra. Aku telah menemukan kunci pencerahan dan obat dari dilema dan perasaanku saat ini.

Akhirnya aku memahami Mahamudra dan menjadikan kalimat ini sebagai cara penyelesaiannya.

“Jadikan apa yang ditakuti, apa yang disukai, apa yang diinginkan sebagai fokus konsentrasi meditasi, jangan berusaha melenyapkannya ataupun menempatkannya dalam pikiran tapi biarkan apa adanya. Jadikan semuanya itu kosong/sunyata, sehingga keterikatan dan kemelekatan hilang dengan sendirinya.”

Dengan kalimat yang kupahami ini, aku bisa merubah kekalutan pikiran dan pikiran-pikiran liar menjadi kekosongan dan muncul kewelas-asihan tanpa berusaha untuk menghindari ataupun melenyapkannya. Inilah Mahamudra, kebahagiaanku yang dulu telah kembali tercapai, Amituofo.

“Bergeser tanah bumi ini seperti pergeseran awan,
Meluap lahar gunung ini seperti luapan air,
Tiada keabadian, tiada kekuatan, yang ada hanyalah kekosongan,
Seperti hampanya kehidupan.
Biarpun hidup penuh luka tapi hati selalu ceria,
Mencoba memahami hidup yang penuh dengan penderitaan,
Janganlah merasa terbeban dalam menjalani kebenaran ajaran,
Karena disitulah letak kepastian dan juga kekekalan hidup.”


PENGANGKATAN DHARMADUTA VIHARA SUKHAVATI PRAJNA
    Tepat disaat sejit Avalokitesvara Bodhisattva tanggal 19 bulan 9 lunar, para calon-calon Dharmaduta telah diresmikan menjadi Dharmaduta. Ada 16 Dharmaduta terpilih, 7 Dharmaduta pria dan 9 Dharmaduta wanita. Mereka adalah Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna Generasi pertama, dan juga merupakan anggota Sangha Vihara. Karena mereka telah mengikrarkan diri melalui sumpah bodhi mereka untuk membabarkan Dharma Buddha dan membina diri dengan baik dengan tujuan memberikan kebaikan bagi semua insan dan semua makhluk.

Masing-masing Dharmaduta terpilih, sesungguhnya sudah dipilih oleh Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala sejak satu tahun lebih yang lalu, tapi waktu awal aku diberi petunjuk mengenai siapa mereka semua yang terpilih, para Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala tidak mengijinkan aku untuk memberi tahu mereka lebih dulu. Aku diminta untuk melihat dan memperhatikan segala sikap, tingkah laku, perbuatan dan pembinaan diri mereka serta usaha mereka dalam merealisasikan niat mereka berbuat kebaikan. Sampai jika mereka semua bisa melewati setiap tahapan ujian dalam pembinaan diri mereka, barulah aku diijinkan untuk mengkonfirmasikan mereka satu persatu. Karena hati manusia masih mudah berubah dan mudah terpengaruh dengan keadaan sekitarnya, pilihan Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala bisa saja berubah mengikuti perubahan hati orang-orang pilihanNya tersebut, karena disaat mereka sedang mengalami ujian dalam pembinaan diri, baik lewat meditasi, lewat hubungan keluarga, lewat pekerjaan dan usaha, lewat hubungan sesama calon Dharmaduta dan hubungan dengan para umat yang lain.

Sebagian calon Dharmaduta pilihan ada yang tidak bisa melewati ujian mereka, sehingga dengan sangat terpaksa Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala merelakan mereka tidak menjadi bagian dari Vihara Sukhavati Prajna. Hal itu dikarenakan kurangnya keyakinan dalam diri mereka, mudahnya terhasut perkataan orang lain dan mereka merasa apa yang mereka harapkan dan inginkan sejak awal bergabung dengan Vihara tidak mereka dapatkan.

Sama halnya dengan Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala, walaupun ada satu kesedihan mendalam dalam diriku, akupun tidak bisa berbuat apapun selain ikut merelakan mereka.  Walaupun didalam hati berharap, agar mereka tetap bisa menjalankan hidup dengan baik dan membina diri dengan baik walaupun tidak di Vihara Sukhavati Prajna lagi. Aku menganggap segala pertemuan dengan mereka adalah karena jodoh karma, dan kepergian mereka ku anggap sebagai jodoh karma yang sudah berakhir, sehingga aku lebih bisa menerima dengan hati tenang. Sekarang ke-16 Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna yang sudah diresmikan ini, aku berusaha untuk bisa secara khusus membimbing mereka, dan berusaha meluangkan waktu berbincang dan berbagi pengetahuan Dharma, sehingga kami semua bisa saling bahu membahu dalam menjalankan misi yang sama dengan para Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala. Sekarang kesedihan telah berakhir dengan kebahagiaan, karena kami semua bisa melewati ujian pada tahapan ini, walaupun mungkin masih banyak ujian yang akan kami hadapi nantinya, semoga saja kami semua tetap bisa melewatinya bersama-sama.

Saat ini Vihara Sukhavati Prajna telah berjalan dengan semestinya, ada Dharmaduta, kegiatan pujabakti berjalan dengan baik, ritual api homa dan pelimpahan jasa roh leluhur semakin bertambah, pertobatan Bhagawati Usnissa Vijaya telah dijalankan dan penulisan buku Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna telah selesai.

Akhirnya segala sesuatunya berjalan dengan baik, lancar dan sesuai dengan harapan para Buddha-Bodhisattva. Dan setelah pencetakan buku ke-5 ini selesai, aku telah mendapatkan amanat baru lagi dari Alam Semesta untuk menulis buku selanjutnya yang akan menjadi buku ke- 6. Semoga kita semua masih bisa berjodoh baik, sehingga kita masing-masing bisa mendapatkan dan menerima perputaran Roda Dharma dari Alam Semesta.


KONG HAI SHAN
   Saya terlahir di keluarga yang beragama Buddha, tapi sebagian besar penganut Kepercayaan / Kong Hu Cu. Saya merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Kakek dan nenek saya pengikut ajaran Buddha Maitreya. Sedangkan ibu sejak muda sudah rajin sembahyang, membaca mantera dan sutra, hanya tidak menjalani meditasi. Begitu juga dengan ayah merupakan penganut tradisi / Kong Hu Cu semasa mudanya. Kehidupan juga seperti orang awam pada umumnya.

Saat masih muda dan masih bersekolah, saya sering mengikuti Kebaktian dan Sekolah Minggu di Vihara untuk mengumpulkan point/stempel vihara agar bisa mendapatkan tambahan nilai agama di sekolah. Disaat mengikuti Kebaktian/Sekolah Minggu di vihara saya sudah sering mendengar wejangan, nasihat, bimbingan dan pengetahuan dharma dari para bikhsu, ada hal yang saya bisa pahami tapi banyak juga hal lain tentang dharma yang saya tidak paham, tapi waktu itu tidak berani bertanya dan hanya bisa jadi pendengar setia saja, hal ini membuat pemahaman tentang dharma sangat hijau/dangkal sehingga sulit bagi saya untuk introspeksi diri/menerapkan jalan dharma dalam kehidupan saya. Di masa remaja/masa nakal-nakalnya, saya cenderung bertindak semaunya tanpa berpikir panjang, selalu mengikuti emosional dan pergaulan teman sehingga menimbulkan kekhawatiran/ kecemasan bagi orang tua.

Dalam hal penampilan, baju sekolahpun terbilang modis, tidak seperti baju sekolah pada umumnya, kebanyakan saya dan teman-teman suka memodifikasi baju sekolah kami supaya lebih keren. Kesukaanku ikut grup motor dan balapan di jalan raya, sempat membuat khawatir orang tua. Banyak teman-teman saya yang mengalami kecelakaan dan ada beberapa yang meninggal karena balapan disaat melakukan atraksi. Tapi sungguh aneh, melihat mereka demi gengsi walaupun sudah mengalami kecelakaan dan luka-luka parah, setelah pulih dari sakit, mereka kembali balapan motor lagi. Mungkin karena mereka merasa masih muda, sehingga nyalinya masih tinggi.

Masa-masa itu telah lewat, dan untuk menghindari pergaulan yang kurang baik ini selepas SMA sayapun akhirnya merantau ke Jakarta. Saya meneruskan kuliah ke jurusan Ekonomi Manajemen. Saya bisa kuliah dan tinggal di Jakarta atas kebaikan/ bantuan dari abang saya. Intinya mereka banyak membantu saya, memberi dorongan, semangat dan masukan-masukan nasihat yang positif. Selama di Jakarta untuk mencari pengalaman, saya berusaha mandiri dengan bekerja sambil kuliah. Pagi hari saya berangkat kerja sampai sore, sepulang kerja langsung menuju kampus untuk kuliah. Di Jakarta, saya hanya sekali-kali saja ke Kelenteng untuk sembahyang dan tidak pernah lagi mengikuti kebaktian di Vihara manapun. Kegiatan sembahyang yang saya lakukan terdorong karena nasihat orang tua dan untuk ketenangan batin disaat risau. Walaupun sudah kuliah sambil kerja, mulanya saya bisa menghilangkan kebiasaan keluyuran dan hepi-hepi dengan teman, tapi seiring dengan adanya penghasilan tambahan dan juga bertambahnya teman kuliah, rekan kerja maupun teman semasa sekolah di Medan dulu dan terutama ajakan-ajakan untuk hepi-hepi kembali menggoda, akhirnya kembali lagi ke Dunia Gaul yang penting hepi karena pengaruh teman dan disaat itu iman juga masih gampang goyah karena efek pengaruh pergaulan yang kurang baik walaupun masih bersyukur saya tidak sampai terjerumus kedalam pergaulan obat-obatan.

Mengenang masa lalu saat usia masih menginjak dua puluh-an, mungkin sebuah rentang usia dimana seseorang masih belajar mengenal jati diri sendiri. Banyak hal yang belum saya mengerti di sekeliling saya dan banyak kecerobohan yang terjadi akibat kebodohan saya. Saya terus terang banyak melakukan kesalahan-kesalahan, bertindak sangat emosional, banyak juga kegagalan-kegagalan yang harus saya alami, terlalu ceroboh dalam bertindak dan kurang bisa berintrospeksi diri, masih egois, masih kurang bisa menguasai diri, kekotoran batin sangat kental, duniawi sangat melekat, masih melakukan banyak kebodohan dalam hidup ini. Sehingga apabila mengingat masa-masa tersebut dada menjadi sesak dipenuhi oleh penyesalan-penyesalan karena salah langkah, sehingga telah banyak menyakiti hati orang, membuat orang kecewa, menyusahkan orang, membuat orang tua ikut khawatir, cemas dan bersusah hati. Tapi semua itu melupakan masa lalu yang sangat berharga walau menyimpan berbagai kenangan manis dan kenangan pahit yang tidak akan bisa kembali walaupun disesali. Masa lalu sebagai cermin diri agar kedepannya saya tidak salah lagi untuk kedua kalinya.

Dengan begitu saya semakin bisa bersikap lebih dewasa, pergaulan saya dengan sendirinya bisa mawas diri dan hati cepat berbalik jika merasa sudah terlalu jauh berbuat hal yang tidak baik. Entah kenapa semakin lama, saya semakin bisa dengan cepat introspeksi diri dan sadar diri. Mungkin ini semua berkat doa orang tua dan perlindungan para Buddha-Bodhisattva pada saya. Saya juga mulai menyukai buku-buku dharma, buku filsafat dan belajar mengambil hal-hal yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan saya kedepannya. Semakin lama saya semakin tertarik untuk belajar dharma dan mulai kembali aktif ke Kelenteng untuk sembahyang.

Seiring berjalannya waktu kalau tidak salah pada tahun 2000-an saya berhenti kerja dan mulai usaha kecil-kecilan untuk mencari pengalaman dan berkeinginan untuk bisa lebih maju lagi. Dikarenakan kesibukan kerja, saya kembali jarang sembahyang ke Kelenteng tapi di dalam hati ada semacam dorongan untuk memiliki Altar Dewa supaya tetap bisa sembahyang walau tidak bisa datang ke Kelenteng. Setelah direncanakan dengan matang akhirnya saya bisa juga mendirikan Altar di rumah dengan Dewa utamanya Dewa Hok Tek Ceng Sin dan juga Dewa Bumi dengan begitu saya bisa lebih tenang untuk sembahyang dan apabila ada waktu setiap tanggal che it atau cap go, saya pasti ke Kelenteng untuk sembahyang.

Sejak berdirinya Altar Dewa di rumah, saya mulai membaca mantra terutama mantra Dewa Bumi. Setiap hari membersihkan altar di rumah dan mengganti air minumnya sebelum tiam hio dan baca mantra. Walau terkadang saya sibuk sampai tidak sempat beresi altar karena buru-buru pergi kerja, biasanya ada isteri yang saya minta bantu rapikan dan mengganti air minum walaupun isteri beragama Kristen, saya bersyukur dia tidak fanatik dan mau  menghormati serta membantu dalam hal ini. Sering kali apabila saya ke Kelenteng untuk sembahyang, isteri mau menemani saya walaupun dia tidak ikut masuk ke dalam dan hanya menunggu diluar saja.

Suatu hari entah kenapa isteri saya mulai tertarik berkenan untuk tiam hio seperti mulai ada panggilan hati untuk sembahyang. Dalam hati saya sebenarnya senang juga kalau bisa satu hati dan satu keyakinan walau tidak harus dipaksakan dan biarkan semuanya berjalan secara alami dan berdasarkan jodoh dan panggilan hati, menurut saya itu lebih baik dari pada terpaksa yang pasti berakhir dengan kekecewaan.

Tak disangka berawal dari berdiri altar di rumah membuat karma jodoh isteri saya dengan para Buddha-Bodhisattva tersambungkan dengan terjadinya kontak batin dan mendapatkan bimbingan-bimbingan dari para Dewa. sampai dengan petunjuk untuk menulis buku Dharma. Ada ungkapan sederhana, Hidup itu aneh penuh dengan misteri. Orang tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi besok. Begitu  juga dengan perjalanan hidup ini.

Belakangan ini bimbingan-bimbingan, petunjuk-petunjuk, amanat yang diturunkan semakin lama semakin gencar dari membimbing orang, menjalankan upacara-upacara, meditasi, ritual-ritual penyebrangan, konsultasi, penyembuhan sakit khususnya santet dan guna-guna, juga menulis buku, perjalanan spiritual kemana-mana sampai mendirikan Cetya yang terakhir berubah menjadi Vihara dengan setumpuk kegiatan-kegiatan dharma.

Supaya lebih konsentrasi di dalam menjalankan tugas-tugas pembinaan dirinya secara spiritual dan lebih konsentrasi dalam pembabaran dharma, untuk kegiatan operasional Vihara dialihkan kepada saya. Saya sama sekali tidak pernah terpikirkan dalam benak saya menjadi Ketua Vihara, bukanlah cita-cita saya, kalau melihat perjalanan hidup saya, saya merasa tidak mungkin bisa menjalani jalan dharma apalagi mendirikan Vihara. Semua berjalan begitu saja dan sepertinya perjalanan hidup saya sudah diatur, dan saya mencoba menjalani saja dengan baik setiap hal yang terjadi dalam kehidupan saya sekarang ini, dan membiarkan semua berjalan seperti air walaupun tidak semuanya berjalan dengan mulus dan lancar, ada saja yang datang menghadang dan merintangi, ada kalanya kita diberondong oleh berbagai macam isu dan fitnahan atau masalah-masalah umat yang belum paham jalan dharma.

Adakalanya ketika kita harus sendiri menjalani tugas dari vihara, tak ada yang memperhatikan. Segala sesuatunya dikerjakan sendiri. Tak ada teman untuk berbagi; tak ada teman untuk bercanda dan bergurau. Tak ada teman untuk saling memotivasi. Yang ada adalah kesendirian dan kesepian. Saat menghadapi situasi seperti ini, Apa yang harus kita lakukan dalam keadaan seperti ini? Kalau berpegang pada kekuatan sendiri dalam menghadapi tantangan-tantangan maka kita tidak akan kuat, tapi kalau berpegang pada para Buddha-Bodhisatva, kita akan menjadi semakin kuat. Karena itu walaupun tugas berat dan sulit, saya berusaha tidak takut pada segala cobaan, ujian dan tidak putus asa karena rintangan yang bertubi-tubi. Yang terpenting, disaat masa sulit saya selalu berdoa minta diberi kekuatan untuk bisa menghadapi dengan tegar walau dengan segala kelemahan dan kesedihan. Para Buddha-Bodhisattva pasti mengasihi dan  menyayangi dan senantiasa bersama saya disaat sulit, itulah keyakinanku. Beruntung sekali sekarang banyak dukungan yang saya dapatkan dalam mengemban tugas dharma ini, orang tua, abang dan kakak ipar, umat sedharma semuanya mendukung dan memberi support yang sangat besar pada saya. Membuat saya semakin mantap, yakin dan teguh menjalani semua ini dan setulus hati membantu V.A. dalam menjalankan amanat dari para Buddha-Bodhisattva.

Mendapatkan nama Dharma dan terpilih sebagai calon Dharmaduta Vihara mewakili Guru saya Chi Thien Tha Sen Fo dalam membabarkan Dharma, membuat saya semakin terpacu untuk berbuat banyak kebajikan dan terus berusaha merubah diri semakin lebih baik lagi. Agar segala yang saya perjuangkan selama ini bersama dengan V.A., bisa memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi semua insan dan semua makhluk.
- Om. Chi Thien Tha Sen Fo . Cu Cen Cin . Soha -

Ketika Matahari terbit, tiada fajar yang memerah.
Ketika Bulan bersinar, tiada cahaya putih menyinari.
Semuanya kelam, kelabu tiada Cahaya Bahagia.
Tertutup kelamnya hati dan gundahnya kehidupan.
Tiada sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Hidup ini hanyalah sementara.
Jangan dicari dan jangan dipaksakan.
Ada dan tiada sama saja. Tak perlu terlalu dipikirkan.
Semua akan kembali ke alam.


KARUPA SAMDIBYA
    Sejak kecil saya sudah beragama Buddha, karena kakek, nenek dan orang tua semua beragama Buddha. Semasa kecil saya sering (diajak) dibawa ke Vihara, seperti umumnya anak-anak, disana hanya bermain-main saja. Menginjak remaja sudah jarang ke Vihara, waktu itu masih tinggal di daerah.

Sewaktu memutuskan merantau ke Jakarta, orang tua berpesan supaya rajin sembahyang. Di Jakarta ada Vihara yang dekat tempat tinggal saya yang sudah terkenal, saya sembahyang di sana saat che it, cap go dan ulang tahun Dewi Kwan Im dengan memasang dupa dan persembahan buah tanpa adanya pembacaan Mantera dan Sutra.

Sesudah berkeluarga, kegiatan sembahyang ke vihara tersebut tetap saya jalani bersama isteri, karena rumah kami tidak ada altar sembahyang. Entah kenapa saya merasa kegiatan sembahyang yang dilakukan selama ini sepertinya kurang lengkap tanpa adanya pembacaan Sutra, hal itu saya utarakan pada isteri.

Selang beberapa minggu kami berkunjung ke rumah adik, diceritakan bahwa isterinya sudah menjapa Mantera dan mendapatkan bimbingan dari para Dewa dan bisa berkontak batin.  Setelah mengetahui hal itu kamipun meminta saran tentang keinginan tersebut, disarankah menjapa mantera dan sutra dan kamipun mulai menjapa mantera dan sutra tetapi belum rutin. Setiap kali kami berkunjung ke rumah adik, kami melihat perkembangan rohani adik ipar begitu cepat. Adik saya menceritakan bahwa para Buddha-Bodhisattva meminta agar rumah mereka dijadikan Cetya. Mendengar itu kami sebagai keluarga turut bahagia dan mendukung atas kepercayaan yang diberikan para Buddha-Bodhisattva pada mereka.

Setelah Cetya berdiri, kegiatan disana belum rutin kami ikuti. Kami menyaksikan umat yang berjodoh dengan para Dewa sudah ada yang terbangkitkan rohnya dengan bimbingan adik ipar. Kamipun mulai sering mengikuti kegiatan yang diadakan disana. Tidak lama isteriku juga mulai terbangkitkan rohnya, selang beberapa minggu, sayapun juga mulai merasakan sensasi pergerakan dalam meditasi. Akan tetapi hati ini masih ada rasa kebimbangan dalam mengikuti bimbingan para Dewa karena saya berpikir ini bukan tujuan saya dalam bersembahyang. Dengan rutinnya ke cetya mendengarkan ceramah Dharma, saya menjadi lebih mengerti tentang arti meditasi yang dibimbing para Buddha-Bodhisattva.

Dua hari sebelum meninggalnya papa, Di cetya memperingati hari Waisak. Setelah selesai upacara peringatan, adik ipar membawa perlengkapan pemandian rupang kerumah sakit, supaya papa juga bisa ikut memperingati dan memandikan rupang sesuai pesan dari Guru Sejati adik ipar. Keadaan papa sangat lemah tapi sadar, sehingga kami harus membantu memegang tangannya untuk memandikan rupang tersebut sebanyak tiga kali. Setelah selesai memandikan rupang, papa tersenyum, adik ipar mendapat petunjuk bahwa papa diberkati Buddha Sakyamuni dan telah mendapat nama Buddha Dharma. Kami sekeluarga sangat terharu dan bahagia mendengarnya, merasa bersyukur dan berterima kasih kepada para Buddha-Bodhisattva.

Menjelang meninggalnya papa, kami sekeluarga serta sejumlah umat yang ada di rumah sakit, berdoa dan menyebut nama Buddha Amithaba agar berkenan menjemput papa supaya bisa pergi dengan tenang mengikuti para Buddha. Tepat pukul 3 sore papa meninggal. Waktu itu saya berkeinginan sujud dihadapan papa, entah kenapa disaat bersujud, berusaha menahan tangisan, tetapi airmata tetap keluar, disaat itu pula kepalaku menengadah keatas dan melihat ada Buddha sangat besar dan dikepalaNya ada sinar serta duduk diatas teratai, papa berjalan menuju Buddha itu dan bersujud dihadapanNya. Setelah bersujud, papa berdiri dan berpaling kearah saya dan melambaikan tangan dan tersenyum. Saya melihat papa tampak muda seperti orang berumur tiga puluhan. Papa duduk disebuah teratai dengan pakaian jubah kuning dan mengikuti Buddha tersebut pergi. (waktu itu saya bingung apa artinya) hal itu saya ceritakan pada isteri. Tak lama kemudian adik ipar selesai meditasi, dan mengatakan bahwa papa sudah mengikuti Buddha dan juga disebutkan nama Buddha tersebut, dan katanya papa tampak muda, saya mengatakan bahwa tadi juga saya melihat sama seperti itu.

Sewaktu memperingati hari ke-7 meninggalnya papa, saya melihat kedatangan papa ditemani oleh 2 Buddha. Ciri-ciri Buddha tersebut saya ceritakan pada adik ipar, dan dia juga melihat sama seperti yang saya ceritakan. Dikatakan juga papa akan ditemani satu Buddha sampai hari ke-49 (kami sekeluarga menjalani api homa untuk peringatan 49 hari meninggalnya papa sesuai petunjuk). Seperti biasa saat upacara api homa selesai kami melakukan meditasi. Saat itu, saya melihat papa ada disamping 2 Buddha dan sudah berpakaian dan memakai topi seperti Buddha disampingnya. Duduk diatas teratai, melambaikan tangan dan tersenyum pada saya. Wajahnya tampak muda dan mengikuti Buddha itu pergi. Setelah selesai meditasi, adik ipar saya berceramah dan menceritakan hal tersebut pada para umat bahwa papa kami sudah mengikuti jalan para Buddha. Kami sekeluarga yang mendengarnya sangat terharu karena apa yang kami jalani sesuai petunjuk Guru Sejati adik ipar sangat membantu papa kami terlahir di alam kebahagiaan.

Setelah papa meninggal sekitar semingguan, saat meditasi di rumah selalu terbayang sebuah nama, saya merasa aneh dan bertanya pada adik ipar, katanya Buddha Sakyamuni berkenan memberikan nama buat saya, saya bersyukur dan berterima kasih atas anugerah yang diberikan.

Dengan rutinnya ke vihara mendengar ceramah dharma dari adik ipar, saya makin memahami dan mengerti ajaran dari para Buddha Bodhisattva, bukan hanya sembahyang yang diutamakan, karena sembahyang hanya untuk memperkuat keyakinan. Adik ipar menuntun dan membimbing pelan-pelan bagaimana menghadapi kehidupan ini supaya ada perubahan ke arah yang lebih baik bagi hidup dan memunculkan kebahagiaan di dalam diri kita (meditasi). Sehingga tidak mengejar kebahagiaan yang ada diluar diri saja. Cara berpikir yang benar, memandang kehidupan ini dengan benar, mengendalikan/melatih diri untuk menghadapi kenyataan hidup, tegar menghadapi apapun karena apapun yang ada atau yang terjadi adalah tidak kekal.

Saya jadi teringat perkataan seorang Bhikhu bahwa dalam beragama harus mengerti dulu baru percaya, bukan sebaliknya.
Sebelumnya saya disarankan mempersiapkan genta dan vajra oleh adik ipar untuk shadana penyatuan dengan Bodhisattva Vajrasattva sesuai petunjuk yang diterima. Setelah selesai shadana penyatuan denganNya, tidak lama kemudian dikabari bahwa saya dipilih sebagai calon DharmadutaNya di Vihara Sukhavati Prajna. Pada saat peringatan Waisak di vihara, saya beserta empat calon Dharmaduta lainnya mengangkat janji. Saya merasa bersyukur dan berterima kasih pada para Buddha Bodhisatta yang memilih dan membimbing saya. Semoga saya bisa membantu para Buddha-Bodhisattva menjalankan misi-misi mereka di dunia untuk umat manusia, tentunya dengan bimbingan dan petunjuk dari para Buddha-Bodhisattva.
- Om . Pie Ca Sa To . A Hum Phei -


AISINALI
    Sebelumnya saya adalah penganut agama Buddha, ke Vihara sembahyang saat che it dan cap go, itupun karena diajak suami saya yang taat dalam sembahyang, bukan dari inisiatif sendiri.

Beberapa tahun yang lalu, adik ipar saya mengalami kontak batin dengan para Dewa. Saya dan suami berkonsultasi dengannya, disarankan agar rajin membaca mantera supaya bisa dekat dengan para Dewa. Kami mulai membaca mantera Ta Pei Cou di rumah sesuai dengan saran mereka, walaupun tidak setiap hari.

Semenjak rumah mereka menjadi cetya atas petunjuk para Dewa, mulai ada kegiatan meditasi dan kebaktian, walaupun hanya dengan cara yang sederhana saja, tapi kami masih jarang datang.  Seiiring dengan berjalannya waktu, kegiatan di cetya pasti kami ikuti tanpa terlewatkan, sepertinya ada yang kurang kalau tidak datang.

Pada suatu kegiatan Ritual Api Homa di Cetya, saya bertugas dibagian dokumentasi. Saat memotret kegiatan tersebut. Tiba-tiba saya merasakan panas ditangan saya, ternyata menempel kertas bekas bakaran untuk homa, walaupun kecil tetapi panasnya sangat terasa sekali hingga meninggalkan tanda. Ternyata dari adik ipar, diketahui ada Dharmapala yang berkenan memberkati. Mulai dari sana saya merasakan roh saya mulai terbangkitkan.
Sayapun menjalani hal ini dengan sepenuh hati, walaupun sebenarnya saya sangat awam tentang Dewa-Dewa yang datang membimbing karena ada Dewa yang berasal dari aliran yang benar-benar baru buat saya.

Ada saudara saya yang sudah menikah cukup lama tetapi masih belum juga dikaruniai anak, saya sangat sedih melihat keinginan mereka yang belum terkabulkan dikarenakan dia harus menerima karma masa lalunya. Saya berusaha membantu walaupun cuma bisa lewat doa, saran dan dorongan semangat agar mereka tidak putus asa berusaha. Saya sangat terharu melihat dia mengikuti saran, petunjuk dan nasihat yang diberikan, walaupun dia berasal dari keyakinan yang berbeda. Semua dilakukannya dengan setulus hati. Saya yakin Buddha-Bodhisattva akan mendengar doa dan harapan kami.

Saya seperti diingatkan bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan pasti ada hasil yang akan kita terima, baik itu dari kehidupan masa lalu maupun kehidupan sekarang. Melihat penderitaan dari orang yang menjalani karma tidak baik, alangkah baiknya mulai dari sekarang lebih banyak melakukan perbuatan baik, agar di kehidupan yang akan datang kita bisa lebih berbahagia.

Pada upacara peringatan Waisak pertama yang diadakan di Cetya, kami para umat diberitahu bahwa Buddha Sakyamuni berkenan memberkati kami dan memberikan nama Buddha Dharma pada kami yang berjodoh. Kami sangat senang mendengarnya, saya sempat bingung juga mendengarnya, bagaimana bisa tahu sedangkan saya belum bisa berkontak batin. Saya berpikir mungkin saya tidak termasuk didalamnya.

Hal itu sudah terlupakan, pada saat meditasi di rumah, sepertinya ada ejaan nama dari hati. Pikiran saya itu mungkin karena keinginan dari diri sendiri mengarang sebuah nama. Ejaan nama itu terus ada dalam hati, saya masih belum berani mengkonfirmasikan pada adik ipar saya, takut itu adalah keinginan. Cukup lama saya simpan sendiri, sampai suatu hari sepertinya ada dorongan hati untuk bertanya pada adik ipar. Setelah di cek, ternyata benar itu adalah nama Buddha Dharma saya. Terima kasih Buddha Sakyamuni yang telah berkenan memberikan nama pada saya yang masih sangat baru dalam membina diri. Sungguh suatu anugrah yang sangat besar bagi diri saya.

Dengan terbangkitnya roh saya dan mendengar ceramah di cetya, saya semakin mengerti arti meditasi pergerakan, dimana para Buddha-Bodhisattva berusaha membimbing, menuntun umat manusia agar bisa terlahir di alam kebahagiaan dan semoga bisa mencapai ke-Buddha-an.

Cetya kecil sekarang sudah menjadi Vihara. Umat yang datang juga semakin bertambah. Di Vihara Sukahavti Prajna ini, kami semua datang bisa saling berbagi, saling bercanda, suasana akrab dan kekeluargaan. Kami merasa betah bisa berlama-lama di sana, seakan sudah menjadi rumah kedua kami.

Beberapa bulan yang lalu, saya dikabarkan mendapat petunjuk dari Buddha Amithaba untuk bervegetarian menjelang ulang tahun Dewi Kwan Im Pho Sat. Dan diberitahu saya dipilih olehNya untuk menjadi calon Dharmaduta di Vihara dan saya bersedia untuk menjadi calon Dharmaduta Vihara dalam menjalankan Dharma dan menolong semua makhluk, saya dan empat calon Dharmaduta lainnya termasuk pengangkatan yang ke-2 saat peringatan hari Waisak. Sungguh peristiwa yang sangat berarti. Semoga saya bisa menjadi pilihan yang tidak mengecewakan dan bisa menjalankan amanat yang dipercayakan olehNya, tentunya dengan bantuan dan bimbingan para Buddha-Bodhisattva.
- Om . A Mi Te Wa . Sie -



MAHA DHARANI
    Sebelum saya berjodoh dengan Vihara Sukhavati Prajna, saya sering sembahyang ke Vihara-vihara yang lain, tapi selama saya sembahyang ataupun pujabakti di tempat itu, saya tidak merasakan apa-apa, biasa-biasa saja. Akhirnya saya tidak pernah pergi lagi ke vihara untuk sembahyang maupun pujabakti, karena saya merasa sangat malas sekali.

Saya banyak mengalami kesulitan, selalu saja ada pertengkaran di dalam rumah, ribut mengenai anak dll. Saat itu emosi saya sangat tinggi, kalau tidak senang saya bisa marah berhari-hari, saat itu saya selalu berpikir kalau saya yang benar.

Saya banyak sekali mengalami cobaan hidup, saya merasa hidup di dunia banyak penderitaan, masalah datang satu persatu, saya pendamkan semua itu di hati, karena itu emosi saya selalu tidak bisa terbendung.

Suatu hari, teman saya memberikan sebuah buku kepada saya, yang ditulis oleh V.A. Sukhavati Prajna, saat itu saya tidak tertarik sama sekali untuk membacanya, entah kenapa setelah beberapa bulan hati saya sepertinya terdorong untuk membaca buku tersebut, jadi saya membaca buku itu. Semakin dibaca saya tertarik dan saya baca sampai selesai. Dengan segera pula saya ingin bertemu dengan V.A. Sukhavati Prajna.

Saya bersama anak saya pergi untuk mencari tempatnya, anehnya saya tidak bisa menemukannya waktu itu padahal tempat tinggal saya dekat dengan Vihara Sukhavati Prajna. Akhirnya saya bisa menemukan tempat tersebut dari teman saya, dan mengetahui jadwal kegiatan Vihara tersebut.

Pada hari Selasa dan Jumat, sayapun mulai datang untuk Pujabakti dan Meditasi, walaupun pertama kali saya merasa bingung dan belum terbiasa, tapi sepertinya saat berada di Vihara tersebut saya merasa tenang.

Sewaktu pertama kali saya berkonsultasi dengan V.A. Sukhavati Prajna, Beliau mengatakan kalau aura saya gelap dan belum ada Dewa yang berjodoh atau dekat dengan saya, dan saya disuruh untuk banyak membaca mantera Dewa Bumi.

Sayapun mengikuti perkataan Beliau dan mulai rajin membaca mantera tersebut setiap hari, sampai-sampai dalam satu hari saya bisa membaca sampai 3x putaran japamala. Sayapun jadi sangat rajin sembahyang dirumah dan rajin bershadana dan bermeditasi. Waktu itu pula saya selalu ikut teman saya kemanapun dia pergi menjalankan tugas yang diberikan Buddha-Bodhisattva, dan hari-hari saya mulai saya jalani dengan sangat enjoy dan bahagia, perlahan saya mulai meredam emosi, karena setiap mendengar ceramah V.A. Sukhavati Prajna, saya berusaha mengikutinya dan berjalan sesuai ajaran Buddha-Bodhisattva.

Suatu hari saya terbangkitkan roh, hal ini semakin membuat saya bersemangat dalam pembinaan diri. Dan kesulitan yang saya alami mulai berangsur-angsur membaik atas bimbingan Buddha-Bodhisattva. Dengan cepatnya pula saya bisa berkontak batin dengan Buddha-Bodhisattva dan para Dewa. Waktu itu saya sempat bingung, apa benar yang saya alami ini. V.A. Sukhavati Prajna berkata kalau memang para Buddha-Bodhisattva sudah berkenan membimbing saya. Dengan berjalannya waktu, satu persatu Buddha-Bodhisattva, Dharmapala datang membimbing. Tidak lama kemudian saya mendapat petunjuk nama Buddha Dharma yang diberikan oleh Buddha Sakyamuni. Sejak saat itu, apabila saya mengalami kesulitan baik itu masalah rumah tangga ataupun yang lainnya, saya selalu mencurahkannya kepada Buddha-Bodhisattva, dan jalan hidup saya semakin lebih baik lagi. Jika saya melakukan kesalahan sedikit saja jika tidak menyadarinya, disaat shadana dan meditasi, saya selalu diberi nasihat dan bimbingan agar jangan berbuat seperti itu. Jika saya merasa bersedih, selalu saja saya dihibur.

Kadang saya berpikir apa itu benar? tapi kenyataannya memang benar. Memang terkadang kita selalu bingung apa yang telah terjadi dengan kita, tapi itu benar semuanya, karena saya mengalami sendiri, jika saya tidak mengalaminya, sayapun sangat sulit untuk mempercayainya.

Tapi dalam pembinaan diri, sayapun harus melewati ujian, apakah saya bisa melewatinya atau tidak. Ujian bisa datang dari keluarga sendiri ataupun teman. Jika bisa melewati ujian tersebut, pembinaan diri juga mengalami kenaikan tingkat.
Seiring berjalannya waktu, sayapun terpilih menjadi calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna sebagai wakil Kalacakra Vidyaraja. Dan Kalacakra Vidyaraja juga adalah Guru Sejati saya. Beliaulah yang setiap hari datang membimbing, menjaga dan melindungi saya dan keluarga.

Pengalaman saya dalam kehidupan dan pembinaan diri, membuat saya mengerti bahwa kita seharusnya berusaha meredam emosi dan selalu berbuat sesuatu sesuai ajaran Buddha-Bodhisattva, maka kita akan selalu diberi jalan yang benar, bersyukur dan menyerahkan segalanya kepada Buddha-Bodhisattva, maka kita akan mendapatkan hal yang terbaik dalam hidup kita. Percayalah Buddha-Bodhisattva akan selalu menolong kita.
- Om . Ha . Ka Ma La . Wa La Ya . Soha -


GAUTAMI SHENGMU
    Sebelum saya mengenal Vihara Sukhavati Prajna, saya adalah manusia yang tidak tahu tentang Dharma. Sampai suatu hari saya merasakan sakit luar biasa dan mencoba pergi berobat, tapi tidak juga sembuh. Setelah itu ada seorang teman memberitahukan bahwa di sekitar rumahnya ada seorang yang suka memberi pertolongan tanpa pamrih, kemudian saya mengajak suami pergi kesana dan bertemu dengan V.A. Sukhavati Prajna, Beliau mengatakan bahwa saya harus melatih meditasi agar sakit kaki saya bisa sembuh. Lalu saya bertanya mengenai rupang Dewi Kwan Im yang ada dirumah saya, Beliau mengatakan kalau rupang tersebut tidak ada auranya dan menyarankan agar disimpan dulu, tapi suami saya tidak mau rupang itu disimpan jadi saya ikuti keinginan suami saya.

Namun sakit kaki yang saya alami semakin terasa sakit, teman memberitahu kalau ada tukang urut yang pintar, tapi setelah ke sana sakit kaki saya tetap tidak sembuh juga. Akhirnya saya kembali menemui V.A. dan Beliau memberikan jawaban yang sama pada saya dan saya tetap tidak melaksanakan yang dikatakan Beliau.

Suatu hari Vihara Sukhavati Prajna yang waktu itu masih berupa Cetya sedang diresmikan, Ketua Cetya datang memberikan undangan kepada saya, tapi saya tidak hadir pada acara itu karena tidak mau tutup toko, karena saya merasa belum begitu mengenal Cetya waktu itu.

Sampai suatu hari suami saya pergi ke Cetya bersama temannya ikut pujabakti, setelah pulang dia memberitahukan pada saya tentang keadaan di cetya itu, dia merasa aneh dengan orang-orang di cetya yang ada pergerakkan yoga saat meditasi, mendengar perkataan suami, saya menjadi penasaran. Di hari pujabakti berikutnya saya datang ke Cetya juga, dan memang sempat membuat saya merasa aneh, karena belum pernah melihat pergerakan yoga selama ini. Tapi di hari-hari pujabakti selanjutnya saya kembali ikut. Setelah beberapa kali datang mengikuti pujabakti, entah kenapa tangan sayapun menjadi bisa bergerak-gerak. Kali ini saya merasa aneh pada diri saya sendiri, tapi saya tetap pergi pujabakti di Cetya dan mulai bermeditasi dirumah. Walaupun awalnya ada perasaan takut, tapi saya mencoba menjalankan petunjuk V.A. secara perlahan dan terus menerus.

Sampai suatu kali saya mengundang V.A. untuk datang melihat rupang Dewi Kwan Im di rumah saya, setelah Beliau melihat rupang tersebut ternyata rupangnya sudah ada auranya, berbeda dengan sebelumnya, dan Beliau menyarankan untuk menambah 2 rupang lagi yang berjodoh dengan saya.

Setelah saya membeli 2 rupang yang disarankan, sayapun memesan altar sembahyang yang baru karena altar lama lebih kecil sehingga tidak bisa untuk meletakan 3 rupang di atasnya. Saya meminta bantuan teman saya untuk menunggu altar yang baru diantar, karena saat itu suami saya sedang pergi keluar kota. Setelah altar baru sampai dirumah, saya memberikan altar lama kepada teman yang membantu saya itu.

Setelah mengganti altar baru dan 3 rupang telah dinaikan dan diberkati oleh V.A., saya semakin rajin bershadana dan meditasi setiap hari. Semakin hari, saya semakin peka dengan perubahan aura sampai akhirnya saya bisa bertelepati dengan Budha-Bodhisattva dan para Dewa.

Suatu hari saya mendapatkan petunjuk untuk pergi ke suatu Vihara di Tangerang, saya pergi bersama teman ke sana. Saya ke vihara tersebut untuk memberi penghormatan dan bermeditasi sesaat lalu pulang.

Semakin rajin menjalankan pembinaan diri di cetya, saya merasa semakin nyaman dan tenang saat berada di cetya, setiap pujabakti saya selalu hadir bersama anak-anak dan keponakan saya. Dan selanjutnya saya mendapatkan petunjuk-petunjuk berikutnya dari para Buddha-Bodhisattva untuk pergi mengunjungi vihara-vihara. Dan saya berusaha untuk bisa menjalani petunjuk tersebut, entah kenapa suami saya juga tidak keberatan untuk selalu mengantar saya pergi.

Tapi suatu kali saya menjalankan petunjuk tanpa didampingi suami, karena dia sedang pergi keluar kota. Saya memutuskan untuk pergi bersama teman-teman saya dengan mengendarai motor. Tapi saya melihat STNK motornya tidak ada karena terbawa oleh suami saya keluar kota. Saat itu saya berpikir, jika saya harus pergi mengendarai motor tanpa ada STNK, saya percaya Buddha-Bodhisattva pasti akan melindungi saya dalam perjalanan. Dan benar saja perjalanan saya pergi bisa lancar dan sempurna.
Semakin lama saya mulai menjalankan shadana penyatuan dengan para Buddha-Bodhisattva, satu persatu Mereka menyatu dengan saya dan membimbing saya.

Suatu kali saya mendapatkan petunjuk untuk pergi ke Vihara di Lembang Bandung, saya mengajak suami untuk pergi ke sana.  Saya saat itu tidak tahu jelas dimana letak vihara yang ditunjuk Buddha-Bodhisattva, mungkin karena saya agak ragu dan tidak yakin dengan perjalanan kali ini, saya sempat mendapat petunjuk arah yang salah, sehingga kami harus nyasar masuk ke perkampungan.

Saat itu saya takut suami marah, tapi ternyata tidak. Membuat hati saya lega, dia malah turun dan bertanya kepada orang sekitar. Tapi semakin banyak bertanya pada orang yang kami temui letak vihara yang kami cari, kami malah semakin kesasar dan tidak menemukan vihara tersebut. Hampir saja membuat kami putus asa. Akhirnya tanpa bertanya lagi pada orang, kami terus saja berjalan dan menemukan vihara yang besar dan memutuskan untuk masuk saja ke dalam vihara itu, ternyata vihara yang tidak sengaja kami masuki itulah vihara yang ditunjuk. Lega rasanya, kami mendapatkan pengalaman berharga dalam perjalanan kali ini.

Disamping menjalankan tugas dan petunjuk, saya juga harus mengalami ujian dalam pembinaan diri. Suatu kali saya ditelpon oleh seseorang yang marah-marah dan memaki-maki saya lewat telpon karena salah paham. Membuat saya bingung sendiri, esok harinya saya mencoba menghubungi orang tersebut, tapi saya malah semakin dicaci-maki, saya mencoba meminta maaf walaupun tahu saya tidak bersalah, karena saya memandang orang itu sudah jauh lebih tua dari saya. Tapi saat saya meminta maaf dia tidak mau terima malah menutup telepon dengan keras. Saya pikir sudah selesai sampai disitu, ternyata dia masih telpon saya dan kembali memaki saya. Saya mencoba bersabar dan kembali meminta maaf padanya.

Sayapun heran, kenapa kali ini saya bisa sabar dan mau minta maaf pada orang walaupun saya tahu tidak bersalah. Padahal dulu saya orang yang pemarah dan emosional. Sejak membina diri saya merasa banyak perubahan dalam diri saya, saya merasa beruntung mendapatkan bimbingan dari para Buddha-Bodhisattva dan berterima kasih pada Cetya yang telah membuka jalan untuk kami.

Saat hendak mendapatkan nama Buddha Dharma, saya harus pergi ke sebuah Vihara di daerah Bogor. Karena kurangnya konsentrasi dalam meditasi, membuat saya sedikit ragu dengan nama Buddha Dharma yang saya dapatkan, akhirnya saya mencoba mengkonfirmasikan pada V.A. mengenai nama Buddha Dharma saya itu, dan Beliau memberitahukan bahwa nama Buddha Dharma saya adalah Gautami Shengmu.

Saya sangat bersyukur atas berkah yang diberikan Buddha Sakyamuni, walaupun kehidupan masa lalu dan masa kecil saya begitu penuh dengan penderitaan, kesedihan dan airmata, tapi saya bersyukur bisa kuat menghadapi semua cobaan. Setelah Dewasa saya mencoba merantau di Jakarta, tapi bukan kebahagiaan yang kudapatkan, melainkan penderitaan dan kesedihan. Saya berusaha untuk bisa menjalani hidup ini, karena saya adalah tulang punggung keluarga walaupun saya seorang wanita, saya berusaha terus giat bekerja dan bekerja serta tidak pernah mengeluh.

Cobaan demi cobaan datang dalam kehidupanku waktu itu, kesedihan demi kesedihan harus kualami saat itu. Kehilangan mama sangat membuat saya sedih karena belum sempat membuatnya bahagia. Setelah 3 tahun meninggalnya mama, saya baru berjodoh dengan Cetya yang sekarang telah menjadi Vihara. Saya mencoba menjalankan pembinaan diri, karena setelah menjalani ini saya merasakan ketenangan yang tidak saya temukan dimanapun.

Saya sempat merasa sedih juga karena kakak laki-laki saya meninggal dunia, kami hanya 3 bersaudara saja. Waktu itu saya sempat bertanya pada V.A. mengenai keadaan kakak saya itu, tapi V.A. tidak menjawab dengan terus terang, mungkin karena Beliau sudah tahu kalau tidak ada harapan tapi tidak mau membuat saya bersedih. Beliau hanya menyarankan pada saya untuk melakukan kebaikan untuk dilimpahkan pada kakak saya itu. Dan akhirnya kakak sayapun meninggal juga.

Saya menumpahkan kesedihan saya dihadapan altar para Buddha-Bodhisattva, memohon perlindungan untuk kakak saya itu. Karena saya tahu semasa hidupnya, dia hanya menjalankan aktifitasnya sebagai orang awam pada umumnya dan dia belum sempat berjodoh melatih diri seperti saya, sehingga tidak bisa menghadapi hutang karmanya. Karena saya baru memahami bahwa, hanya diri sendiri yang bisa menyelamatkan, segala perbuatan manusia baik perbuatan baik ataupun jahat, maka manusia itu sendiri yang akan menanggung karmanya. Saat ini saya hanya bisa berusaha selalu berbuat kebaikan untuk dilimpahkan padanya agar dia bahagia di Alam Sukhavati.
Sampai akhirnya saya terpilih menjadi calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna mewakili Buddha Sakyamuni dalam membabarkan Dharma, saya semakin introspeksi diri dan belajar untuk merubah diri menjadi lebih baik serta bisa memberikan manfaat untuk semua insan dan semua makhluk.

Terima kasih saya kepada para Buddha-Bodhisattva, V.A. Sukhavati Prajna, Ketua Vihara. Semoga Vihara Sukhavati Prajna semakin berkembang.
- Na Mo. Sa Man To Mo To Nam . Pho -


WARNA SUKMA KAPPA
    Saya adalah seorang anak yang terlahir beragama Kong Hu Cu, kami sekeluarga hanya mengerti sembahyang leluhur saja. Dulu agama Kong Hu Cu sama dengan agama Buddha, tapi kami sekeluarga tidak pernah ke vihara, karena ditempat kami tinggal tidak ada vihara ataupun kelenteng, jadi keluarga saya hanya sembahyang dirumah atau dikuburan, itupun hanya dihari-hari tertentu saja, setahun kurang lebih hanya 4 kali sembahyang.

Waktu di sekolahpun saya tidak pernah belajar agama Buddha, saya malah harus belajar agama lain, karena di sekolah kami adalah Sekolah Negeri, jadi mau tidak mau harus belajar agama yang dipelajari di sekolah itu, jadi saya benar-benar tidak mengerti sama sekali ajaran Buddha.

Sampai saya sudah Dewasa dan bekerja, saya tidak pernah terpikirkan mau ke vihara, karena dilingkungan saya bekerja memiliki kepercayaan yang berbeda-beda dan memang saat merantau ke Jakarta, saya hanya mempunyai tujuan bekerja dan mencari uang yang banyak. Lebih-lebih lagi, disamping tidak pernah beribadah di Vihara, saya pada waktu itu suka berbuat hal-hal yang tidak baik. Sampai saya sudah mempunyai isteri dan anak saya tidak juga berubah menjadi baik.
Dulu awalnya saya hanya iseng-iseng ikut teman saja, tapi lama kelamaan saya malah terperosok semakin dalam. Apa yang saya lakukan selama ini, sudah banyak menyusahkan isteri, anak dan diri sendiri, tapi entah kenapa saya tidak terpikir untuk sadar diri, malah semakin hari semakin jadi saja.

Apapun saya lakukan untuk bisa menjalankan apa yang saya sukai waktu itu, sampai membohongi isteri, malas kerja, main seharian,  dll. Saya tidak merasa puas jika apa yang sudah hilang dari diri saya belum juga kembali dan tidak memikirkan keadaan keluarga lagi.

Sampai suatu kali, saya mengalami kejadian yang paling menyedihkan dan memalukan dalam hidup saya, saya benar-benar terpojok dan tidak tahu harus berbuat apa saat itu, hidup pun tidak tenang rasanya, karena selalu dikejar-kejar orang.

Sejak kejadian tersebut, saya agak sedikit tersadarkan dan bersyukur karna isteri saya sabar menghadapi kelakuan saya. Hanya saat itu saya sudah habis-habisan tidak punya apa-apa lagi, sampai motorpun tidak ada untuk kerja. Tapi saya mencoba bangkit kembali walau harus kerja dengan berjalan kaki, karena tidak lama kemudian ada teman saya meminjamkan motornya untuk bisa saya pakai kerja.

Perlahan kehidupan saya dan keluarga kembali pulih dari keterpurukan, tapi kehidupan benar saya itu tidak berlangsung lama, karena saya tidak punya iman dan agama yang kuat, sehingga saya jadi seperti pohon yang tidak punya akar, diterpa angin kencang langsung roboh, akhirnya saya jatuh lagi ke dalam lubang yang sama, dan kali ini lebih parah dari sebelumnya, karena kesukaan saya pada hal yang tidak baik sebelumnya menjadi bertambah yang lain lagi. Uang hasil usaha saya tidak pernah kelihatan, karena selalu saya gunakan untuk berbuat hal yang tidak baik. Untungnya saya berjodoh kuat dengan para Buddha-Bodhisattva, jadi saya dipertemukan dengan seorang teman (Ketua Vihara) yang bisa menuntun saya ke vihara.

Setiap che it dan cap go, teman saya itu selalu mengingatkan saya untuk sembahyang ke vihara, waktu itu kadang saya mengikuti sarannya, tapi kadang tidak saya ikuti, karena waktu itu saya kurang mengerti cara sembahyang yang benar, saya cuma tahu sembahyang minta kesehatan, rezeki dan keselamatan.

Kadang saya suka bingung sendiri cara bersembahyang, kadang juga malas. Saya berpikir buat apa saya sembahyang dan apa manfaatnya, karena saat itu saya lebih suka berhura-hura saja. Saya benar-benar bodoh dan dibutakan dengan loba dan moha.

Suatu hari saat saya mampir ke rumah V.A., yang waktu itu belum menjadi Cetya. V.A. pernah memberitahukan kehidupan masa lalu saya, katanya saya punya karma jodoh dengan Kwan Im Pho Sat. Kehidupan lalu, saya adalah seorang pengusaha yang kaya raya dan mempunyai altar Dewa sendiri di rumah, tadinya saya rajin bersembahyang. Tapi lama kelamaan saya mulai berjalan menyimpang dan mempergunakan kekayaan saya itu untuk bersenang-senang saja, sehingga suatu kali saya mengalami bangkrut dan hidup susah. Saya sangat marah dan melampiaskan kekecewaan dan amarah saya kepada para Dewa. Kwan Im Pho Sat sangat memperhatikan saya, dan ingin agar saya bisa tersadarkan dan kembali ketempat asal saya, menyarankan agar saya mau mendekatkan diri kepada Kwan Im Pho Sat. Itulah cerita kehidupan masa lalu saya yang diketahui oleh V.A.

Waktu itu saya tidak percaya dan tidak menghiraukan perkataannya. Tapi untungnya teman saya tidak ada bosan-bosannya mengingatkan saya, sampai dia membangun cetya dirumahnya, diapun tetap tidak lupa dengan saya, saat peresmian cetya dia mengundang saya datang dan saya membantu, tapi selesai acara saya langsung buru-buru pulang karena sudah punya janji dengan teman lain yang mengajak bersenang-senang.
Tapi saya beruntung punya isteri dan anak yang rajin mengajak saya ke cetya untuk ikut kebaktian dan meditasi, waktu itu saya memang ikut pergi tapi pikiran saya belum benar-benar terbuka. Walau tiap selasa dan jumat ikut kegiatan di cetya, tapi di hari-hari lain saya masih melakukan perbuatan yang tidak baik di tempat lain.
Sampai suatu kali, roh saya terbangkitkan. Saya mulai peka terhadap kehadiran Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala. Saya mulai mendapatkan bimbingan dan beryoga dengan Mereka, sehingga sedikit banyak telah bisa menghilangkan kebiasaan buruk dalam diri saya. Dan yang lebih membuat saya semakin tersadarkan adalah disaat suatu kali saya mencoba berbohong pada isteri saya, mengatakan padanya kalau saya sedang membereskan pekerjaan karena harus segera dikirim, tapi sebenarnya saya pergi dengan teman-teman saya. Saat itu isteri saya menelpon hp saya beberapa kali, tapi saya tidak mengangkatnya dan saya menonaktifkan hp saya supaya isteri saya tidak bisa menghubungi saya.

Tapi entah kenapa, hp saya bisa aktif dan dengan sendirinya menghubungi hp isteri saya, sehingga isteri saya tahu kalau saya sudah berbohong. Dan kali ini dia marah besar dan akhirnya saya minta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya dan akan meninggalkan semua kegiatan saya yang tidak baik tersebut.

Yang membuat saya bingung adalah, kenapa hp saya yang dimatikan bisa menelpon. Saya berpikir kembali, mungkin ini adalah mujizat dari para Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala, dan merupakan salah satu bentuk perhatian dan perlindungan Mereka untuk saya, isteri dan keluarga saya. Sejak hari itu saya benar-benar tersadarkan.

Saat ini saya sudah aktif di Vihara dan telah bertobat dihadapan para Buddha-Bodhisattva. Jika bukan karena karma jodoh saya dengan Kwan Im Pho Sat, mungkin saya tidak bisa keluar dari perbuatan saya yang tidak baik tersebut dan tidak bisa berjodoh dengan Dharma Buddha. Hingga terpilihnya saya menjadi calon Dharmaduta Vihara dan menjadi wakil Kwan Im Pho Sat dalam membabarkan Dharma Buddha, saya semakin sadar dan terus berusaha merubah diri menjadi lebih baik lagi.
- Om . Mani Padme Hum -


WEN ZHU
    Saya terlahir dari keluarga penganut kepercayaan Kong Hu Cu, saya anak ke-2 dari 3 bersaudara. Dulu saat saya bersembahyang dan memegang dupa hanya satu tahun sekali saja, itupun hanya sembahyang untuk leluhur.

Pada saat saya berusia 14 tahun saya pernah masuk satu aliran agama, itupun secara sembunyi-sembunyi dan tidak tau kenapa orang tua saya melarang saya masuk aliran agama tersebut.

Pada saat saya merantau ke Jakarta, sayapun pernah ke salah satu tempat ibadah, karena mantan pacar saya yang sekarang sudah menjadi suami yang mengajak saya kesana.
Tapi tidak tahu kenapa, saya merasa tidak ada yang menetap dihati.

Kehidupan sehari-hari saya penuh dengan keduniawian, dulu saya bertemu dengan seorang teman yang sering mengajak saya dan suami saya sembahyang di Kelenteng, walaupun setiap che it dan cap go kami sering sembahyang, tapi tidak ada perubahan apapun dalam hidup kami, malah semakin hari saya semakin tenggelam dalam keduniawian demi mencari kebahagiaan yang tidak kunjung habisnya. Semakin saya kejar kebahagiaan itu, semakin tidak saya dapatkan. Hidupku yang dulu penuh dengan kesalahan, sampai saya berjodoh dengan ajaran Buddha, ini berkat teman saya juga. Saya yang awalnya tidak mengerti dengan ajaran Buddha, merekalah yang menuntun kami sehingga kami bisa sedikit banyak memahami ajaran Buddha.

Dulu sebelum terbentuknya cetya di rumah teman kami tersebut, mereka sering mengundang kami jika ada ritual ibadah. Tapi waktu itu hanya suami saya yang sering hadir sedangkan saya masih malas untuk mengikuti acara seperti itu. Sampai terbentuknya cetya, mereka mengundang kami lagi saat peresmian, itupun saya belum mengikuti pujabakti dan masih bingung membaca mantera dan sutra. Setelah beberapa lama saya sudah mulai mengikuti pujabakti di cetya.

Setelah beberapa lama ikut puja bakti, roh saya terbangkitkan dengan sendirinya, sejak itu saya mulai mengalami perubahan hidup, saya mulai membuang sifat buruk saya, yang dulunya tidak bisa mengendalikan emosi dll. Saya sangat bersyukur dapat bertemu dengan Guru Roh sejati saya, yang setiap hari selalu membimbing saya ke jalan yang benar dan Beliau selalu menasihati saya jika ada kesalahan yang saya lakukan.

Pengalaman berkesan saya alami ketika mengikuti perjalanan spiritual ke Yogyakarta, ketika sampai di tempat menginap dan sudah kelelahan saya dan keluarga tertidur, tapi belum lama tertidur saya bermimpi sangat jelas dan membuat saya ketakutan. Karena dimimpi tersebut, saya melihat seakan suami yang sedang tidur disamping saya terbangun dan melihat saya, saya langsung terbangun dan melihat suami saya masih tertidur pulas disamping. Mendadak perasaan saya tidak enak dan tidak bisa tidur lagi, saya membangunkan suami untuk menemani saya yang terbangun, tapi karena dia terlalu lelah sehingga kembali tertidur, dan diapun mengalami mimpi buruk saat itu. Saya mencoba membaca mantera hati Guru Sejatiku terus menerus sampai saya tertidur.

Saya langsung merasakan bahwa, kamar saya ini ada sesuatu, saya menceritakan apa yang saya alami semalam pada teman saya, setelah dilihat ternyata benar kamar yang saya tempati itu “kotor”. Sehingga untuk sementara waktu kamar tersebut dibuatkan perlindungan agar kami tidak terganggu waktu tidur. Dan benar saja, dimalam kedua kami menginap, kami sudah bisa tidur dengan nyaman.

Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, kami mampir ke salah satu Vihara di Semarang. Saat memasuki Vihara itu saya merasa tidak nyaman, tapi tidak tahu apa sebabnya. Setelah kami semua keluar dari vihara itu, teman saya baru memberi tahu kalau Vihara itu “kurang bersih”. Ini pengalaman bagi saya, karena saya sudah mulai mengerti perbedaan suatu tempat, ternyata tidak semua Vihara itu “bersih”.

Sekali waktu saya sempat tidak lulus ujian dan goyah. Saat saya membina diri, saya merasa begitu banyak ujian yang harus saya hadapi. Mulai dari kurangnya dukungan dari orang terdekat, emosi dan tidak bisa mengatasi kesenangan duniawi dll. Gagal dalam ujian karena orang terdekat sehingga menimbulkan kekotoran batin saya. Sejak saat itu saya mulai malas bershadana, karena saya merasa disaat saya ingin berbuat baik, malah banyak masalah yang datang menghampiri dan saya tidak bisa menghadapinya.

Saat saya mengalami kekotoran batin, saya tidak lagi merasakan kehadiran Guru Sejati, hari-hari saya kembali seperti dulu, saat itu saya sudah berpikir telah gagal dalam pembinaan diri, dan entah kenapa pada saat itu Guru Sejati tidak menasihati saya.

Ternyata setelah melewati hal tersebut, saya baru mengetahui dan mengerti mengapa Guru Sejati tidak menasihati saya waktu itu, karena saat itu saya sedang melewati ujian. Hari demi hari saya jalani kehidupan ini begitu merindukan kehadiran Guru Sejati yang biasanya memperhatikan dan selalu menuntun, saya mulai menyadari kesalahan yang dilakukan. Saya berterima kasih kepada teman-teman Vihara Sukhavati Prajna yang selalu membantu saya mengatasi kekotoran batin saya.

Suatu hari, saya bermain ke rumah seorang teman, sesampainya disana dia memberikan saya sebuah rupang Kwan Im Pho Sat, saya merasa sangat senang karena saya memang belum memiliki rupang tersebut, di rumah saya memang sudah memuja Kwan Im Pho Sat, tapi masih berupa gambar saja. Teman saya berpesan kepada saya agar saya menjaga baik-baik rupang tersebut dan menyuruh saya untuk rajin bershadana.

Sejak rupang Kwan Im Pho Sat saya altarkan di rumah, saya sudah mulai bershadana lagi walaupun tidak tiap hari. Suatu hari saya jatuh sakit, pada saat itu saya merasakan kehadiran Kwan Im Pho Sat, saya sangat senang dan terharu, karena begitu banyak kesalahan yang saya lakukan tapi para Buddha-Bodhisattva masih memperhatikan saya, saya merasa bersalah dan sangat menyesal sudah mengecewakan Guru Sejati. Dan yang membuat saya semakin sedih dan terharu, Dewi Seribu Tangan Seribu Mata masih memilih saya untuk mengisi acara syukuran Vihara.

Setelah itu saya sudah mulai rajin bershadana lagi setiap hari, dan setelah saya menyadari kesalahan dan mulai menjernihkan hati, saya sudah bisa merasakan kehadiran dan mulai dibimbing kembali oleh Guru Sejati lagi. Akhirnya sampai saya dipilih menjadi Dharmaduta Vihara, semoga saya bisa melakukan tugas dengan baik dan bisa lulus dari segala ujian dalam pembinaan diri.
- Om . Ci Lu To Nan Hum Re -


VIMMALA VIDYA GARBHA
Hari ini, 18 Juli jam 13:50 , tiga puluh menit sebelumnya, didalam perjalanan menuju ke tempat kerja, aku diingatkan untuk membuat sebuah artikel tentang pengalamanku dalam mengenal, belajar dan coba memahami tentang Dharma Buddha yang sebelumnya sama sekali tidak pernah kutahu.

Awalnya aku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dituliskan atau diceritakan dalam artikel ini, namun ditengah kebingungan ini ada seperti suara dalam hati yang mengatakan pada diri ini bahwa pembuatan artikel ini dimaksudkan untuk berbagi pengalaman yang kualami agar semua orang yang membacanya memperoleh gambaran tentang apa yang kualami, ya kalau boleh bilang sekedar berbagi pengalaman yang dialami oleh diriku yang sebelumnya tidak pernah mengenal ajaran Buddha Dharma dalam kehidupan kali ini, koq bisa tiba-tiba menerima serta meyakini apa yang terkandung dalam setiap ajaran Buddha. Artikel inipun dibuat bukan untuk tujuan berbangga diri, hanya sebagai sarana berbagi pengalaman yang sekiranya bisa diambil hikmahnya oleh pembaca/umat sedharma sekalian. Baiklah berikut ini pengalamanku;
Aku sebelumnya memeluk iman percaya pada ajaran Kristen, bekerja pada sebuah percetakan di selatan Jakarta yang dimiliki oleh saudara sepupu. Pada suatu ketika saudara sepupu ini mendapatkan order pekerjaan dari sebuah Cetya di daerah Tangerang, dan aku yang ditugaskan untuk membuat setting buku yang akan cetya tersebut terbitkan dan bukan hanya buku-buku, tapi semua yang ada kaitannya dengan pekerjaan cetak-mencetak. Seingatku akhir Nopember 2010, pernah diajak ke cetya tersebut dalam rangka memberikan contoh setting agar bisa dikoreksi sebelum naik cetak, tidak hanya sekali namun beberapa kali setiap ada jadwal ibadah di cetya tersebut. Setiap kali datang ke cetya saudara sepupuku selalu mempersilakanku untuk duduk pada mantras (seperti bantalan untuk bermeditasi) yang biasanya digunakan oleh umat yang beribadah, walaupun aku tidak ikut dalam sesi ibadah tidaklah mengapa katanya. Namun aku berpikir tidaklah baik jika diriku turut berada disana dan mungkin saja akan dapat mengganggu para umat yang beribadah, lebih baik jika aku menunggu sambil duduk pada motor yang ada di tempat parkir, sekali waktu terkadang aku memerhatikan para umat beribadah dengan sangat khidmatnya.

Beberapa kali aku sering datang ke cetya untuk urusan pekerjaan, hingga suatu ketika pada bulan Maret dalam perjalanan menuju ke cetya untuk memberikan contoh desain, ada keinginan tiba-tiba dalam hati yang begitu kuatnya untuk tahu dan ingin belajar tentang ajaran Buddha itu seperti apa sih? Aku ingat dalam perjalanan senja itu kira-kira jam 18:30 WIB dimana langit malam sedang bulan purnama penuh. Ketika sampai disana peribadahan memang belum dimulai, selesai menyerahkan hasil print desain, saudara sepupu yang biasanya mempersilakanku duduk pada matras ataupun ruang tunggu dimana terdapat banyak buku-buku dharma agar aku membacanya, namun kali ini berucap, “Urusan kerjaan sudah dibicarakan belum?” Aku menjawabnya “Sudah”, lalu ia meneruskan “Yaa sudah kalau begitu pulang saja daripada disini gak ngapa-ngapain.”  Tapi aku membalasnya “Ngga ah, hari ini saya mau belajar tentang Dharma Buddha, tadi sewaktu dijalan tiba-tiba ada keinginan dalam hati untuk mengetahui tentang ajaran Buddha itu seperti apa.”

Selesai mengikuti ibadah di cetya untuk pertama kali, malamnya aku bermimpi dan tidak biasanya mimpi ini bisa diingat dan menurutku mimpi ini juga terasa aneh, didalam mimpi itu aku mengantarkan seseorang untuk berobat, hanya saja orang yang kuantarkan tersebut dari pinggang hingga ke bawah berbentuk tubuh ular dan setibanya pada tempat yang dituju, orang yang dicari untuk menyembuhkan tersebut tidak berada di tempat, kami masuk kerumahnya tidak ada siapa-siapa. Karena didalam rumah tidak ada siapa-siapa kami mencoba mencari namun tetap tidak menemukan siapa-siapa, ketika kami hendak keluar rumah kami dihalang-halangi oleh beberapa makhluk, wujudnya seperti makhluk halus di film-film, ada yang berupa pocong juga kuntilanak, kami tetap berusaha menerobos keluar rumah dan menghardik makhluk-makhluk tersebut agar tidak menghalang-halangi kami. Setelah diluar orang yang kuantar untuk berobat tersebut sudah berada disebuah danau dan dia seperti menggelepar karena tubuhnya yang berbentuk ular berada didalam air danau tersebut. Aku mencoba mendekati, namun sebelum sampai disana, diriku seperti mendapat serangan berupa ular-ular yang berukuran kecil, dalam hati aku berkata mungkin sakit orang ini karena diguna-guna, dan karena aku mencoba menolongnya untuk mencarikan orang yang bisa menyembuhkannya akhirnya akupun mendapat serangan.

Ular-ular dengan tubuh transparan yang menyerang itupun masuk menusuk kepundak kiri, akupun merasakan sakit dan berusaha untuk mencabut ular tersebut, ada yang berhasil dicabut dan ada yang tidak. Karena terkejut aku terbangun dari mimpi tersebut dan merasakan rasa sakit juga pada pundak kiriku. Karena terbangun lalu aku mencoba melihat sekeliling, kemudian melihat jam tangan dan arah jarum jam menunjuk angka 05:00 WIB. Karena mata masih terasa berat aku melanjutkan tidur beberapa saat, ketika bangun aku masih merasakan sakit pada pundak kiri, lalu pergi mandi untuk siap berangkat bekerja, aku berpikir akh! mungkin karena salah posisi tidur hingga pundak kiri ku terasa sakit tetapi aku baru menyadarinya setiba ditempat kerja sakit itu sudah hilang. Biasanya jika aku salah posisi tidur hingga sakit pada area sekitar pundak ataupun leher sakitnya akan terasa sampai beberapa hari tapi untuk kali ini hilang dengan cepat, apa ada kaitannya dengan mimpi malam itu? Aku berpikir mungkin kebetulan saja, dan mimpi itukan kata orang hanya merupakan bunga tidur.

Hari berlalu, teringat akan mimpi yang aneh tersebut aku pernah membaca buku Maha Guru Lu Sheng Yen yang berkata kurang-lebih demikian jika kita mendapat mimpi antara pkl. 03:00 – 06:00 dan mimpi tersebut tidak biasa, pasti ada sesuatu/pesan khusus dalam mimpi tersebut.

Aku tahu jika bertanya pada V.A. Sukhavati Prajna, Beliau pasti bisa tahu apa maksud dari mimpi tersebut hanya saja karena aku belum terlalu kenal dan lagi merasa sungkan untuk bertanya, akhirnya kusimpan saja niat untuk mengetahui apakah ada arti dari mimpi tersebut. Hari-hari selanjutnya aku mengikuti peribadahan di Cetya seperti biasa saja, setiap hari Selasa dan Jum'at.

Suatu ketika ada rencana di Cetya untuk mengadakan semacam perjalanan spiritual ke Jawa Tengah, tepatnya mengunjungi Candi Prambanan, Candi Borobudur dan Candi Mendut. Ketika kami sedang berdiskusi mempersiapkan kepanitiaan serta segala sesuatunya, karena yang mengikuti acara ini cukup banyak, orang dewasa juga anak-anak. Diriku koq seperti merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada wajahku, keanehan itu ialah rahang bagian bawah seperti mengunci (seolah-olah geram/menggigit) aku tidak tahu kenapa? Aku berpikir mungkin karena udara dingin barangkali, tapi sebentar hilang, lalu muncul kembali. Karena tidak merasa nyaman terasa aneh, lalu aku coba bertanya pada teman-teman sedharma apakah pernah merasakan hal yang sama. Kemudian ada teman berkata mungkin kamu diminta untuk meditasi, sudah sana meditasi di depan Altar. Akupun merasa kebingungan karena belum mengerti bagaimana meditasi, gimana caranya?? Yang ku ketahui waktu itu hanya sikap duduk dalam bermeditasi.

Akupun mencoba saran dari teman-teman sedharma, aku menuju ke depan Altar dengan beranjali terlebih dahulu kemudian duduk dengan sikap bermeditasi, disekitar wajahku terasa ada ketegangan dan rahangku semakin kuat mengunci, sebentar kendur, lalu mengunci lagi begitu terus beberapa saat.

Dalam hatipun aku sambil berucap, mohon maaf kepada para Buddha, para Bodhisattva, para Dharmapala, para Dakini ataupun para Dewa sekalian, maaf atas kebodohan diriku yang tidak mengerti ada apakah ini, mulutku koq seolah mengunci, rahangku bagian bawah mengunci dengan kuat, sebentar hilang, lalu mengunci lagi.

Apakah ini yang dinamakan awal terbangkitkan roh, bisa merasakan aura-aura sekeliling, apakah memang para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dakini dan para Dewa berkenan membimbing diriku ini untuk bisa mengenal, mempelajari tentang Dharma Buddha yang sesungguhnya.

Selesai berucap demikian mulutku berhenti tidak mengunci, kupikir oh sudah selesai barangkali, dan meditasipun ku akhiri dengan beranjali kembali. Lalu aku kembali berdiskusi membicarakan persiapan acara Perjalanan Spiritual ke Jawa Tengah, belum juga kembali berdiskusi, salah seorang teman berucap, koq cepet banget meditasinya? Aku menjawab, iya mungkin sudah barangkali, soalnya mulut/rahang saya sudah tidak terkunci lagi. Tidak berapa lama, mulutku kembali mengunci lagi, teman yang tadi berucap kembali berkata, tuh kan belum selesai, sudah sana meditasi lagi. Tanpa pikir panjang akupun langsung menuju ke depan Altar, beranjali, lalu duduk bermeditasi lagi. Setelah beberapa saat kali ini aku merasakan keanehan seperti ada yang menuntun kedua tanganku untuk digerakkan, seperti ada yang memegang dengan lembut, mataku mencoba melihat, tidak ada yang menjamah kedua tanganku tapi ajaibnya kedua tangan ini bergerak dan melakukan gerakan memutar di depan dadaku. Mulanya gerakan itu perlahan sekali lalu sedikit cepat dan semakin cepat berputar. Ketika kedua tanganku itu berputar-putar di depan dada, timbul pikiran akh mungkin ini hanya sensasi buah dari pikiranku saja, kemudian aku coba hentikan gerakkan itu namun tidak bisa justru yang kurasakan malah seperti ada yang memaksakan kedua tangan ini berputar dengan keras, akhirnya aku pun hanya memperhatikan gerakan kedua tangan ini seperti gerakan seorang penari. Jamahan lembut yang menggerakan tanganku ini, rasanya seperti --kalau dahulu ketika sekolah aku sering memainkan magnet (besi berani) untuk ditempelkan, hanya saja kedua kutubnya sama, sehingga sensasi yang dirasakan seperti gaya tolak-menolak kalau kutub-kutub itu kita dekatkan.-- Nah rasa jamahan yang menggerakkan kedua tangan inipun kurang lebihnya demikian, seperti dituntun melakukan suatu gerakan lalu sensasi yang kurasakan demikian lembutnya. Hari-hari berikutnya aku bisa merasakan aura/energi-energi yang belum bisa kumengerti, namun dalam hal ini aku beranikan diri bertanya pada V.A. Sukhavati Prajna apakah demikian adanya aku bisa merasakan aura? Dan jawab Beliau, berarti kamu sudah mulai terbangkitkan rohnya, dan juga menjelaskan lebih lanjut, terbangkitkan/terbangunkan roh ini bukan berarti diri ini sudah hebat/mencapai keberhasilan dalam pembinaan diri/jalan dharma Buddha, ini hanyalah sebagai pondasi awal dalam proses Pembinaan Diri menuju arah yang lebih baik lagi kedepannya. Justru dengan kita bisa merasakan aura/energi Alam Semesta kita dapat menyatu dengan Alam Semesta sehingga pelatihan diri kedepannya bisa semakin baik lagi.

Mulai saat itulah diri ini bisa merasakan suatu aura/energi bila sedang sadhana/bersembahyang di Cetya/Vihara dimanapun. Sayapun waktu itu masih suka beribadah ke Gereja setiap minggunya, dan selasa jum'at saya belajar Buddhisme di Cetya Sukhavati Prajna.

Dengan anugerah terbangunkannya rohku, ketika mengikuti ibadah di Gerejapun aku mulai dapat merasakan aura/energi-energi yang sama ketika aku berada di Cetya/Vihara ketika beribadah, terlebih jika di Gereja tersebut sedang berlangsung peribadahan khusus seperti: Acara Baptis/Sidi, Perayaan Hari Raya Paskah & Perayaan Natal, aura yang kurasakan sangat besar sekali.

Mengikuti Perjalanan Spiritual ke Jawa Tengah
(Candi Prambanan, Candi Borobudur & Candi Mendut).
    Aku mengikuti Perjalanan Spiritual ke Candi Prambanan, Candi Borobudur dan Candi Mendut yang diselenggarakan oleh Cetya Sukhavati Prajna pada 21-24 April, banyak pengalaman yang aku dapatkan dalam perjalanan tersebut dari pengalaman unik dalam perjalanan menuju Jogja dan juga kembali ke Tangerang yang memerlukan waktu sangat lama, lebih dari 20 jam perjalanan darat dengan bis. Pengalaman menginap di hotel yang ternyata salah satu kamar yang ditempati rombongan ada yang menghuni makhluk astral sehingga mengganggu satu keluarga yang menempati kamar tersebut. Merasakan energi alam semesta yang sangat kuat di lingkungan Candi walaupun rombongan baru tiba dan berada di tempat parkir.

Setelah berada pada lokasi Candi Prambanan, rombongan yang memang telah diberi petunjuk agar membawa kain untuk diikatkan pada pinggang masing-masing, karena Candi Prambanan adalah tempat suci/tempat beribadah umat Hindu, sudah selayaknya kita datang berkunjung menghormati tempat tersebut dengan berpakaian yang sopan. Setelah berada disana, aku dan juga rombongan dibimbing oleh V.A. untuk beranjali dan memberi hormat pada tiap-tiap bangunan candi utama yang mempunyai tiga bangunan yaitu bernama Candi Brahma, Candi Siwa dan Candi Wisnu, cara-cara beranjali diberikan, kemudian kami bersama-sama melakukannya di depan masing-masing bangunan candi tersebut. Ada kejadian yang menurutku luar biasa terjadi; pertama, ketika kami selesai beranjali dan memberi hormat kemudian kami, rombongan berdoa dan mengucap syukur pada para Buddha, para Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa juga Para Dakini dan menyentuhkan tangan kami pada dinding-dinding batu pada Candi, ada semacam energi seperti arus listrik yang berasal dari bangunan Candi menjalar melalui kedua telapak tangan seolah-olah masuk ke tubuh ini dan aku merasakan arus energi tersebut sangat kuat namun tidak menyakitkan, melainkan seolah memberi tambahan tenaga dan membuat tubuh inipun seperti ringan dan nyaman sekali. Yang kedua ialah, karena rombongan melakukan anjali/penghormatan –seperti ritual mungkin bagi saudara sebangsa yang tidak mengerti apa yang kami lakukan,–  ternyata kegiatan kami diperhatikan oleh beberapa petugas yang berada di Candi Prambanan sehingga salah seorang petugas menyarankan kami jika ingin bersembahyang kami dipersilahkan untuk masuk ke lingkungan Candi Siwa (Candi yang berada ditengah) agar peribadahan kami bisa lebih khidmat, hanya saja petugas tersebut memberi kami waktu yang tidak banyak hanya kira-kira 30 menit saja berada disana karena memang Candi Siwa pada waktu itu tidak dibuka untuk umum –(diberi pagar, agar pengunjung tidak bisa memasuki area Candi Siwa, ini mungkin terkait juga karena dampak dari letusan Gunung Merapi kala itu)– juga syarat agar kami hanya menggunakan area belakang candi dan tidak berkeliling mengitari Candi Siwa tersebut, dengan ijin yang diberikan tersebut kamipun melakukan meditasi di dalam area Candi Siwa.

Selesai mengunjungi Candi Prambanan, rombongan menuju Candi Borobudur di dalam perjalanan aku seperti tertidur dan memperoleh seperti suatu penglihatan atau mimpi, dalam penglihatan itu aku seperti berada di angkasa, melihat Candi Borobudur yang megah mengeluarkan sinar-sinar yang menyebar ke seluruh penjuru mata angin, tapi di depan Candi Borobudur itu ada semacam Pintu Gerbang yang berbentuk candi juga hanya saja ukurannya tidak besar namun tinggi menjulang, pun mengeluarkan sinar-sinar yang terang. Kemudian diantara gerbang tersebut dan Candi Borobudur ada seberkas sinar yang sangat terang berwarna putih kekuningan memancar sangat indah. Tidak berapa lama aku terbangun dan ternyata apa yang kulihat itu masih dapat diingat, lalu aku bertanya kepada teman seperjalanan yang duduk sebelah kiri apakah ada yang pernah berkunjung ke Candi Borobudur sebelumnya dan kebetulan posisi aku duduk tepat di belakang V.A., aku bertanya kepada V.A. karena ku tahu V.A. pernah datang berkunjung ke Candi Borobudur sebelumnya, aku bertanya pada Beliau, apakah di depan Candi Borobudur ada semacam Gapura atau Pintu Gerbang yang tinggi menjulang, lalu dijawab sepertinya ada, Beliau tidak memperhatikan ketika berkunjung waktu dahulu sebelumnya. Memang kenapa? Beliau bertanya, aku menjawab saya belum pernah ke Candi Borobudur dan tadi saya seperti mendapat penglihatan bisa memandang Candi Borobudur dari angkasa hanya saja di depan Candi Borobudur ada terdapat semacam Gerbang/Gapura yang juga mengeluarkan cahaya yang gemilang memancar ke segala arah.

Setiba di pelataran parkir, aku berserta rombongan keluar dari bis, aura/energi alam semesta yang sama seperti yang kurasakan di Candi Prambanan kembali terasa, aku belum pernah datang ke Candi Borobudur sekalipun sebelumnya dan posisi Candi Borobudur aku tidak tahu letaknya dimana hanya saja aura/energi yang terasa seperti datang dari arah jam 10, rasanya seperti gelombang laut yang terus menerus datang menerpa, ternyata setelah panitia mengarahkan agar rombongan berjalan menuju Candi Borobudur, diluar dugaanku ternyata arah tersebut sama seperti apa yang kurasakan, agak menyerong menuju arah jam 10 dari posisi parkir kendaraan bis waktu itu.

Menuju ke Candi, rombongan diminta mengenakan kain sarung yang sudah disediakan oleh pengelola situs Candi Borobudur, kami memasuki bangunan Candi sambil beranjali hingga hampir sampai di puncak, –karena ada dampak dari letusan Gunung Merapi waktu itu sehingga Stupa yang berada di puncak atau Stupa utama yang besar tidak bisa kami datangi,– kami hanya berkumpul di pelataran sebelah bawahnya. Kemudian rombongan diarahkan untuk beranjali mengelilingi searah jarum jam pada pelataran dan menempelkan dahi kami pada dinding bangunan tersebut seraya bervisualisasi kami mencapai posisi pada Stupa utama sambil mengucapkan “Gate. Gate. Para Gate. Para Samgate. Bodhi Soha.” masing-masing 3 kali pada setiap arah stupa yang menuju stupa utama. Selesai berkeliling kamipun bermeditasi beberapa saat, dalam meditasi di Candi Borobudur beberapa peserta yang memang sudah terbangunkan rohnya langsung kontak hingga melakukan gerakan-gerakan yoga, ada pula yang baru ketika itu terbangunkan rohnya, ada yang bergetar badannya, ada pula yang mengeluarkan air mata. Sungguh Energi Alam Semesta luar biasa dahsyatnya jika kita pribadi bisa merasakannya.

Selesai bermeditasi kamipun turun dari pelataran puncak Candi Borobudur, sambil penuh penasaran aku memperhatikan sekeliling berharap bisa melihat Gapura/Gerbang yang ku saksikan dalam penglihatan ketika dalam perjalanan menuju Candi Borobudur ini, namun hingga rombongan meninggalkan lokasi Candi Borobudur gerbang tersebut tidak kutemukan.

Rombongan melanjutkan berkunjung ke Candi Mendut, dalam perjalanan disertai hujan yang deras. Setiba di Candi Mendut hujan sedikit mereda, namun tidak menyurutkan niat kami untuk tidak datang berkunjung, walaupun ada sedikit keraguan apakah Candi masih dibuka karena waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 18:00 WIB lebih dan berkas temaram senja dilangitpun telah sirna. Panitia menemui petugas yang berjaga, akhirnya rombonganpun dapat ijin masuk walaupun tidak bisa berlama-lama untuk beranjali/memberi hormat dan meletakkan persembahan disana, karena memang waktu dan kondisi yang tidak memungkinkan. Di dalam Candi Mendut terdapat tiga Arca Buddha-Bodhisattva yang sangat besar, aura/energi yang terasa begitu besar.

Selesai dari Candi Mendut kamipun melakukan meditasi pada sebuah bangunan yang berada di depan jalan masuk menuju Candi Mendut, saya tidak begitu memperhatikan apakah itu Vihara, yang didalamnya terdapat Rupang Buddha Tidur dan ada seperti prasasti telapak kaki Buddha serta beberapa Rupang Buddha-Bodhisattva lainnya, melihat itu semua ada seperti keagungan yang terpancar dari Rupang para Buddha-Bodhisattva, kemudian kamipun beranjali lalu melakukan meditasi di tempat itu. Dalam kondisi bermeditasi, saya seperti ada yang memberitahukan bahwa penglihatan yang didapatkan itu adalah gambaran seperti yang sudah saya jalani hingga saat meditasi tersebut berlangsung, yaitu Gerbang/Gapura yang ada di depan Candi Borobudur tersebut adalah merupakan Candi Mendut memang dalam penglihatan saya Gapura tersebut seperti dekat dengan Candi Borobudur atau serasa berada dalam lingkungan Candi Borobudur, padahal jarak sebenarnya antara Candi Mendut dengan Candi Borobudur berjauhan jika ditempuh dengan berjalan kaki, namun jika dilihat dari atas/angkasa dengan sudut pandang kira-kira 30 derajat maka posisi kedua candi tersebut tidaklah jauh, dan cahaya yang memancar berwarna putih kekuningan yang berada diantara Gerbang/Gapura (Candi Mendut) dengan Candi Borobudur adalah bangunan ini dimana sekarang aku berada, yang didalamnya terdapat Rupang Buddha Tidur yang diselimuti kain berwarna emas.

Perjalanan Spiritual ini memberikan kesan dan pengalaman yang menakjubkan bagi saya, jika dengan sepenuh hati kita menjalani kehidupan ini, senantiasa berpegang pada ajaran-ajaran Buddha akan bisa ditunjukkan pada diri pribadi hakekat hidup yang sesungguhnya, apapun pertanyaan yang timbul dihati akan diketahui dan diberikan petunjuk bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Seperti yang aku alami walaupun belum pernah mengunjungi Candi Borobudur tetapi aku seperti diberikan petunjuk dalam kondisi spiritual lokasi tersebut dan energi Alam Semesta yang melingkupinya. Sekaligus inipun mungkin jawaban atas pertanyaan ketika pada awal belajar tentang Buddhisme aku pernah bertanya dalam hati Apakah Alam Semesta mempunyai “Energi” yang bisa dirasakan oleh orang-orang awam seperti diriku?

Ditunjuk menjadi Calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna.
    Rabu, 9 Mei sekitar jam 12:23 WIB aku mendapat pemberitahuan dari V.A. Sukhavati Prajna bahwa diriku telah dipilih oleh Raja Naga, untuk menjadi calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna (VSP), V.A. menanyakan apakah aku bersedia? Mendapat kabar seperti itu sempat heran juga koq bisa aku terpilih menjadi Dharmaduta VSP apalagi dipilih oleh Dewa Raja Naga padahal mengenal ajaran Buddha baru saja dan aku merasa belum memiliki banyak pengetahuan tentangnya, aku khawatir malah nanti bisa memalukan dan merusak nama baik VSP. Akan tetapi V.A. memberi masukan dan semangat bahwa kita semua masih sama-sama belajar, para Buddha-Bodhisattva selalu memberi motivasi kepada kita, jika kita tidak mencoba untuk menjalaninya, kita tidak pernah tahu apakah kita bisa atau tidak menjalankan jalan dharma atau pembinaan diri ini dengan baik. Terlebih sewaktu memberikan Dharmadesana, Beliau juga sempat mengatakan yang aku cerna demikian kurang lebihnya; Jika kita menunggu sampai kita siap dalam arti kata sudah berbuat kebaikan/merasa diri layak atau tidak lagi melakukan hal-hal yang jahat, mau sampai kapan hal tersebut bisa terwujud? Justru pada saat sekarang inilah para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dakini serta para Dewa mengulurkan tangan welas asihNya mau membimbing, menolong kita agar kita bisa menjalani kehidupan ini semakin menuju ke arah yang lebih baik lagi, justru kita layak bersyukur atas anugerahNya. Tidak seperti kehidupan jaman dahulu bila seseorang ingin membina dan melakukan pelatihan diri harus keluar masuk hutan, mendaki gunung, menuruni lembah untuk bisa belajar tentang Dharma, tentang ajaran-ajaran Buddha. Pada kehidupan modern sekarang ini, kita yang ingin belajar tentang Dharma Buddha lebih dipermudah lagi, banyak buku-buku atau literatur-literatur yang menuliskan Sutra, Mantra, Ajaran-ajaran Buddha yang bermanfaat dalam pelatihan diri, apalagi jika seseorang tersebut sudah terbangkitkan rohnya, sehingga bisa mencapai kontak batin dengan para Buddha, para Bodhisattva, para Dharmapala, para Dakini serta para Dewa akan senantiasa datang membimbing dengan sendirinya, sambil kitapun masih bisa melakukan aktifitas duniawi, seperti bekerja, usaha, belajar/sekolah, bahkan kehidupan berumah-tangga sekalipun.

Dalam hal melatih diri atau melakukan pembinaan diri secara Buddhisme, aku ingin berbagi cerita atau pengalaman yang dialami secara pribadi, namun sebelum aku menceritakan pengalaman ini, sempat terpikir olehku ketika mendapatkan tugas untuk menuliskan artikel ini, aku adalah orang yang belum pernah membuat artikel apalagi berisi tentang pengalaman yang terjadi dalam hidup ini, menuangkan cerita tersebut untuk dibagikan pada orang lain terlebih umat sedharma sehingga dari pengalaman hidup ini mudah-mudahan bisa dipetik sisi baiknya, saya bertanya-tanya apakah saya bisa menuliskannya? Ketika muncul pertanyaan tersebut langsung saya mendapatkan jawabannya, pasti bisa, maksud dari penulisan artikel ini adalah sebagai sarana berbagi pengalaman apa yang dialami dalam hal pembinaan/pelatihan diri bukan sebagai kesombongan, dan berharap apa yang dialami bisa menjadi gambaran bagi umat bagaimana dan apa yang terjadi serta yang dirasakan oleh masing-masing calon Dharmaduta.

Pertanyaan kedua ialah apakah nanti jika ada perbuatan kebajikan yang mungkin saja dituangkan dalam artikel ini bisa menimbulkan penafsiran negatif oleh umat yang membacanya, dan juga saya pernah mendengar kata-kata bijak jika tangan kanan memberi, tangan kiri tak boleh mengetahuinya, atau pengertiannya jika kita melakukan perbuatan kebajikan maka tak perlu kita menceritakan perbuatan baik tersebut pada siapapun. Terlebih V.A. Sukhavati Prajna pernah memberikan Dharmadesana mengenai melakukan perbuatan kebajikan, Beliau mengatakan jika kita menceritakan suatu perbuatan baik yang pernah diri sendiri lakukan kepada semua makhluk dan menceritakan itu pada satu orang saja maka bisa mengurangi pahala kebajikan itu sendiri terlebih jika kita menceritakan kepada banyak orang, maka akan sia-sia saja perbuatan kebajikan yang telah dilakukan tersebut. Atas pertanyaan dihati ini walaupun aku mendapatkan jawaban sendiri hanya saja masih belum yakin terhadap jawaban tersebut. Akhirnya aku memberanikan diri mengajukan pertanyaan ini kepada V.A. berharap bisa memperoleh penjelasan, dan Beliau menjawabnya untuk bercerita tentang perbuatan kebajikan yang sekiranya pernah dilakukan jika memang tepat sarananya –(misalnya kisah tersebut dituangkan dalam buku-buku dharma yang memberi inspirasi bagi banyak orang)– tidak akan mengurangi pahala kebajikan itu sendiri justru mungkin akan memotivasi orang lain sehingga dapat memberikan contoh yang baik bagi sesama, lain halnya jika menceritakannya pada orang banyak terlebih lagi ada maksud tersembunyi dibalik itu, perbuatan tersebut justru akan memperoleh buah karmanya sendiri.

Baiklah sekarang aku akan bercerita tentang pembinaan diriku dengan tujuan agar sekiranya bisa menjadi informasi ataupun gambaran yang pernah ku alami;

Sepulang dari mengikuti Perjalanan Spiritual ke Candi Prambanan, Candi Borobudur dan Candi Mendut, aku seperti biasanya beribadah di Cetya Sukhavati Prajna –(waktu itu belum menjadi Vihara)– setiap hari selasa dan jum'at, dan setiap selesai melakukan ibadah beberapa orang yang memang sudah terbangkitkan rohnya maupun yang sudah bisa kontak batin dengan para Buddha-Bodhisattva biasanya mereka melakukan yoga yang dibimbing oleh para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa maupun para Dakini. Merekapun dibimbing untuk memberkati para umat sebagai pelatihan untuk menumbuhkan rasa welas asih, kepedulian dan menumbuhkan semangat ingin menolong para insan pada diri masing-masing, seperti juga para Buddha-Bodhisattva sangat berwelas asih serta senantiasa menolong kepada setiap insan yang membutuhkan dan memohon pertolonganNya.

Akupun seperti umat lainnya mengantri untuk mendapatkan blessing/berkat dari para Buddha-Bodhisattva melalui beberapa orang yang dibimbing oleh para Buddha-Bodhisattva, ada salah seorang secie menyampaikan kepadaku bahwa Buddha Baisajyaguru (Yao She Fo) berkenan untuk membimbingku secara pribadi, oleh karenanya aku diminta untuk bersadhana pada Beliau selama tujuh minggu berturut-turut, harinya setiap Jum'at dan waktunya aku atur sendiri, mempersembahkan makanan vegetarian/buah, dan akupun sebaiknya bervegetarian juga selama waktu sadhana pribadi tersebut. Kemudian aku melaksanakan petunjuk tersebut dengan keyakinan memang Buddha Baisajyaguru ingin membimbingku secara khusus, aku melakukannya dengan kesungguhan hati. Melewati minggu kedua, seorang secie yang lain menyampaikan agar aku melaksanakan sadhana secara khusus kepada Dharmapala Kalacakra Vidyaraja, akupun bertanya kapankan melaksanakannya? Apakah mulai besok atau setelah aku selesai menjalani amanat untuk bersadhana pada Buddha Baisajyaguru selesai dilaksanakan, Secie tersebut berkata, setelah selesai bersadhana pada Buddha Baisajyaguru, tujuh hari berturut-turut dan tidak boleh ada yang bolong –(dalam arti tidak bersadhana)– satu haripun, mengenai waktu aku atur sendiri. Aku lupa menanyakan persembahannya bagaimana? Akhirnya aku bertanya pada salah seorang teman sedharma yang memang sudah pernah bersadhana secara khusus pada Dharmapala Kalacakra Vidyaraja mengenai persembahan nantinya, kata teman tersebut persembahan boleh non vegetarian, juga arak merah. Aku mempersiapkannya karena waktu bersadhana pada Buddha Baisajyaguru baru berjalan dua minggu, masih ada lima minggu lagi baru bisa melaksanakan sadhana berikutnya pada Dharmapala Kalacakra Vidyaraja. Jalan minggu keempat, seorang secie yang lain lagi memberitahukan bahwa dia mendapat amanat untuk memberitahukan kepadaku agar bersadhana secara khusus kepada Buddha Amitabha, selama tujuh hari berturut-turut jangan bolong/terlewat satu haripun, waktunyapun aku yang mengatur agar bisa menyesuaikan sendiri. Aku pun minta petunjuk karena beberapa minggu sebelumnya sudah diminta untuk bersadhana kepada Dharmapala Kalacakra Vidyaraja dan saat inipun masih dalam bimbingan Buddha Baisajyaguru, aku bertanya kapankan waktu untuk bisa bersadhana kepada Buddha Amitabha, apakah selesai sadhanaku kepada Buddha Baisajyaguru ataukah setelah bersadhana kepada Dharmapala Kalacakra Vidyaraja? Secie yang mendapatkan amanat tersebut bertanya dengan konsentrasi dalam meditasi, tak lama akupun mendapat jawaban bahwa sadhana kepada Buddha Amitabha bisa dilaksanakan selesai memperoleh bimbingan dari Dharmapala Kalacakra Vidyaraja.

Selesai memperoleh amanat tersebut minggu berikutnya aku bertanya kepada V.A. Sukhavati Prajna mengenai persembahan yang akan ku persembahkan ketika nanti menjalankan sadhana khusus kepada Buddha Amitabha? Jawab Beliau, jika kita memberi persembahan kepada para Buddha itu sebaiknya yang vegetarian bukan yang non vegetarian. Pertanyaan kedua ialah apakah jika kita bersadhana memperoleh bimbingan khusus dari Buddha Amitabha diperbolehkan untuk puasa? Namun jawaban V.A. mengejutkanku, boleh saja jika memang mampu, hanya saja Beliau mewanti-wanti (berpesan dengan hati-hati) agar dalam menjalankan puasa tidak boleh ekstrim atau memaksakan diri hingga nanti malah bisa membuat rugi diri sendiri, harus tetap bisa menjaga kondisi badan jika memang sudah tidak kuat jangan dilanjutkan. Begitulah Beliau memberi penjelasan, yang mengherankan dan mengejutkan ialah aku memang tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang niatku, ketika nanti bersadhana kepada Buddha Amitabha akan mencoba sambil berpuasa selama tujuh hari berturut-turut tidak makan apapun, hanya saja aku tetap minum air putih biasa dan kadang diselingi dengan minum air kelapa.

Sebelum aku menjalankan ini, aku mencobanya ketika masih bersadhana dan dibimbing oleh Buddha Baisajyaguru, aku berdoa bahwa aku mempunyai niat untuk berpuasa tidak makan apapun selama tujuh hari ketika nanti bersadhana kepada Buddha Amitabha, sebelum hal ini kulakukan aku ingin mencobanya selama tiga hari berturut-turut, hanya minum air putih biasa saja. Menjelang minggu-minggu akhir sadhana dibimbing oleh Buddha Baisajyaguru aku lakukan puasa tidak makan selama tiga hari hanya mengkonsumsi air putih biasa, mulai jam 00:00 WIB hingga tiga hari kemudian. Hari pertama dan kedua aku jalani dengan baik sambil beraktifitas/bekerja seperti biasanya, hari ketiga menjelang sore kira-kira jam 16:00 WIB badan mulai terasa tidak nyaman, tubuh merasakan gemetar dan kepala sedikit berputar aku coba bertahan namun akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri puasaku jam 18:00 WIB, selesai makan dan minum tubuh mulai membaik, gemetar dan rasa pusing sudah hilang.
Ketika menjalankan sadhana yang dibimbing oleh Dharmapala Kalacakra, aku  tidak berpuasa.
Memasuki waktu sadhana kepada Buddha Amitabha, hari itu selesai ibadah di Vihara Sukavati Prajna, dalam perjalanan aku berbicara dalam hati, mulai besok aku akan bersadhana khusus kepada Buddha Amitabha dan mempunyai niat untuk berpuasa tidak makan selama tujuh hari berturut-turut, apakah aku sanggup ya? Kemarin waktu mencoba tiga hari saja tidak kuat, badan sudah gemetar dan sedikit pusing apalagi nanti selama tujuh hari berturut-turut. Tapi semoga para Buddha-Bodhisattva memampukanku, ucap hati ini memohon.

Aku sering sekali melihat dari tayangan televisi beberapa orang yang dalam keadaan tidak beruntung hidupnya mampu bertahan tidak makan dalam beberapa hari, akupun ingin mencoba merasakan apa yang mereka derita, ditengah pemikiranku itu tiba-tiba ada suara dalam hati berkata: “Jangan hanya sekedar ingin merasakan penderitaan para insan atau manusia yang memang tidak beruntung hidupnya, tetapi alangkah lebih baik lagi jika uang yang biasanya kamu gunakan untuk makan, pada hari kamu berpuasa kamu berikan kepada orang-orang yang tidak beruntung tersebut!” setelah sampai di rumah, aku makan sebelum jam 00:00 WIB sebagai santapan terakhir menjelang esok mulai berpuasa.

Esok harinya ketika berangkat bekerja, aku memikirkan suara yang berbicara menasihati agar jangan cuma berpuasa karena ingin merasakan penderitaan orang lain tetapi alangkah lebih baik lagi jika kita bisa berbagi dengan orang-orang yang memang tidak beruntung hidupnya. Tapi kupikir, bagaimana aku bisa tahu orang-orang yang kurang beruntung hidupnya dan yang bisa ku tolong? Akupun menyerahkan ini kembali kepada bimbingan para Buddha-Bodhisattva, para Dharmapala, para Dewa dan para Dakini, aku berdoa dan mohon petunjuk jika pada hari aku berpuasa selama tujuh hari ini ada orang-orang yang memerlukan pertolongan dan sekiranya layak menerima belas kasih para Buddha-Bodhisattva sekalian, mohon tunjukkan padaku dan tajamkan firasat atau hati ini bahwa orang tersebut memang para Buddha-Bodhisattva tentukan agar aku boleh menjadi saluran berkatMu bagi orang dimaksud.

Dalam melakukan puasa ini, akupun masih mempunyai rasa lapar pada jam-jam tertentu, misalnya ketika jam makan siang, sore hari terkadang malampun rasa lapar itu datang. Di hari pertama aku berpuasa, aku berangkat agak siang mendekati waktu tengah hari, sebelum berangkat aku berdoa mohon petunjuk Buddha-Bodhisattva jika memang hari ini bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Jam berkerjaku mulai dari pkl.15:00 s.d 23:00 WIB hari senin hingga sabtu kecuali minggu/libur hari besar nasional, seperti biasanya aku berangkat kerja membuat klise (film) untuk keperluan cetak, dalam perjalanan kembali akupun berdoa menanti-nantikan petunjuk jika memang nanti di perjalanan aku memenemukan seseorang yang memang layak menerima berkat dari Buddha-Bodhisattva. Senja berlalu gelap malampun datang, jalanan Jakarta kala itu basah oleh hujan yang turun sore tadi, udara dingin menerpa dalam perjalanan, tiba-tiba di sebelah kanan jalan yang berkelok dari arah Kebayoran menuju Permata Hijau di bawah halte bis kota aku melihat sosok laki-laki duduk sendiri di depannya ada seonggok karung lusuh, hatiku seperti bicara dialah orang yang tepat, karena ada pembatas jalan aku tidak bisa langsung putar arah, jadi aku berbelok diputaran terdepan, aku berhenti di depan halte, merapatkan tangan memberi hormat, lalu bertanya, “maaf pak boleh saya tahu, bapak sedang apa disini?”. “tidak sedang apa-apa, sedang istirahat saja” sahutnya. “maaf pak bapak sudah makan belum?” tanyaku, “belum nak” timpalnya. “begini pak, jika bapak ingin makan mari kita cari tempat makan/warung nanti bapak yang makan, saya akan membayarnya untuk bapak, bagaimana?” bapak itu agak sedikit bingung, lalu aku meneruskan “kita cari warung sekitar sini, nanti bapak yang makan, saya yang traktir terserah bapak mau makan apa?” sahutku, tak jauh dari halte tersebut ada warung tenda dan ada tertulis sedia nasi uduk dan lain-lain, aku bertanya padanya apakah beliau mau makan di warung tenda itu? Dia melihat ke arah warung tersebut lalu mengiyakan, sampai disana bapak tersebut tidak ingin makan di warung tenda tersebut, aku bilang tidak mengapa makan disini, tapi ia menolaknya, lalu pesan makanannya dibungkus saja dan ia akan memakannya di halte tempatnya tadi. Aku berucap “pak makannya mau pakai lauk apa? daging ayam?” tanyaku, namun iya menolaknya “tidak usah pakai telur saja”, meski aku memaksanya iya tetap bersikukuh, aku bayar makanan yang sudah dibungkus itu, lalu berpamitan pada bapak tersebut karena harus melanjutkan kerja, iyapun mengucapkan terimakasih.

Hari berganti, seperti biasa aku berharap bisa bertemu dengan orang-orang yang memang layak menerima uluran kasih/berkat dari para Buddha-Bodhisattva. Seingatku, siang itu berkendaraan motor akan menuju tempat pemakaman ayah yang berlokasi di TPU sebelah bandara Soekarno-Hatta, si sebuah jalan desa dekat rumah, aku bertemu dengan seorang bapak dia mengeluarkan kantung plastik dari sakunya, kemudian aku berhenti di depannya, iapun merasa terkejut, lalu aku merapatkan tangan memberi hormat dan berkata, “maaf pak, bapak mau kemana?” tanyaku, “ini saya mau mencari sampah plastik/botol bekas minuman” jawabnya, “begini pak, maaf sebelumnya apakah bapak sudah makan? kalau bapak ingin, mari kita cari warung nasi atau rumah makan, bapak makan terserah pilihan bapak yang enak-enak juga ngga apa-apa, nanti makannya saya yang bayar” begitu sahutku, tapi bapak tersebut hanya meminta uangnya saja agar diberikan padanya, kubilang maaf aku tidak bisa memberikan uangnya, aku hanya ingin mentraktir bapak makan, “ayo naik motor, saya bonceng, kita cari tempat makan, terserah bapak yang pilih” mintaku, tapi bapak itu ragu-ragu, setelah aku pastikan akhirnya dia mau juga dibonceng motor olehku. Tidak lama dia menunjuk sebuah warung Tegal, “disana saja” ujarnya seraya menunjuk arah warteg tersebut. Aku memastikan, “yakin mau makan disana? Tidak di rumah makan?”. “sudah tidak apa-apa.” jawabnya. Sesampainya di warteg tersebut aku memesankan makan untuk bapak itu, “pak pakai sayur?, lauknya pakai daging ayam ya?.” Jawab bapak tesebut terserah saja, bapak tadi menerima sepiring makanan dengan tangan yang bergetar, aku tidak tahu penyebab tangannya bergetar apakah karena suatu penyakit atau memang ia menahan lapar karena belum makan, selesai memesan akupun langsung membayarkan makan tersebut, lalu aku bilang ke bapak tadi pak makanannya sudah saya bayar, bapak makan saja yang tenang, ini masih ada uang kembalinya bapak simpan saja, saya permisi dahulu mau melanjutkan perjalanan. Sebelum bertemu seorang bapak siang itu lapar mulai terasa, dan ajaibnya selesai meninggalkan bapak tadi yang makan dengan lahapnya rasa lapar yang tadi ada bisa hilang dan merasa seperti kenyang sehabis makan.

Suatu hari aku di undang untuk menghadiri pesta pernikahan salah seorang umat di VSP yang berlokasi di sebuah gedung dekat Harmoni-Jakarta, aku datang bersama saudara sepupu. Ketika menerima undangan tersebut aku lihat tanggalnya dan berpikir bahwa pada tanggal tersebut aku masih menjalankan puasa, bagaimana ini apakah aku datang menghadirinya atau tidak, kalau tidak datang aku merasa tidak enak, kalau datang pun aku merasa tidak enak juga takut tidak menghargai dan karena sedang berpuasa pasti tidak mencicipi hidangan yang disediakan, tapi hati ini bicara dan menyarankan untuk datang saja, tidak apa-apa walaupun saya sedang berpuasa, mereka pasti akan mengerti.

Setiap hari aku diberikan petunjuk untuk bisa menolong orang-orang yang memang patut untuk ditolong, ada juga ketika sore hari aku bertemu dengan seorang nenek (mbah) di jalan menuju arah Kebayoran Lama, dia menggendong buntelan dengan kain yang melintang dipunggungnya, aku berhenti disisinya lalu menanyakan pada nenek itu, “maaf nek, nenek mau kemana?” tanyaku, “aku arep mulih ngger” (“saya mau pulang nak”) jawab nenek itu, “pulang kemana?” tanyaku, “omahe mbah, adoh” (“rumah nenek, jauh”) jawabnya tanpa memberikan detailnya, tanyaku kemudian “maaf mbah, mbah ini sudah makan belum?”, “mangan? durung ngger” (“makan? belum nak”) jawabnya. “mbah mau makan ngga? Kalo mau ayo kita cari rumah makan, mari saya bonceng bisa tidak?” tanyaku lanjut, tapi sahut nenek itu, “ora, aku isin” (“tidak, saya malu”). Aku mendengarnya lalu berkata ngga usah malu ayo kita cari rumah makan dekat-dekat sini saja, aku sambil melihat ke arah depan, kanan-kiri, lalu kebelakang berharap bisa menjumpai rumah makan atau warung makan, meski sudah tengak-tengok namun sayang tidak ada satupun tempat makan dekat situ, dan nenek itupun tetap berkukuh malu katanya. Akhirnya aku putuskan untuk memberinya uang saja, saya berpikir biarlah ia sendiri yang mencarinya, aku bilang “mbah, aku kasih uang saja ya, nanti mbah bisa beli makan sendiri kan?” tanyaku. “duit? Iyo, iyo, mengko tak golek mangan karo putu ning omah” (“uang? Iya, iya, nanti saya cari makan dengan cucu di rumah”) jawabnya, setelah aku memberinya selembar uang, ia terima dengan gembira, lalu dia meraih leher ini sambil mendekatkan mulutnya ke telingaku lalu berterima kasih dan mendoakanku dengan bahasa daerahnya yang kental. Akupun berterima kasih padanya, sambil berpamitan juga berpesan agar uangnya di simpan dengan baik jangan sampai hilang, nenek itu terus mengucapkan terima kasih dengan bahasa daerahnya yang kental. Sambil memandang wajah keriput nenek tadi yang di kedua ujung matanya terlihat belek, aku berkata dalam hati sungguh luar biasa cinta kasih nenek ini walaupun ia berada jauh dari cucunya namun ia tetap mengingat akan orang-orang yang dikasihinya. Aku jadi berkaca pada diri sendiri, akan begitu besarnya cinta kasih para Buddha-Bodhisattva kepada para insan meski terkadang kita melupakanNya karena kesibukan kita masing-masing.

Hari kelima, ketika malam sepulang membuat klise/film untuk keperluan pencetakan aku melewati rute jalan yang tidak biasa karena rute yang biasa ku lewati jika dibawah jam 23:00 WIB sering macet, maka aku mencoba mencari jalan alternatif, ditengah perjalanan sepanjang arah Tanah Kusir-Rempoa jika malam memang banyak pedagang yang menjual makanan pada warung tenda seperti pecel lele atau ayam, seafood, dll. Suatu ketika aku melewati sebuah warung tenda yang menjual seafood, karena tempatnya disisi jalan raya maka aroma masakan itu terhirup olehku dan menggoda imajinasi sepertinya masakannya enak sekali pikirku, tapi saat ini aku kan sedang berpuasa mana mungkin bisa membeli dan merasakannya, nanti saja jika sudah lewat masa berpuasaku begitu pengabaianku. Esok hari masih melewati jalan dan rute yang sama, dan kembali hidung dan perut ini digoda oleh aroma memikat dari masakan yang dijual pada warung tenda tersebut.

Hari ketujuh, seingatku tidak melewati rute tersebut melainkan jatuh pada hari jum'at yang bertepatan pada jadwal ibadah dan memang setiap selasa dan jum'at aku bertukar jam kerja dengan teman agar bisa pergi beribadah. Sepulang ibadah, pada pukul 00:00 WIB nanti adalah saatnya untuk mengakhiri masa puasaku selama tujuh hari berturut-turut pikirku, dan dalam perjalanan pulang aku memikirkan, nanti sebagai makan pembuka sepertinya harus yang ringan jangan yang berat, kayaknya baik jika aku makan bubur ayam sebagai pembuka saat akhir masa puasa nanti tiba. Namun sayang dalam perjalanan aku tidak konsen pada tujuan, akhirnya terlewat lokasi yang kutahu ada penjual bubur ayam, hingga tiba dirumah tidak menemukan lagi penjual bubur ayam. Sampai mendekati lokasi rumah, yang ada hanya pedagang nasi goreng, akhirinya aku putuskan untuk membeli nasi goreng saja. Sampai di rumah pun kebetulan tidak masak waktu itu, akhirnya aku  memakan makan yang menurutku tergolong berat, nasi goreng, sebelum menyantapnya aku berdoa, mengucap syukur sudah bisa mengakhiri masa puasa dan kiranya pencernaanku bisa untuk menerima makanan berat ini. Atas pertolongan para Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, para Dewa dan Dakini tidak membuat sakit sistem pencernaanku setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Esoknya kembali bekerja dan melewati rute Tanah Kusir-Rempoa, bermaksud sambil lewat nanti untuk membeli makan yang dijual pada warung tenda yang kala itu sepertinya meracik masakan hingga aromanya memikatku, aku tidak perhatikan warung tenda yang mana saat itu, akhirnya kuputuskan untuk pelan-pelan jika melewati setiap warung tenda dan berharap aroma yang kala itu aku rasakan bisa kutemukan, namun tidak satupun aroma masakan yang keluar dari warung tenda yang dilewati memikat, aku merasa biasa saja tidak ada sesuatu yang istimewa seperti beberapa hari yang lalu. Kemudian aku berpikir mungkinkah itu semacam godaan ketika kita sedang menjalankan pembinaan diri/bimbingan kepada para Buddha-Bodhisattva, apakah kita bisa bertahan atau terhanyut ketika godaan itu diijinkan datang untuk menguji kita.

Selama tujuh hari bimbingan selalu saja ada orang-orang yang ditunjukkan padaku untuk bisa menerima aliran berkat dari para Buddha-Bodhisattva, dan dalam masa itupun diri ini banyak belajar dan mempunyai pandangan yang berbeda tentang kehidupan, interaksi dengan sesama insan, dibanding dahulu ketika aku belum mengetahui tentang Dharma Buddha, hingga hari inipun aku masih terus belajar dan berusaha memahami dalamnya makna ajaran-ajaran Buddha Dharma bagi diri ini, agar kehidupan saat ini bisa dijalani dengan lebih baik lagi kedepannya, aku menuliskan ini bukan untuk pamer atau berbangga atas apa yang pernah dilakukan, namun sebagai sharing atau sarana berbagi pada umat sedharma khususnya apa yang kualami, aku berharap dukungan pula dari para umat sedharma agar bisa berbagi pemahaman denganku yang masih awal sekali dalam mengerti tentang Dharma Buddha. Terima kasih kuucapkan pada V.A. Sukhavati Prajna dan para umat semua karena berkenan membimbing hingga aku bisa berjodoh dengan ajaran Buddha. Semoga semua makhluk berbahagia, Amituofo.
- Na Mo . San Man Tuo . Mo To Nan . Wa Re La Mi -



MAHYURI
    Sebelumnya aku adalah seorang penganut Katolik yang memiliki orang tua penganut kepercayaan/Kong Hu Cu. Aku mengenal dan mengetahui Vihara Sukhavati Prajna melalui buku yang tulisan V.A. Sukhavati Prajna yang pada saat itu masih berupa Cetya.

Kedatanganku yang pertama kali membuatku banyak bertanya tentang keanehan yang sering terjadi dalam hidupku. Sejak usia 14 tahun aku sering mendengar suara dan melihat makhluk yang tidak dapat dilihat oleh mata orang biasa. Di saat orang tuaku membuat altar dirumah, menjadikan aku sering bertemu dengan Buddha-Bodhisattva dalam mimpiku, dimana mereka beberapa kali pernah mengajakku berkeliling ke tempat yang tidak pernah kulihat. Keanehan lain adalah aku akan ke suatu tempat yang akan kukunjungi terlebih dulu sebelum secara fisik aku pergi. Di dalam agamaku hal seperti itu tidak dapat dijelaskan dan akupun tidak berani bercerita kepada orang lain selain orang tuaku, karena hal seperti ini takut tidak bisa diterima, yang ada justru aku dianggap tidak waras.

Keanehan ini kutemukan jawabannya setelah bertemu dengan V.A. Sukhavati Prajna yang menjelaskan bahwa aku berjodoh dengan jalan dharma. Hal ini membuatku yakin akan pilihanku untuk mempelajari ajaran Buddha. Awalnya aku mengikuti sesi meditasi dan untuk pertama kalinya aku merasakan sesuatu di dalam tubuhku. Adanya aliran listrik yang begitu kencang dan tanganku terasa seperti kesemutan. Didalam hati aku bertanya apa yang terjadi dengan diriku, tiba-tiba ada suara dari salah satu teman disana yang membimbingku agar tidak takut dan terus mengikuti gerakan aliran listrik tersebut. Setelah itu aku dijelaskan bahwa rohku sudah terbangkitkan dan para Buddha-Bodhisattva selalu melindungiku sehingga tidak perlu takut dan tidak perlu memikirkan yang tidak-tidak.

Akhirnya aku memutuskan untuk menyediakan waktu sesering mungkin untuk ke Cetya. Setelah beberapa kali kesana aku mengalami kendala, yaitu tidak diizinkan untuk beribadah lagi. Hatiku sangat sedih dan ingin rasanya berontak, karena aku tidak melakukan sebuah kesalahan yang merugikan orang lain ataupun melanggar norma masyarakat. Walaupun suamiku mendukung apa yang ku jalani, tapi kami tidak mempunyai daya untuk melawan.

Kejadian ini terus membuatku bertanya kenapa melarangku beribadah dan membuatku tidak bisa ke cetya lagi dan hanya bershadana dirumah saja, kesedihanku semakin menjadi dan timbul rasa kesal kepada mereka, karena itu semakin lama kehidupan rumah tanggaku juga menjadi terganggu.

Banyak nasihat yang diberikan orang sekitar yang akhirnya membuatku berpikir keras, bukankah menjalankan dharma untuk membantu dan membahagiakan sesama. Jika kekesalan ini kupendam terus menerus akan membuat diriku menjadi semakin mundur dalam membina diri. Akhirnya aku menyadari bahwa sudah sepantasnya aku belajar sabar menahan emosi terhadap masalah ini dan aku yakin para Buddha-Bodhisattva sedang menyiapkan sesuatu yang indah untuk hidupku. Banyak hal positif yang aku alami selama menekuni diri dalam dharma. Tubuhku semakin sehat dan tidak sakit-sakitan lagi. Disaat aku mengalami kesedihan, untuk pertama kalinya Dharmapala Ucchusma membimbingku, mengajarkanku untuk berani menghadapi lawan yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, menggunakan kasih sayang dan sifat mengampuni.

Walaupun aku sudah tidak ke Cetya lagi, akan tetapi aku selalu mengetahui perkembangan cetya dan berusaha untuk bisa hadir dalam perayaan, sampai peresmian Cetya menjadi Vihara. Semakin lama dengan berjalannya waktu aku mendapatkan banyak penglihatan dan petunjuk dari Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini.

Dalam meditasiku, Bodhisattva Tat Mo pernah datang memberiku sebuah kuas dan tintanya serta sebuah buku yang sudah diberi stempel. Aku tidak mengerti apa arti dan maksud pemberiannya, tetapi aku dengan hati terbuka menerima semua yang diberikan, karena aku yakin ini adalah hal yang baik. Setelah beberapa lama aku dibimbing oleh Sie Mien Fo yang memberiku petunjuk untuk ke Vihara di daerah Bandung. Disana aku diberi sebuah bendera. Begitu pula Bodhisattva Manjusri datang dalam meditasiku dan memberiku selembar kertas putih sambil berpesan “Suatu saat ini akan berguna untukmu“. Kedatangan para Buddha-Bodhisattva selalu membawa petunjuk untukku, begitu juga disaat Chi Tien Ta Sen Fo datang mengajariku tentang jalinan jodoh diantara makhluk hidup. Bodhisattva Avalokitesvara yang memberiku semangat atas keputus-asaan yang kuhadapi dan dengan kelembutan memberiku cinta kasih yang besar.

Dengan cinta kasih itu pula seharusnya aku menyelesaikan masalahku. Disaat rasa kebimbingan muncul dalam hatiku, selalu saja Buddha-Bodhisattva datang membesarkan hatiku, Chi Lan Pho Sat meminta agar aku membaca SutraNya untuk mengatasi kebimbingan dalam diriku.

Banyak sekali kebaikan yang diberikan padaku, sampai suatu saat aku diberitahu bahwa aku terpilih menjadi calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna pilihan Mahadewi Yao Chi. Aku menerima dengan kerendahan hati. Aku baru tersadar, bahwa hal ini berhubungan dengan kejadian sebelum berjodoh dengan V.A. Sukhavati Prajna.

Dulu sekali aku pernah bermimpi bercakap-cakap dengan Mahadewi Yao Chi, percakapan ini mengenai roh asal dan jati diriku. Dan tidak pernah menyangka bisa berjodoh dengan Mahadewi Yao Chi dalam kehidupan ini dan menjadi wakilnya untuk Vihara Sukhavati Prajna. Aku sangat bersyukur berjodoh di jalan ini dan berterima kasih atas perhatian yang telah diberikan oleh para Buddha-Bodhisattva.
- Om . Jin Mu Siddi Hum-


VAJRA DIPAMKARA RAJA

Diriku
    38 tahun silam tepatnya di tahun 1974 saya dilahirkan sebagai anak pertama disebuah keluarga di kota Palembang, Sumatera Selatan. Saya hobi membaca buku motivasi dan pengembangan diri terutama membaca buku-buku dharma.

Dari semenjak kecil saya sering sakit-sakitan, dan sering juga kena kejang karena panas tinggi, mataku juga pernah dioperasi karena ada tumbuh daging hitam sebesar kacang hijau, menurut kepercayaan agama yang dianut nenekku dibawalah saya ke Kelenteng untuk diangkat menjadi anak Kwan Im Pho Sat dengan tujuan agar selalu terlindungi.

Saat sekolah, dari SD hingga SMA bersekolah di Sekolah Katolik, jadilah aku beragama tersebut. Saat ini walaupun sudah menekuni agama Buddha saya masih hafal dengan beberapa doa yang diajarkan saat sekolah dulu. Dari sejak kecil saya ingat sekali bahwa saya sangat menyukai semua film dan semua cerita tentang Buddha, dan pernah menanyakan kepada mama waktu itu kenapa saya bukan belajar agama Buddha saja, mama menjawab nanti setelah Dewasa kamu boleh bebas memilih agama, sekarang belajarlah agama yang sesuai dengan pendidikan sekolah.

Singkat cerita hingga tahun 1997 saya mulai mengenal Bodhisattva Kwan Kong, itu yang saya tahu saat itu, dan baru mengenal agama Buddha hanya masuk dari satu Kelenteng ke Kelenteng lainnya cuma itu saja. Dan saat mulai mengenal Sutra KAO WANG KWAN SE IM CEN CING di Kelenteng di Puncak Gadog, saat itu ada yang membaca saya senang mendengarnya lalu kami semua duduk bersila dan mulai membaca bersama dengan lantang dan semangat, dan sampai disitu saja.

Tahun 2000 bulan 2 saya kerja di suatu pabrik garment disanalah saya mengenal seseorang perempuan. Saat itu saya memohon kepada Thien Kung dan para Buddha-Bodhisatva, jika dia adalah jodoh saya muluskanlah jalan kami. Dan ternyata benar adanya, dia menjadi pasangan hidup saya. Saat menikah kami merasa bahwa pernikahan kami dihadiri oleh para Bodhisattva, karena aku mengenal seorang paman yang mendapat karunia penyatuan dengan Bodhisattva Kwan Kong bukan karena dari belajar, dan pasangan suami istri penekun Buddha yang istrinya mendapat karunia penyatuan dari Kwan Im Pho Sat, dan suaminya mendapat karunia penyatuan dengan Buddha tapi saya tidak tahu Buddha yang mana, dan juga kenal seorang teman yang menjadi medium oleh Buddha Chi Kung, senang sekali rasanya saat itu.

Saat menantikan lahirnya seorang Putra kami, saya memohon bantuan kepada Bodhisattva Kwan Kong yang biasa hingga saat ini saya panggil dengan sebutan Kung Kung Kwan Lau Ye, karena saya pernah mendapatkan nama dariNya. Karena menurutnya nama lahirku tidak cocok untuk diriku, dan diberikanlah nama untuk kusandang agar bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik.

Awal Pencarian
    Di Tahun 2008 saya membaca sebuah buku tidak ingat dari siapa saya mendapatkannya tapi buku itu sangat menarik, hingga saya simpan lama dan akhirnya saya buka dan baca lagi, lalu saya tertarik untuk mengenal lebih lanjut, sehingga saya mulai mencari tahu Vihara terdekat yaitu di daerah Karawaci, saya telepon dan diterima oleh seorang secie, kami janji temu di minggu saat puja bakti, lalu saya diperkenalkan seorang sexiung, yang mengajarkan saya tata cara puja bakti, awalnya saya merasa aneh dan janggal karena sudah lama tidak ikut puja bakti Buddha, terakhir tahun 2004 saat menikah saja setelah itu tidak pernah, akhirnya saya ikut beberapa kali di setiap hari minggu, lalu menghilang lagi. Suatu hari diakhir pekan saat saya naik motor bersama mama menuju ke toko tidak begitu jauh dari rumah, di siang terik matahari, dengan rasa malas tetap saya pergi, dan terjadilah suatu pengalaman bodoh diriku, saya terlibat pertengkaran dengan sopir mikrolet di daerah Cipondoh Tangerang, saya dilempar botol aqua besar tapi mengenai mama, saat itu marah saya memuncak mengejar dan berniat menusuk sopir itu dengan obeng panjang yang tersedia dibox motorku. Tapi hal itu tidak terjadi karena sopirnya kabur, setelah itu saya renungkan dirumah, mungkin Buddha-Bodhisattva melindungiku agar hal itu tidak terjadi, jika terjadi mungkin akan terjadi hal yang menghancurkan keluargaku.

Singkat cerita minggu berikutnya saya keliling ke toko daerah Palem yang menjual alat sembahyang Buddha, saya membeli hiolo, lampu merah listrik, pelita minyak, tiga gelas, dan mu'i. Setiba dirumah langsung saya pasang dan tentu saja istri dan mama, papa terperana kok spontan begitu langsung pasang. Belum ada rupang apapun, adanya hanya foto Kwan Im Pho Sat saja yang sudah saya persiapkan sebelumnya. Sejak saat itu setiap hari saya sembahyang, tapi masih juga pasang surut, karena merasa saya tidak merasakan sesuatu apakah benar hal ini saya lakukan. Akhirnya perlahan saya berjodoh mendapatkan rupang Kwan Im Pho Sat dari mama mertua, lalu mendapatkan rupang Bodhisattva Kwan Kong dari paman tapi tidak ada tongkat goloknya, sampai suatu saat saya bisa membuatnya lalu akhirnya saya pasang rupang tersebut, dan foto Maha Guru sampai saat ini saya masih letakkan di meja altarku, sembahyang tetap saya lakukan, hingga akhirnya putraku mempunyai tugas sekolah untuk sekolah minggu sesuai dengan agama yang dianut masing-masing murid di sekolahnya, lalu saya membawanya untuk ke sekolah minggu di Vihara Karawaci dan saat itu juga saya lihat ada puja bakti, saya ikutan saja, akhir puja bakti saya diajak seorang secie untuk ikut meeting ke atas, saya ikutin saja, saat diatas rupanya meeting orangtua pengurus sekolah minggu, akhirnya saya mulai sedikit terlibat dengan hal kepengurusan sekolah minggu walau sebentar.

Awal Mengenal
    Hingga pada saat Maha Guru Lu datang ke Indonesia pada tahun 2010 saya ikut membantu sedikit walau bukan panitia, saya membantu teman-teman yang menjadi panitia, saya membeli kertas angpao dan membagikan ke umat yang hadir saat itu dari berbagai Negara. Saat itu saya melihat ada buku diatas meja, saya lewati saja, tapi kok seperti tertarik kembali ke meja itu, lalu saya ambil dan saya simpan dalam tas, malamnya saya baca buku itu bagus sekali dan saya cari tahu siapa penulisnya dan dimana dia, rupanya ada alamat cetya di daerah Poris, lalu lusa/dua hari kemudian saya coba cari tahu dimana cetya tersebut, tidak ketemu pada upaya pencarian dihari ke-1, suatu hari saya teringat untuk mencari sampai ketemu, lalu saya katakan dalam hati saya harus cari tahu diakhir pekan, ternyata saya lupa, teringat kembali saat makan malam jam 6 sore (sabtu/minggu) teringat saya harus mencari alamat tersebut, saya naik motor cari dan bertanya ke orang yang saya temui, akhirnya Amituofo, saya bisa ketemu, tapi sudah ditutup pintunya, saya seperti didorong untuk ketok pintu, akhirnya dibuka oleh seorang wanita dan didampingi anak perempuannya.
Saya : “Selamat malam, ini cetya Sukhavati Prajna ya, saya tahu cetya ini dari buku (saya tunjukkan), bisa saya ketemu dengan Penulis buku ini?”
Dijawab: ”Ya bisa”, [akhirnya pintunya dibuka] lalu saya dipersilahkan duduk di kursi putih,
Saya: “Anda Penulisnya sendiri ya ?”
Dijawab: ”Ya”
Saya: [dalam hati] wow surprise sekali masih muda sudah menulis buku dharma tersebut, tapi kok pendiam ya. Wah mau tanya apalagi ya. [karena saya terdorong untuk datang cari cetya tersebut, ketok pintu, bertemu Penulisnya lalu sudah]. Akhirnya saya tanya jadwal puja bakti, dan bicara hal lain saya tidak ingat lagi.
Saat mau pulang saya bertanya apakah ada buku lainnya, lalu diberikan 2 buku lainnya dan saya mohon ijin untuk bernamaskara di altar lalu saya pulang.

Lalu akhirnya saya coba datang disaat ada waktu, lalu saya masih putus sambung dalam melakukan sadhana hingga akhirnya istri akan melahirkan, saya terdorong untuk menanyakan kapan tanggal baik untuk lakukan operasi Caesar, pada hari kamis konsultasi akhirnya diberikan petunjuk tgl. 25 maret tepatnya dihari perayaan Buddha Thatagatha Samanthabadra Bodhisattva, lalu saya renungkan kembali nama untuk anakku yang akan lahir karena sudah diketahui bahwa perempuan. Akhirnya saya tertarik dengan nama Samantha, istriku setuju. Dan hal lain yang saya tanyakan untuk memohon kesediaan V.A. Sukhavati Prajna untuk melakukan pemberkatan altar di rumahku, dan akhirnya disetujui pada hari minggu tepatnya satu minggu sebelum kelahiran putriku, Beliau berpesan untuk melakukan sadhana puja bakti setiap hari dirumah, malamnya saya ikuti pesan tersebut, ternyata saya alami pergerakan roh, yang perlahan muncul dari bawah hingga menuju ke badan atas, badan saya bergerak berputar putar dalam posisi duduk bersila. Disitulah awal terjadinya pergerakan roh dimulai.

Singkat cerita tgl. 25 Maret, putriku lahir dengan sempurna, saya menunggu dipanggil masuk melihat putriku, saya sms ke semua orang yang saya kenal, hingga hpku overload dan baterai pas habis dan di charge. Akhirnya saya dipanggil masuk untuk melihat putriku, menurut cerita suster terbungkus dengan selaput putih yang banyak bersih sekali, tidak lama kemudian saya keluar cek telepon genggam, ternyata ada sms dari V.A. sebagai berikut,
“Ko David, hasil meditasi saya pagi ini saya mendapat pesan dari Samanthabhadra Bodhisattva untuk memberikan nama pada anakmu yang baru lahir dengan nama GHO PU XIAN”

Saya langsung telpon ke V.A. dan menanyakan kok bisa kebetulan sekali nama Indo-nya Samantha dan nama Mandarinnya PU XIAN, apakah tidak keberatan namanya karena nama Buddha dan merupakan Buddha ditingkatan Thatagatha, dan Beliau mengatakan bahwa itu pesan dari Buddha artinya tidak masalah.
Akhirnya dengan hati bersukacita saya menerima, saya mengabarkan hal tersebut ke semua pihak keluarga, dan semuanya pun bersukacita.

Langkah Pertama ku
    Sekitar satu bulan lebih dari kelahiran putriku, saya belum bisa ikut hadir  pujabakti di cetya, hingga akhirnya seiring dengan berjalannya waktu saya mulai bisa mengikuti bersadhana puja bakti di cetya, datang kembali rupanya sudah mulai ada pembangunan perluasan gedung bagian belakang. Saat itu gedung telah rampung dan rupanya juga sudah dilakukan pemberkatan yang saya tidak hadiri, saat pujabakti tiba-tiba saya tergerak hati untuk harus belajar pegang alat gendang, tapi dalam hatipun terpikir apa iya diijinkan, tapi sepertinya terus didorong untuk menanyakan hal tersebut, hingga akhirnya saya diijinkan untuk belajar, dan belajar belum lama akhirnya langsung didorong untuk bertugas padahal masih kacau balau banget, tapi saya ikuti saja kata hati yang baik, walau ada rasa takut jadi bahan omongan orang, lalu belum lama pegang gendang dan sepertinya ada dorongan untuk lakukan hal yang lain, tapi akhirnya V.A. membagi tugas kepada kita semua yang mau membantu.

Persiapan Acara Syukuran Vihara
    Suatu hari V.A. mengabarkan nama-nama orang yang dipanggil untuk pertemuan terkait dengan persiapan Syukuran Vihara, saya merasakan ada hal yang tersentuh dihati dan pikiranku. Dalam hati aku ingin berbuat dan melakukan sesuatu bantuan, akhirnya ada kesempatan juga bagiku untuk bicara, saat itu Ketua Cetya sedang duduk di depan dibawah sofa dengan santai sedang melakukan sesuatu, saya bertanya dengan dialog sebagai berikut:
Saya: “Tangcu,apakah ada hal yang bisa saya bantu”.
Ketua Vihara: “Apa benar nih bisa, kan kamu kerja, nanti takutnya tidak ada waktu.”
Saya: ”Saat itu memang saya sedang sibuk dipekerjaan ada tugas luar, tapi saat ini saya sudah ada waktu, dan bisa coba atur waktu, jika diijinkan saya mau membantu.”
Ketua Vihara: ”Baiklah kalau begitu nanti saya akan beritahu ke ketua panitia.”
Saya: ”Baiklah, terima kasih.”

Lalu esok harinya saat kebaktian selesai saya biasanya sudah mau pulang, lalu agaknya kok tidak bisa pulang seperti ada sesuatu yang membuatku untuk tetap diam berdiri di depan pintu Vihara (saya merasa agak aneh sendiri). Lalu saat V.A. memanggil semua panitia untuk kumpul guna pertemuan dengan microphone, saya bisa bergerak tapi langkah saya ke samping menuju pulang, baru 3-4 langkah kira-kira, kok seperti samar-samar ada yang memanggil yang saya dengar cuma GHO saja, lalu saya berbalik ke depan pintu Vihara dan  ternyata dipanggil untuk pertemuan juga.

Lalu saya ditanya ingin membantu dibagian mana, saya bengong karena tidak ada pemberitahuan dan saya juga tidak tahu ada pesan di dinding, ternyata saya diperbantukan dibagian peralatan dan perlengkapan yang diketuai oleh saudara Siwa Danuri.
Semua umat dan semua pantia melakukan segala macam persiapan tapi hingga 2 minggu terakhir kita masih terbentur beberapa hal, saya sangat sedih, saya bertekad mau melakukan sesuatu agar acara bisa berjalan dengan baik. Akhirnya walaupun disaat menjelang hari H masih ada kendala, tapi acara tetap berlangsung dengan hikmat dan lancar.

Sekitar 2 minggu-an sebelum hari H setelah selesai pertemuan, semua sudah pada pulang tapi heran saya tidak bisa menurunkan kaki saya keluar gedung, saya tanyakan ke V.A. ada apa gerangan apakah ada yang belum selesai, kenapa saya tidak bisa menurunkan kaki memakai sandal untuk pulang, V.A. minta saya menghadap altar, begitu menghadap saya mengalami pergerakan yoga dan bangkit berdiri, lalu mulai menggerakkan semua kaki dan tangan seperti gerakan Taichi, begitu selesai saya bertanya pada V.A. ada apa gerangan, kok bisa bergerak begitu ya, akhirnya V.A. mendapat petunjuk bahwa Chien Sou Chien Yen Kwan Se Im Pho Sat menginginkan saya melakukan persembahan acara saat Syukuran nanti. Termasuk juga diberitahukan akan pakaian yang harus saya gunakan saat pertunjukan nanti. Suatu hal yang sangat mengejutkan bagi saya, pakaiannya dan alatnya belum ditemukan hingga tinggal beberapa hari lagi, akhirnya ada umat yang datang dan akhirnya meminjamkan pakaian dan juga alatnya sama seperti yang dibutuhkan. Luar biasa sekali, jika Buddha-Bodhisattva sudah berkehendak, apapun bisa terjadi.

Mulai mendapat berkah untuk bisa membantu insan
    Setelah selesai acara Syukuran Vihara Sukhavati Prajna akhirnya saya mendapatkan berkah membantu orang lain, awalnya saat sedang latihan untuk persembahan Syukuran tersebut saya merasakan kok sepertinya bisa membantu orang, dan akhirnya saya coba dengan membantu putraku dan keluarga di rumah, setelah itu, tidak disangka teman sedharma di Vihara memintaku untuk membantu, saya bilang belum bisa, dia bilang sudah bisa, tidak tahu apakah yang dirasakannya benar atau tidak karena saya sendiri tidak merasakannya, lalu saat itu saya mulai memberanikan diri untuk membantu orang lain, dan rupanya saya belum bisa membersihkan diri sendiri, ketahuannya saat pergi ke rumah duka salah satu kerabat keluarga dan langsung ke kuburan, sepulangnya dari sana saya merasakan kok energi negatifnya banyak sekali dibadan, susah untuk menjelaskannya tapi rasanya badan sepertinya tidak enak, dan akhirnya setelah mandi saya langsung ke vihara, kebetulan saja di vihara ada beberapa teman sedharma senior dan akhirnya saya dibantu oleh Wen Zhu dan suaminya Warna Sukma Kappa untuk membersihkan energi negatif dibadan saya, setelah badan saya bersih saya melihat mereka berdua badannya sama sekali tidak enak dan bahkan muntah-muntah angin. Saat itu juga saya merasa tidak enak hati karena sangat menyusahkan orang lain, dan saat itu juga saya berjanji dalam hati bahwa saya harus bisa membersihkan diri sendiri dan bertekad untuk membantu semua insan, dan tidak ada kata atau rasa penolakan terhadap semua insan yang membutuhkan bantuan diriku. Saya sangat yakin sekali bahwa dengan tekad besar dan bulat para Buddha-Bodhisattva akan mau membantu saya untuk membantu setiap insan. Dan setelah mendapatkan bimbingan dari V.A. bahwa saya sendiri harus meminta petunjuk kepada para Buddha-Bodhisatva cara untuk membersihkan diri, ternyata benar saya langsung mendapatkan bimbingan saat itu juga, dan mulailah saya pun merasa nyaman dan tenang dan berani dengan pasti untuk membantu setiap insan. Dan rupanya tekadku itu didengar dan didukung oleh para Buddha- Bodhisatva karena setiap insan yang saya bantu merasakan manfatnya, saya senang karena dengan inilah saya merasakan bahwa hidup saya lebih berarti menjadi manusia. Saya bisa melatih diri menggunakan tubuh yang palsu ini untuk mencapai tingkat pencerahan yang lebih tinggi.

Guru Adinata ku Dharmapala Bodhisattva Acalanatha Bodhisattva
    Hari-hari terasa cepat berlalu, acara Syukuran Vihara telah selesai dengan sukses, menunggu tugas berikut, saat itu saya berbicara dengan Karupa Samdibya, beliau mengatakan “Acara Syukuran sudah selesai, ulang tahun  Kwan Im Pho Sat sudah, selanjutnya persiapan merayakan Hari Waisak”.
“Apa yang harus kita lakukan untuk persiapannya?”  tanyaku,
Nanti saja tunggu instruksi dari V.A., [saat itu V.A. sedang ada undangan menghadiri suatu acara].

Beberapa hari sebelum Waisak tahun 2012 saya menemui V.A. menanyakan suatu hal, tepatnya di hari kamis, ternyata ada pesan dari Dharmapala Bodhisattva Acalanatha Bodhisattva bahwa Beliau memilihku dan menanyakan kesediaanku untuk menjadi calon Dharmaduta Vihara, spontan saya jawab mau. Tapi Acalanatha Bodhisattva itu yang mana saya belum tahu, akhirnya saat saya diajak ke altar untuk ditunjukkan rupang Acalanatha Bodhisattva, tidak lama kemudian, seorang anak muda hadir di vihara meminta tolong karena papanya sakit sesak nafas sudah 2-3 hari pada jam tertentu, Ketua Vihara bertanya apakah bisa dibawa ke vihara, akhirnya anak tersebut pulang, saya katakan ke V.A. bahwa ada reaksi energi spontan saat itu, dan kemudian datanglah paman itu dan duduk di depan altar, lalu V.A. membantunya tidak lama kemudian V.A. minta saya untuk bantu perhatikan paman tersebut, lalu saya pegang dan akhirnya saya sendawa dan disusul dengan dia sendawa di sertai batuk, tidak lama kemudian perlahan nafasnya mulai membaik tidak sesak lagi. Terbesit ada yang memberitahu bahwa didepan ada sesuatu, dan saya sampaikan ke V.A. Dan Beliau katakan jika ada dorongan untuk ke depan silahkan, kata-kata V.A. seperti perintah, otomatis saya ke depan dan didepan pintu Vihara otomatis melakukan pergerakan yoga tangan dan kaki memperagakan jurus sepertinya adalah untuk menghalau gangguan negatif. Tidak lama kemudian paman tersebut diantar keluar menuju pintu oleh V.A. dan Ketua Vihara dengan keadaan sudah nyaman. Itulah awal pertama kalinya saya praktek langsung setelah saya menerima Dharmapala Acalanatha Bodhisattva sebagai Guru Pembimbing.

Sejak saat itu pula kepercayaan diriku semakin meningkat untuk terus membantu setiap insan, perubahan pada diriku mulai kurasakan, dengan bertambah segar dan sehat.

Memperingati Hari Waisak dan Pemandian Rupang Buddha Pertama dan Tidak Ternilai Bagiku.
    Malam sebelum hari Waisak saya dikonfirmasikan ulang apakah siap dan bersedia menjadi calon Dharmaduta Vihara, saat itu saya sedang menyetir, dan saya jawab siap, tapi tidak menyangka bisa begitu cepat.

Keesokan harinya saya dan bersama 4 teman lainnya dilantik menjadi calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna, dan saya diberikan suatu cinderamata sebuah Ru Yi dari Batu Giok yang melambangkan sebagai “KEBESARAN dan KEKUATAN”

Saya sangat bersukacita, dan saya siap melakukan tugas dan berusaha selalu membantu semua makhluk agar berbahagia.

Panggilan Akrab
    Kita semua sudah seharusnya memanggil Pemimpin Umat di Vihara Sukhavati Prajna dengan sebutan Vajra Acharya Sukhavati Prajna, tapi heran sekali rasanya apakah karena kedekatan dan keeratan hubungan para umat dengan Pemimpin Umat kita, makanya kita masih tetap memanggil Beliau dengan sebutan yang akrab. Itu semua karena kerendahan hati dari Beliau, saya pribadi sangat senang sekali bisa mempunyai Beliau sebagai guru pembimbing yang dekat. Karena selama ini saya mencoba mencari bimbingan ternyata disinilah saya bisa berjodoh dengan Buddha-Bodhisattva. Terima kasih V.A. Sukhavati Prajna atas semua bantuan bimbingan dan ketulusan hatinya membantu kita semua hingga kita semua khususnya saya akhirnya bisa berjodoh dengan Buddha- Bodhisattva.

Awalnya bimbingan dari para Guru mulai berdatangan.
    Sejak dikonfirmasikan bahwa saya dipilih menjadi Calon Dharmaduta mewakilli Dharmapala Acalanatha Bodhisattva (Pu Tong Ming Wang) saya diberitahu agar mencari waktu khusus untuk melakukan sadhana khusus kepada Guru Pembimbing selama 7 hari berturut-turut tanpa absen, dan saya lakukan saat malam hari, saat semua sudah dikamar saya lakukan diruang tamu tempat altar saya berada. Dan setelah hari ke 7 saya mengundang V.A. untuk mampir kerumah sebentar melihat dimana posisi baiknya saya memasang altar Dewa Bumi. Karena saya merasakan dorongan kuat untuk segera memasang altar Dewa Bumi, dan waktu Beliau datang kerumah saya melihat dan pas juga disaat saya sudah bersadhana di hari ke 7 saya dikonfirmasikan bahwa Dharmapala Ucchusma mengkonfirmasikan melalui V.A. bahwa saya diminta untuk melakukan sadhana penyatuan khusus kepada Dharmapala Ucchusma (Hui Ji Jin Kang) selama 7 hari berturut-turut lalu saya mulai melakukannya hingga 7 hari dan belum genap 7 hari saya lalukan ternyata datanglah lagi Guru Pembimbing lainnya Dewi Tara Hijau (Lu Tu Mu).

Mendapatkan nama Buddha Dharma dari Buddha Sakyamuni
    Malam hari sekitar jam 23.00 saya mendapat konfirmasi dari Bodhisattva Kwan Kong yang mengatakan “David bersiaplah, Buddha Sakyamuni akan datang menemuimu dan memberikanmu nama Buddha Dharma.” Saya tersentak kaget langsung segar, padahal saat itu saya sedang persiapan mau tidur dan sudah diranjang, hanya saja anakku yang kecil sedang rewel mau tidur, jika saya keluar anakku pasti mau ikut keluar kamar, jika ditinggal pasti anakku akan jatuh dari ranjang, sedangkan istriku sudah mengantuk sekali, saya tanyakan boleh tidak dikamar diatas ranjang, jawabannya boleh saja, akhirnya saya duduk bersila diatas ranjang, tapi karena saya tidak bisa konsentrasi, akhirnya semua sirna kembali.

Keesokan harinya saya belum berani konfirmasikan hal tersebut ke V.A. karena saya belum pasti, takutnya nanti itu sebagai halusinasi godaan saja.
Hingga akhirnya 24 Mei pagi hari saat sedang menyetir mobil menuju ke kantor saya mendapatkan konfirmasi dari Bodhisattva Dewi Tara Hijau memberitahu ku untuk berkunjung ke Vihara di daerah Tangerang, Vihara apa ya saya bertanya karena belum bisa konsentrasi, muncullah gambar, oh ternyata Kwan Im Pho Sat, lalu tiba-tiba langsung terbesit Vihara Kwan Im Pho Sat yang ada di Banten. Diberitahu beberapa hal yang harus saya lakukan saat disana dan saya diminta untuk konfirmasikan hal ini dengan V.A., lalu saya juga diminta untuk ajak mama dan istriku juga. Setelah saya konfirmasikan hal ini dengan V.A. ternyata benar bahwa saya memang diminta untuk ke tempat itu dengan suatu misi yang sangat penting dalam hidupku dalam melakukan pembinaan diri. Setelah diputuskan harinya kami semua pergi ke Vihara Avalokitesvara, yang pergi saat itu adalah V.A., Ketua Vihara, mama, istriku Linda, dan kedua anakku. Setiba disana saya duduk meditasi, tapi saya tidak bisa konsentrasi, rupanya ada terjadi kesalahan yang baru diketahui saat dimobil perjalanan pulang Ketua Vihara bertanya “David kamu tadi tidak melakukan simabandhana diri dulu ya saat meditasi.” Jawabku “Ya, oh itu rupanya kesalahanku.” Tapi tadi setelah meminta bantuan dari para Guru Pembimbing akhirnya saya bisa mendapatkannya jam 13:30, nama Buddha Dharma yang diberikan padaku adalah “Vajra Dipamkara Raja”

Terus terang saya kurang yakin akan nama Buddha Dharma yang saya terima itu, saat mau beritahu ke V.A., saya ragu apa iya saya bisa menyandang nama Buddha Dharma seperti itu. Saya merasa masih tidak pantas menerimanya, lalu akhirnya setelah saya catat nama itu dikertas dan diterima oleh V.A. dan Ketua Vihara, mereka memberiku nasihat “Bahwa nama yang baru saja diberikan Buddha Sakyamuni ini adalah barulah suatu nama yang tujuan akhirnya adalah demikian, akan tetapi bukan berarti bahwa diri kita sudah seperti apa yang tertuliskan. Jadi kita janganlah merasa tinggi hati, sombong diri, dan membandingkan dengan semua umat yang lainnya, jadi kita sendirilah yang harus melakukan pembinaan diri dengan tekun agar kedepannya bisa sesuai seperti nama yang diberikan oleh Buddha.” Amituofo saya mendapatkan pencerahan, senang sekali bisa ditemani V.A. dan Ketua Vihara dalam perjalanan spiritual saya pada hari ini dan mendapatkan bimbingan dari mereka berdua. Bagi saya mereka berdua adalah Guru yang Bijaksana, dan Guru terdekat saya dalam pembinaan diri saya di dunia ini.

Sepulang dari sana kita akhirnya mencari tempat makan siang, ternyata kita juga dipandu, karena tiba-tiba bisa langsung berhenti lihat rumah makan, ternyata saat pulang barulah kita menyadari ternyata itu adalah satu-satunya rumah makan sebelum masuk tol pulang, dan ternyata enak dan tidak mahal, saya senyum sendiri dan dalam hati ”Terima kasih para Guru, Buddha-Bodhisattva atas panduannya hari ini, dan ini merupakan perjalanan spiritual bagi keluargaku yang sangat berharga, terima kasih telah mengutus V.A. dan Ketua Vihara untuk menemaniku, merupakan suatu hal yang sangat luar biasa sekali hari ini.”

Hari ini 28 Mei saat testimony ini selesai semua saya kerjakan di siang hari jam 12:00, disertai dengan hujan besar dan petir serta guntur bergantian. Enak sekali mendinginkan sejenak hari yang panas ini. Saya sangat senang sekali bisa menerima semua pelajaran pembinaan diri dari para Guru Buddha-Bodhisattva, saya berharap bisa selalu tetap bisa berbuat kebaikan terhadap semua makhluk.

Demikianlah semuanya telah kuceritakan dengan rinci semua pengalaman dan perjalananku mengenal Dharma Buddha. Semoga bisa menjadi inspirasi yang baik bagi setiap insan manusia atau makhluk lainnya yang mendengar atau membacanya.
- Na Mo . Sa Man To . Wa Re La . Lan Han -





SIWA DANURI
    Dulu saya kurang paham mengenai sembahyang. Apalagi mambaca sutra. Bagi saya sembahyang atau tidak sembahyang sama saja. Biasanya ke vihara hanya ikut orang tua. Melihat patung-patung Buddha-Bodhisattva, Dewa dan lainnya itu sangat membingungkan, apalagi dengan sejarahnya yang jarang dijelaskan fungsi masing-masing termasuk manteranya.

Sudah begitu lama saya ingin mencari ajaran Buddha/Tao yang bisa membuat saya yakin adanya Buddha/Bodhisattva serta Dewa-Dewa. Akhirnya saya berjodoh dengan Vihara Sukhavati Prajna, waktu itu masih berupa Cetya, sesudah bulan 3 tahun 2011 diresmikan menjadi Vihara. Mulai saat itu saya mulai belajar baca Mantera dan Sutra. Pertama kali mengikuti baca sutra dan mantera di Vihara saya merasa aneh, karena ada yang bisa menggerakkan tangan dan badan saat meditasi, akhirnya saya dijelaskan bahwa itu bimbingan yang disebut chiling/yoga.

Waktu berlalu sudah beberapa bulan, sayapun bisa beryoga dan ada pemberitahuan bahwa Vihara akan mengadakan perjalanan spiritual ke candi Borobudur, Prambanan dan Mendut di Yogyakarta. Dan diberitahu bahwa mereka yang rohnya telah terbangkitkan akan bisa merasakan sensasi aura yang ada ditempat tersebut. Dan memang benar, sesampai disana kami bisa merasakannya dan mendapatkan pengetahuan spiritual.

Saat dalam perjalanan saya bermeditasi di dalam bis, dan pada saat itu saya diberitahu bahwa telah menjadi murid Buddha Amithaba ke-27, dan mendapat nama Buddha Dharma. Dalam proses pemberkatan, saya diharuskan bervisualisasi membersihkan sepuluh bagian tubuh dengan mandi air yang ada disebuah gentong besar.

Setelah pulang dari perjalanan spiritual, dalam beribadah saya semakin yakin atas kebesaran nama Buddha-Bodhisattva, Dharmapala dan Dewa. Waktu terus berjalan, saya mendapatkan berkah bisa menolong orang lain dan dipilih oleh Buddha Vairocana sebagai calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna.

Semoga apa yang diamanatkan oleh Buddha-Bodhisattva bisa saya jalankan dengan baik dan lancar.
- Om . Vairocana Hum -




ALOKA SUKHAVATI
    Sebelum saya memulai menulis artikel ini, saya hendak berterima kasih kepada para Buddha, Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini.  Juga suami saya dan V.A. Sukhavati Prajna.

Saya mempunyai 2 orang anak, sebelumnya saya pernah tinggal di Denpasar Bali, kemudian pindah ke Tangerang pada akhir tahun 2006 sampai sekarang. Pada awal saya baru pindah ke wilayah yang saya tempati sekarang, saya dan suami sering bertanya pada penduduk sekitar, dimana ada Vihara yang terdekat. Tapi tidak ada yang tahu, kami hanya tahu disekitar Muara Karang ada Kelenteng karena dekat dengan rumah mama saya, jadi kalau kami berkunjung ke rumah mama kadang kami mampir ke Kelenteng tersebut.

Suatu hari, waktu saya dan suami ke Kelenteng yang di Muara Karang, suami saya melihat-lihat di meja tempat buku-buku dharma, ada yang menarik perhatiannya, yaitu sebuah buku yang berjudul “Mendapatkan Kontak Batin dengan Para Dewa“, lalu suami saya membawa pulang buku tersebut. Setelah selesai membaca buku itu, suami saya ingin bertemu dengan penulis buku tersebut dan akhirnya bertemu.
Pada awalnya kami datang untuk sekedar berkonsultasi dan di saat sejit Kaisar Langit, kami ikut po'un (stempel baju) untuk perlindungan selama tahun baru ini. Tidak lama setelah itu, rumah V.A. Sukhavati Prajna telah menjadi Cetya, setelah kurang lebih 6 bulan kami tidak datang ke rumahnya lagi. Kami kaget juga, ternyata rumah V.A. sudah resmi menjadi Cetya Sukhavati Prajna, susunan para Buddha-Bodhisattva juga sangat bagus dan Altarnya bertingkat, saya belum pernah melihat altar yang bertingkat seperti itu. Suami saya melihat-lihat pengumuman di madding, ternyata ada kegiatannya yaitu, setiap hari selasa ada sesi meditasi dan hari jumat ada pujabakti, dan suami saya tertarik ingin ikut kegiatannya.

Awalnya hanya suami saja yang datang ikut sesi meditasi, setelah beberapa waktu suami meminta saya agar bisa ikut kegiatan cetya, tapi saat ikut saya tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan tersebut karena kedua anak saya masih kecil-kecil, dan saya sibuk menjaga mereka. Tapi beberapa waktu berselang, saya jadi bisa ikut kebaktian karena tidak lama kemudian anak-anak saya sudah mulai bisa bermain dengan anak-anak yang lain yang orang tuanya ikut kebaktian. Saya amat bersyukur sekali mendapatkan kesempatan berpujabakti di Cetya.

Pertama saya ikut sesi meditasi, entah kenapa sewaktu bermeditasi perasaan saya seperti mau menangis, saya cerita pada suami, tapi dia bilang saya memang cengeng. Tapi saat itu saya sama sekali tidak ada kesedihan sama sekali dalam pikiran saya.

Suatu kali Cetya mengadakan perjalanan spiritual ke Yogyakarta, awalnya saya tidak mau ikut karena berpikir untuk apa ikut, dan saya tidak mengerti tujuan dari perjalanan spiritual tersebut, tapi karena bujukan suami, akhirnya saya ikut juga. Saat bermeditasi di Candi Prambanan, saya merasa ada gerakan energi dalam tubuh saya tapi hanya sebentar, saat di Candi Borobudur saya bermeditasi lagi. Baru kurang lebih 2 menit menutup mata, kepala saya bergoyang kencang sekali sampai badan saya terpelanting kebelakang, tapi saya sadar saat itu dan bisa mendengar orang-orang berbicara. Saya melihat cahaya biru tapi tidak tahu itu cahaya apa. Sejak saat itu, saya telah mengalami terbangkitkannya roh. Saya berterima kasih bisa mendapatkan pengalaman berharga ini, dan mendapatkan banyak bantuan dari umat cetya. Sesampai dirumahpun saya masih bershadana dan beryoga dengan Buddha-Bodhisattva dan Dharmapala.

Dan disaat hari Waisak yang diadakan di Cetya, saya telah mendapatkan nama Buddha Dharma. Dan setelah itu saya mendapatkan banyak bimbingan dan penyatuan dengan Buddha, Bodhisattva dan Dharmapala. Hal ini membuat banyak perubahan terjadi dalam hidup saya. Suatu kali karena adanya masalah yang saya hadapi, saya sempat tidak ingin ke Cetya lagi. Tapi sewaktu bermeditasi, saya dinasihati oleh Buddha-Bodhisattva. Tanpa sadar airmata saya mengalir terus sampai saya tersedu-sedu. Setelah kejadian itu saya sadar, bahwa saya salah.

Pertengahan bulan Mei 2012, saya diberitahu bahwa telah terpilih menjadi calon Dharmaduta Cetya yang sekarang sudah menjadi Vihara. Saya sempat tidak percaya, tapi kembali mengingat lagi kejadian saat hari Waisak, saat seluruh umat bermeditasi tepat pada jam, menit dan detik Waisak saat itu, kami semua diminta untuk meditasi perenungan, tapi saya malah mendapat petunjuk mengenai Dharmaduta ini.

Saya sangat berterima kasih karena terpilih menjadi Dharmaduta di Vihara Sukhavati Prajna untuk membabarkan Dharma. Semoga saya bisa semakin memperbaiki diri ke depannya dan bisa menjalankan dharma dengan baik.
Saya berterima kasih kepada para Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini yang telah membimbing saya ke jalan yang benar, terima kasih juga kepada suami saya dan V.A. Sukhavati Prajna yang telah memberikan dukungan selama ini.
- Om . Ku Lu Ku Lie Cu Li . Soha -



XIN YIN
    Saya terlahir dari keluarga yang beragama Buddha Kong Hu Cu sebelum mengenal Vihara Sukhavati Prajna, terkadang saya menemani papa saya pergi ke salah satu vihara Mahayana di Jakarta, saya kesana hanya untuk setor muka dan menemani papa saya.

Saya tidak pernah mendengarkan ceramah Dharma dari para Biksu, saya hanya bermain ponsel dan berpikir kapan selesainya ceramah dharma yang sangat membosankan ini. Setelah selesai saya selalu marah-marah karena saya berpikir, dari pada mendengarkan dharma, lebih baik saya pergi bersenang-senang dengan teman-teman saya yang bisa membuat saya gembira. Dan saya suka pergi balapan motor dan mobil dengan teman-teman saya itu. Sebelumnya saya adalah seorang yang sangat susah di atur, tempramen dan egois.

Saya baru mulai tersadarkan pada saat saya pergi ke Vihara Sukhavati Prajna untuk berkonsultasi dengan V.A., Beliau memberitahu saya kalau ada sesi meditasi dan pujabakti di hari selasa dan jumat, dan saya datang pada saat kegiatan itu tapi saya mengikutinya dengan setengah hati. Setelah selesai kebaktian saya langsung mengajak papa saya pulang, karena saya sudah mulai bosan dan seiring berjalannya waktu saya mulai kenal dengan umat vihara, saya mulai betah berlama-lama dan mulai aktif di Vihara mempelajari dharma dan rajin bershadana di rumah dan Vihara.

Sejak itulah saya mulai berubah sikap, dari kurang baik menjadi anak yang patuh pada jalan dharma, dan anehnya saya merasa sangat nyaman di Vihara. Dan tidak beberapa lama kemudian sejak saya aktif tergabung dalam anggota Panitia Syukuran Vihara, roh saya mulai terbangkitkan. Mungkin karena Buddha-Bodhisattva melihat ketulusan hati saya membantu acara Vihara dan melihat saya sudah mulai menjalankan hidup dengan baik.

Tidak beberapa lama kemudian saya dibimbing oleh Guru Sejati saya, Ucchusma Vidyaraja dan terpilih menjadi calon Dharmaduta mewakili Beliau membabarkan dharma di Vihara. Satu persatu Buddha-Bodhisattva menyatu dan beryoga dengan saya, saya sangat berterima kasih kepada Guru Ucchusma Vidyaraja karena berkenan membimbing saya menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Semoga saya bisa menjalankan misi yang sama dengan para Buddha-Bodhisattva, dan apa yang saya lakukan bisa diterima oleh semua orang dan memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk.
- Om . Ci Lu To Nan Hum Re -


GATHA SUKALI
    Keluarga saya beragama Buddha Kong Hu Cu, walaupun ke dua orang tua saya sangat rajin sembahyang tapi saya bukanlah tipe orang yang rajin dalam sembahyang, saya hanya akan sembahyang pada saat tertentu saja yang menurut saya penting, seperti jika saya hendak pergi ketempat yang jauh saya baru sembahyang, setelah itu tidak sembahyang lagi.

Sebenarnya semenjak kecil berumur 4 atau 5 tahun, saya sudah sering merasakan apa yang dikatakan roh keluar dari tubuh, tapi saya tidak tahu dari mana roh saya bisa keluar begitu saja. Hanya disaat saya tidur, saya bisa merasakan roh saya keluar dan melihat diri saya yang sedang tidur itu, sehingga membuat saya ketakutan. Pada saat roh saya keluar, saya melihat dan merasakan roh saya seperti ada yang mendorong dari sebuah tempat yang sangat tinggi dan dengan cepatnya, hingga saya selalu berteriak ketakutan. Kadang pula saya seperti diikat di sebuah kayu bulat lalu diputar sangat kencang dan cepat.

Ada suatu saat ketika saya berumur 9 tahun sepertinya pikiran saya sudah terfokuskan pada ketakutan itu, dimana pada saat roh saya keluar, saya didorong lagi dari gunung yang tinggi, tapi ada sebuah telapak tangan yang sangat besar dan empuk menopang tubuh saya, tapi baru saja saya merasakan nyamannya di atas telapak tangan itu, saya sudah dijatuhkan oleh tangan itu.

Setiap saat saya selalu merasakan ketakutan yang luar biasa pada saat tertidur, hingga mendekati kedatangan Mahaguru di bulan Februari 2011. Pada saat roh saya keluar lagi seperti biasa, saya tiba-tiba langsung terpikir untuk melafal mantera hati Mahaguru dalam posisi duduk bermeditasi, dan anehnya saya ditopang lagi oleh tangan besar itu saat saya jatuh dari ketinggian, dan saya sepertinya telah tahu kalau setelah ini tangan tersebut pasti akan menjatuhkan saya lagi. Tapi saya tidak merasa takut lagi saat ini. Pada saat saya dijatuhkan kembali, kaki saya seperti menginjak sekuntum bunga teratai dan saya seperti duduk bermeditasi di atasnya. Sejak itu saya merasa seperti ada suara dalam hati yang  menganjurkan saya untuk membaca Sutra Raja Agung Avalokitesvara (Kao Wang Cing), padahal saya terkenal paling malas membaca mantera apalagi sutra, sayapun bukan orang yang senang mendengar ceramah Dharma apalagi membaca buku tentang Dharma, karena pada saat itu saya merasa tidak berguna dan hanya membuat saya bosan.

Berselang waktu, Mahaguru datang ke Indonesia dan meluncurkan buku tulisannya yang terbaru disebuah mall di Jakarta, pada saat itulah saya bertemu dengan V.A., mungkin inilah yang dinamakan jodoh, karena pada saat itu saya mengalami sesak nafas hingga muka saya pucat dan rasanya ingin pingsan, tapi V.A. menghampiri saya dan mengelus punggung saya, secara tiba-tiba rasa sesak nafas saya mulai berangsur sembuh.

V.A. mengatakan bahwa ada kegiatan di Cetya, saya dan suami datang untuk mengikutinya, setelah itu saya mulai dibimbing oleh para Buddha-Bodhisattva, dan dari sanalah saya menemukan yidam saya Phu Sien Pusa dan Guru Sejati sekaligus Dharmapala saya, Ucchusma Vidyaraja. Setelah itu mulailah saya diberi petunjuk untuk melakukan penyatuan dan beryoga dengan para Buddha-Bodhisattva. Pada saat saya dibimbing Jambhala Merah, Beliau banyak mengajarkan Dharma pada saya dan membuka pikiran saya mengenai penyebrangan roh, dari situlah hati saya mulai terbuka untuk melakukan penyebrangan roh walaupun hanya roh binatang.

Seperti pada saat saya melakukan penyebrangan roh anak kucing yang saya lakukan selama dalam perjalanan ke Vihara, dalam perjalanan saya membaca Mantera Sukhavati Vyuha Dharani dengan mata tertutup, saya melihat roh anak kucing tersebut terbaring diatas bunga teratai, dan Buddha Amithaba memberikan cahaya putih sebesar kelereng pada anak kucing tersebut, dan roh anak kucing itu bangkit. Buddha Amithaba berkata pada saya bahwa roh anak kucing tersebut sudah tidak masalah lagi.

Saya juga pernah menyebrangkan roh laba-laba yang tidak sengaja terbunuh oleh saya dan sayapun menyebrangkan rohnya dengan membaca Sukhavati Vyuha Dharani, saya melihat roh laba-laba tersebut berubah wujud menjadi seorang wanita yang mempunyai taring dimulutnya, wajahnya sangat galak, saya sempat kaget melihatnya, tapi Buddha Amithaba datang membantu, Beliau menyiramkan Air Amerta diatas kepala wanita itu, dan wanita itu berangsur-angsur berubah menjadi cantik dan diapun tersenyum pada saya, dan Buddha Amithaba mengatakan hal yang sama bahwa penyebrangan ini sudah selesai.

Saya juga pernah membantu roh kelinci saudara yang meninggal, dari sini saya melihat Buddha Sakyamuni dan para roh binatang lainnya menjemput roh kelinci yang saya seberangkan, saya juga membantu menyebrangkan roh udang yang ada dimakanan saya, saat melakukan penyebrangan itu saya melihat ada 3 orang laki-laki yang kepalanya berbentuk kepala udang badan manusia, mereka berterima kasih kepada saya karena telah membantu menyebrangkannya.

Pada saat melakukan penyatuan dengan Ksitigarbha Bodhisattva, paman saya meninggal dunia dan saya meminta tolong kepada Ksitigarbha untuk menjaga paman saya, Beliau mengatakan kepada saya supaya tenang, Beliau akan menjaganya dan meminta saya untuk melakukan pelimpahan jasa untuknya dalam 49 hari ini. Pada hari terakhir saya melakukan penyatuan dengan Ksitigarbha, Beliau berpesan untuk menjadikannya sebagai Adinata dalam melakukan penyebrangan roh dan pelimpahan jasa yang saya lakukan, dan Beliau membuat saya melihat paman saya telah menjadi muda dan raut wajahnya cerah dan senang.

Sudah 1 tahun lebih saya aktif di Vihara, hingga saya terpilih menjadi calon Dharmaduta wakil Ucchusma Vidyaraja dalam membabarkan Dharma, Guru saya selalu mengajarkan saya untuk bisa menghapus 3 racun loba, dosa dan moha dalam diri saya, juga memberikan petunjuk untuk kami bertiga agar bersatu dalam segala hal, membantu semua insan dan semua makhluk.
- Om . Ci Lu To Nan Hum Re -



ABIWINURI
    Dari kecil aku telah beragama Buddha, tapi dalam kehidupan sehari-hari penerapan ajaran agama tidaklah benar-benar dijalankan. Tidak pernah membaca mantera, perbuatan baik yang dilakukan cuma berdana di vihara sekali-kali waktu  berkunjung.

Aku mengenal lebih mendalam ajaran Buddha dari V.A. Sukhavati Prajna. Waktu itu aku dianjurkan membaca Sutra Ta Pei Cou, sejak itu aku mulai belajar membaca SutraNya. Tapi aku tidak menghiraukan perkataan V.A. waktu itu.
V.A. sendiri mulai membuka Cetya dan aku melangkah satu langkah kedepan dengan mulai mengikuti shadana di Cetya. Di Cetya umat yang terbangkitkan roh, pada sesi meditasi dapat melakukan gerakan yoga, pergerakan yoga amat jarang kelihatan di vihara lain. Karena itu kadang orang yang tidak mengerti/ bingung melihatnya.

Seiring waktu berjalan, aku juga mulai terbangkitkan roh. Mulai dapat melakukan pergerakan yoga. Terbukanya roh membuat aku semakin semangat dalam bershadana. Aku makin suka membaca mantera dan sutra. Aku bisa duduk berjam-jam di depan altar untuk membaca mantera padahal dulu waktu luang selalu aku habiskan dengan menonton film drama seri. Perbedaan yang amat mencolok, sekarang hampir dibilang jarang nonton film drama lagi.
Mendekati perayaan Waisak, V.A. mengumumkan kabar gembira bahwa Buddha Sakyamuni berkenan memberikan Nama Buddha Dharma langsung kepada para umat Cetya. Jadi dianjurkan belajar meditasi. Aku juga lebih memfokuskan diri untuk meditasi, tapi selalu saja tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir tidak mungkin mendapatkannya.

Tapi Buddha Sakyamuni ternyata berkenan memberikan nama Buddha Dharma padaku. Aku sangat berterima kasih dan bersuka cita atas kemurahan hati Beliau. Semua ini mendorongku lebih semangat membina diri.

Selain beryoga, aku juga bisa bertelepati dengan Guru Pembimbingku. Sebagai pemula yang tidak ada pengalaman, suatu ketika aku mendapatkan kabar duka kakekku akan meninggal. Harusnya aku lebih banyak membaca sutra dan melimpahkan untuk kakekku, tapi aku malah menjadi melekat terhadap berita itu.

Untunglah para Buddha-Bodhisattva masih sayang padaku, aku di ingatkan kembali akan kemelekatanku. Aku berhasil melepaskan kemelekatanku tapi juga menjadi trauma karenanya. Sejak itu aku selalu kurang percaya diri terhadap apa yang ku ketahui.

Terpilihnya aku sebagai Calon Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna mewakili Sie Mien Fo membabarkan Dharma di dunia sangatlah tidak terduga. Memang telah melakukan penyatuan dengan Buddha yang memilihku. Ketika V.A. mengatakan bahwa aku terpilih sebagai Dharmaduta rasanya seperti mimpi.

Pelajaran pertama yang ku dapat dari Sie Mien Fo adalah babarkan Dharma jangan memandang siapa-siapa, babarkan untuk semua orang, baik itu saudara, keluarga, orang tidak dikenal, bahkan orang yang membenci kita. Dan Sie Mien Fo bersedia membimbing biarpun tahu aku begitu banyak kekurangan. Terima kasihku tak terhingga kepada Sie Mien Fo, Guruku.

Aku sangat berterima kasih kepada V.A., seandainya dulu Beliau tidak menyuruhku membaca sutra, sampai sekarang mungkin aku bukanlah aku yang sekarang ini. Semoga kedepannya V.A. selalu bersedia membimbingku supaya tidak salah jalan dan dapat membabarkan Dharma sesuai harapan Guruku dan para Buddha-Bodhisattva, Dharmapala, Dewa dan Dakini.
- Om . Molahan Moni Soha -



TAO SIEN CUEN
    Saya sebelumnya tinggal di Kalimanatan, di sebuah pulau yang terpencil. Dari kecil saya beragama Buddha dan mengikuti ajaran Buddha Maitreya. Saya hanya mengenal Buddha Maitreya, karena di situ tidak ada vihara ataupun cetya. Kalau tidak mengikuti ajaran Buddha Maitreya, mungkin saya tidak mengenal sedikitpun ajaran Buddha.


Saya ke Jakarta mengikuti bibi, dan saya sudah diizinkan orang tua untuk kerja dengan bibi saya di Jakarta. Di Jakarta saya sangat banyak belajar dari bibi saya yang sudah berpengalaman, dia selalu memberitahu saya tentang kehidupan Jakarta seperti apa, dan sedikit demi sedikit saya memahami dan bisa belajar tentang kehidupan yang sangat keras ini.

Bibi saya mulai aktif di Vihara Sukhavati Prajna, dia mengajak anak-anaknya ikut setiap pujabakti dan sayapun ikut. Pertama kali ke Vihara, saya bingung memulainya dari mana dan caranya bagaimana. Pelan-pelan saya mengikuti cara membentuk mudra walau sedikit bingung, tapi untung ada umat vihara yang mengajari saya. Saat membaca Sutra saya juga tidak bisa mengikuti, karena bacanya agak cepat sehingga saya ketinggalan terus bacanya. Sedikit-sedikit saya belajar dan terus ikut pujabakti dan akhirnya bisa mengikuti.

Saya orangnya pelupa, kadang saya selalu buat kesalahan dan membuat orang marah, saya sangat sedih terus berbuat kesalahan, saya sangat tidak ingin berbuat salah, saya sampai putus asa sehingga kadang menyiksa diri sendiri. Saya hanya bisa berdoa, saya tidak mau mengulangi kesalahan lagi. Saya pernah membuat kesalahan besar hingga membuat bibi saya kecewa, saya sangat sulit untuk mengucapkan kata maaf kepadanya ataupun berterima kasih padanya. Bibi selalu baik pada saya, tapi sangat sulit mengeluarkan kata maaf ini. Saya sangat menyesal karena banyak berpikir yang tidak-tidak.

Saya juga selalu memikirkan keluarga saya, ayahku sakitnya makin parah. Aku ingin dia bisa sembuh, tapi tidak tahu bagaimana cara untuk membantu. Berbagai masalah datang padaku, sehingga membuat aku tidak bersemangat dalam bekerja atau berbuat apapun, kala itu saya belum benar-benar membina diri.

Saya diajak konsultasi dengan V.A. saya diminta untuk menenangkan diri dan meditasi di ruang altar Buddha Maitreya. Dan tidak terduga sama sekali, saat itu saya telah terbangkitkan roh. Saya menjapa mantera hati Buddha Maitreya, saat itu saya mendapat petunjuk cara membantu ayah saya dari sakit. Yaitu saya diminta untuk banyak berbuat bajik dan menyebar luaskan dharma, dan diminta untuk membuat teratai dari kertas sembahyang sebanyak 5 buah.

Sejak kejadian itu saya mulai membina diri dengan giat, dan Dewa yang pertama sekali berjodoh dengan saya adalah Vajra Bumi Prtivi. Saya juga banyak membaca mantera dan sutra dirumah. Saya mulai mendapatkan banyak bimbingan dari para Buddha-Bodhisattva, dan mendapatkan pencerahan dari ceramah dharma V.A. di Vihara.

Saya setiap che it dan cap go, membakar kertas sembahyang berbentuk teratai untuk bisa membantu keluarga saya terkikis karma. Dan disaat hari raya Waisak ternyata saya terpilih menjadi calon Dharmaduta Vihara mewakili Dewi Marici membabarkan Dharma. Saya sangat bersyukur sekali mendapatkan kesempatan ini.

Dalam membina diri yang saya jalani dari awal sampai sekarang, saya merasakan perubahan dalam diri, saya merasa ada yang menunjukkan jalan dan arah yang baik. Sekarang saya tidak seperti dulu lagi, menyiksa diri, tapi sekarang apapun yang terjadi saya selalu mengucap syukur kepada Buddha-Bodhisattva yang sudah memberi saya jalan keluar. Terima kasih kepada Dewi Marici dan juga orang-orang yang sangat baik padaku.
- Om . Mo Li Che Yu Soha -


NASIHAT UNTUK PARA DHARMADUTA
    Dharmaduta adalah sama dengan Pembabar Dharma. Yang akan selalu mendedikasikan dirinya untuk menyebarkan Dharma/Ajaran Buddha, baik dilingkungan Vihara, Keluarga, Tempat Usaha/Kerja, dan dimanapun Dharmaduta itu berada.
Melalui pikiran, ucapan dan perbuatan para Dharmaduta bisa menjadi teladan dan contoh bagi para insan dan semua makhluk.
Sebagai seorang Dharmaduta, mereka juga harus menjadi seorang pembina diri/shadaka sejati yang bisa menjalani beberapa hal dibawah ini, yaitu:
1. Selalu rendah hati dan tidak sombong.
2. Mempunyai misi yang sama dengan Buddha-Bodhisattva.
3. Tidak mengabaikan amanat yang diberikan Buddha-Bodhisattva.
4. Setiap hari bershadana.
5. Setiap saat introspeksi diri dan merubah diri menjadi lebih baik.
6. Tidak mudah terpengaruh pada hal positif dan negatif.
7. Rela mengorbankan materi, waktu, tenaga, pikiran, bahkan hati dan perasaannya untuk kebaikan semua makhluk.
8. Bersumpah Bodhi.
9. Menjaga nama baik Guru, Guru Sejati, Guru Pembimbing dan menghormati serta mengagungkan nama Buddha-Bodhisattva.
10. Segenap hati mengikuti jalan Buddha-Bodhisattva.
11. Mengembangkan Bodhicitta (Maitri, Karuna, Mudita, Upeksa).
12. Merubah 3 racun Loba, Dosa dan Moha, menjadi Kebajikan, Cinta Kasih dan Kebijaksanaan.
13. Menggunakan 8 Jalan Mulia dalam menjalani kehidupan.
14. Menjalankan Sila, Meditasi & Prajna.
15. Menghormati Guru, menghargai Dharma dan berlatih tekun.
16. Tidak ragu-ragu, yakin dan teguh hati.
17. Meredam emosi, amarah, ego dan keakuandalam diri.
18. Tidak terombang-ambing dan fokus pada satu konsentrasi ajaran dalam pembinaan diri.

Dengan berpegang pada hal diatas, Dharmaduta akan bisa mulai menumbuhkan cinta kasih universal untuk semua insan tanpa pamrih. Walaupun telah menjadi Seorang Dharmaduta, pembinaan diri dan kontak batinnya dengan Alam Semesta tidak boleh terhenti. Melalui rutinitas shadana dan meditasi, maka kebijaksanaan akan selalu terjaga. Ibaratnya meditasi adalah charge batteray/makanan Roh Kita, jika setiap saat/hari Roh kita tidak diberi charge/makanan, maka pencapaian kerohanian kita akan menurun dan kebijaksanaan kita akan berubah menjadi kekotoran batin, serta menjadikan seorang pembina diri seperti layaknya orang awam kembali.

Seorang pembina diri, akan selalu mengetahui sudah sampai dimana pencapaiannya dan apakah masih tetap di jalur yang semestinya. Tidak dikendalikan oleh nafsu, mimpi & keinginan. Tapi memegang kendali atas semua yang ada didalam maupun diluar dirinya.

Pencapaian pelatihan meditasi setiap pembina diri berbeda-beda, tiada ubahnya dengan Buddha-Bodhisattva yang mencapai Pencerahan dan Penerangan Sempurna dengan caranya sendiri, Pembina diri pun akan mempunyai caranya sendiri dalam mencapai tingkatan pembinaan dirinya.

Pembina diri tidak takut terhadap godaan mara, segala penanggungan karma dan ujian yang menghampirinya. Tapi menggunakan kekuatan Alam Semesta dan kekuatan diri sendiri untuk mencapai Pencerahan, menjadikan segala ujian dan penderitaan hidup sebagai cara untuk mencapai Tingkatan Pelatihan Diri.

Pembinaan diri dalam Dharma Buddha tidaklah semudah yang dipikirkan insan, dengan hanya melafal Mantera dan Sutra akan bisa mencapai Penerangan. Benar adanya dengan mulai melafal Mantera dan Sutra maka dengan sendirinya membuka Pintu Dharma secara otomatis. Tapi pencapaian kesempurnaan yang sesungguhnya adalah menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini semu, tidak terbelenggu dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi, tidak terpengaruh segala sesuatu yang ada disekitarnya dan mempergunakan seluruh kekuatannya untuk menguasai 3 nafsu (sex, makan dan tidur) dan 3 racun terbesar dalam dirinya, (Loba=Keserakahan, Dosa=Kebencian dan Moha=Kebodohan).
Karena 3 nafsu dan 3 racun inilah yang paling kuat merintangi jalan pembinaan diri dalam mencapai tingkat kesucian dan ke-Buddha-an.
Karena Seorang Dharmaduta tiada beda dengan seorang shadaka, maka hendaknya selalu mengintrospeksi diri setiap saat, selalu merealisasikan sumpah bodhinya dan mengembangkan dharmanya ke segala penjuru dengan setulus hati.

Oleh karena itu, naik turunnya pencapaian rohani, baik buruknya pikiran, ucapan dan perbuatan, benar salahnya kontak batin dan sulit mudahnya menghadapi setiap ujian dan cobaan, Dharmaduta/Pembina Diri itu sendiri yang menentukannya. Karena Buddha mengajarkan, orang lain tidak bisa menyelamatkan diri kita, tapi diri sendiri yang bisa melakukannya.

Dharmaduta terpilih berdasarkan adanya karma jodoh, tentunya karena karma jodoh baik.
Mahastamaprapta pernah berkata: “Hubungan dalam kehidupan ini ada karena karma jodoh baik, ada karena karma jodoh buruk.  Ada karma jodoh panjang dan ada karma jodoh singkat.  Hendaknya tidak perlu terlalu melekat.”

Menjadi seorang Dharmaduta, sesungguhnya adalah pembuka jalan atau kesempatan bagi insan untuk bisa menanam kebajikan, semakin mengembangkan Bodhicitta (menumbuhkan kewelasasihan, cinta kasih, simpati pada orang lain dan meningkatkan pembinaan diri sendiri). Dengan merubah diri menjadi lebih baik dari sebelumnya, tidak egois dan tidak mementingkan diri sendiri, segenap hati berbuat sesuatu untuk kebaikan semua mahkluk dan menjadikan diri sendiri sebagai cerminan Buddha-Bodhisattva membabarkan Dharma di dunia.
Apabila seorang Dharmaduta ternyata melencengkan jalan atau kesempatan baik tersebut dan hatinya berubah karena adanya kekotoran batin, maka karma jodoh baik bisa menjadi karma jodoh buruk. Ada kalanya jalinan jodoh bisa saling bersambut baik, tapi ada kalanya jalinan jodoh terputus di tengah jalan. Semua itu tergantung pada cara pembabaran Dharma dari masing-masing Dharmaduta.

Apakah di dalam pembabaran Dharma mereka ada ketulusan atau ambisi tertentu?
Apakah pembabaran Dharma mereka muncul dari niat luhur atau adanya kekotoran batin?
Masing-masing Dharmaduta yang mengetahuinya dan yang menentukan bagaimana menjalani jalan Dharmanya.

Menjadi Dharmaduta bukanlah untuk dijadikan suatu kesombongan dan menaikkan ego diri sendiri. Tapi hendaknya bisa dijadikan sebagai motivasi dan semangat untuk melakukan hal-hal yang baik, menjadikan diri sendiri sebagai kepanjangan tangan Buddha-Bodhisattva untuk membantu semua mahkluk yang berjodoh.

Kesempatan mendapatkan karma jodoh baik tidaklah mudah, jika bukan karena kemurahan hati dan kewelasasihan Buddha-Bodhisattva, kita tidak akan bisa mendapatkan jodoh Dharma.  Karena itu hendaknya kita semua menghargai Dharma dan mempergunakan kesempatan menanam kebajikan sebaik-baiknya, demi kebahagiaan dan pembebasan diri sendiri juga semua mahkluk.

Renungan Vipasana Giriratana,
“Kehidupan di dunia adalah Fatamorgana, adalah mimpi, adalah ilusi. Ada dan tiada sama saja. Segala kekuasaan, segala kesenangan, segala kecantikan, segala ketenaran pada akhirnya akan ditinggalkan dan meninggalkan.”


PENUTUP
    Buku Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna telah selesai ku tulis, telah tertunda agak lama dibanding penulisan buku-buku sebelumnya. Ini semua karena kesalahan diriku yang masih memiliki rasa takut menjalankan Dharma Buddha saat itu. Dengan tertundanya penulisan buku ini, maka dengan otomatis tertunda pula pembabaran Dharmaku. Itu tidak sesuai dengan sumpah bodhi yang ku ikrarkan dihadapan para Buddha-Budhisattva dan Dharmapala. Seharusnya waktu itu tak ada yang perlu kutakutkan, karena para Buddha-Bodhisattva pasti membantu dan melindungiku.

Buku Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna ini, ku dedikasikan untuk para Buddha-Bodhisattva yang penuh welas asih menurunkan Dharma Buddha kepadaku, kepada para Dharmapala, Dewa dan Dakini yang tidak lelah-lelahnya menjaga, melindungi dan membantuku dalam menjalankan Dharma Buddhaku ini, kepada Mahadewi Yao Che Cin Mu atas Amanat menulis buku “Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna“ ini, kepada Guru Sejatiku yang sudah begitu banyak menuntunku kearah yang benar dan berusaha selalu meluruskan jalanku, kepada Maha Guru yang mengetahui dan membimbingku dengan ajaran DharmaNya baik secara roh maupun secara tubuh dan pikiran, kepada Ketua Vihara Sukhavati Prajna yang selalu setia mendampingiku menemukan jalan kebenaran dan memberikanku banyak nasihat positif serta dorongan motivasi yang begitu besar kepadaku, kepada seluruh keluarga Ketua Vihara yang telah banyak mendukung kelancaran Pembabaran Dharma Buddhaku di Vihara Sukhavati Prajna, kepada seluruh Dharmaduta Vihara Sukhavati Prajna Generasi Pertama yang kerap mendampingiku dan membantuku membabarkan Dharma, serta seluruh Donatur dan seluruh umat yang telah berpartisipasi di setiap kegiatan yang diselenggarakan di Vihara Sukhavati Prajna.

Semoga saja buku ini bisa bermanfaat untuk semua insan dan semua makhluk, sehingga semuanya bisa mendapatkan kebaikan dari Alam Semesta dan bisa mencapai apa yang diharapkan masing-masing.

Keseluruhan isi buku ini, aku hendak menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan dalam hidup ini, hendaknya bisa kita pergunakan sebaik-baiknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Kebahagiaan terbesar dalam diri kita, sesungguhnya adalah bisa memberikan manfaat bagi orang lain dan semua makhluk. Segala pencapaian yang diterima dari Alam Semesta hendaknya bisa diamalkan kepada orang yang membutuhkan, segala ilmu dan pengetahuan yang didapat jika bisa kita salurkan kembali, maka kita akan selalu mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang baru dari Alam Semesta, karena Alam Semesta tidak pernah pelit dalam memberi manfaat untuk semua manusia dan semua makhluk, karena itu hendaknya kita menghargai setiap kebaikan yang telah diberikan oleh Alam Semesta kepada kita, dengan begitu Dharma Buddha yang diturunkan oleh Alam Semesta bisa terus berputar dan bisa memberi kebaikan bagi semua makhluk di setiap zamannya.

Menjadi seorang Dharmaduta adalah keputusan yang sangat penting dan sangat mulia, menyamakan misi dengan para Buddha-Bodhisattva akan membuat kita semua mendapatkan kemudahan dalam membabarkan Dharma, sehingga nantinya kita bisa membina diri dengan baik, mencapai tingkat kesucian dan keBuddhaan dalam kehidupan saat ini juga.

Mengapa kesempatan menjalankan Dharma Buddha harus dipergunakan dengan baik dalam kehidupan ini? Karena jika kita tidak mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, maka untuk bisa mendapatkan jodoh Buddha Dharma berikutnya, entah harus menunggu sampai berapa kali kehidupan baru bisa berjodoh kembali dengan Buddha Dharma.

Untuk mencapai kesuksesan dalam pembinaan diri sesuai Dharma Buddha dan ajaran Tantra, kita harus senantiasa menghormati Guru, menghargai Dharma dan berlatih tekun.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
- Amithofo. -


KESEMPATAN BERDANA
    Bagi mereka yang ingin menanam benih kebajikan dan beramal baik di kehidupan ini, kami tidak menutup niat baik mereka untuk turut serta dalam penyebarluasan buku ini, dengan ikut ambil bagian dalam berdana untuk pencetakan buku-buku selanjutnya.

Dukungan umat sedharma baik dari sisi tenaga dan pikiran, juga dana sangat kami perlukan, agar tujuan kami dalam menyebarkan Dharma seluas-luasnya dapat tercapai dan berjalan dengan baik. Para Donatur yang tergerak hatinya dapat ikut ambil bagian/berpartisipasi dengan mentransfer dana amal ke rekening:

            1.         YAYASAN SUKHAVATI PRAJNA
                        REK. No.: 7138-01-002057-50-2
                        BANK RAKYAT INDONESIA (BRI)
                        UNIT AMPERA PORIS - TANGERANG

            2.         YAY SUKHAVATI PRAJNA
                        REK. No.: 5940307785
                        BANK CENTRAL ASIA (BCA)
                        CABANG PORIS INDAH - TANGERANG

            Mohon bukti pengiriman dana dikirim melalui Fax. No. 021-5574 3104
            Untuk informasi dapat hubungi Telp. 021-7094 2728

    Semoga para Buddha, para Bodhisattva dan para Dewa selalu memberikan berkah dan perlindungan kepada mereka yang telah berbuat kebajikan.

Semoga kami dapat terus bertahan, terus berkarya di dalam penulisan buku-buku dharma, dan semoga buku-buku yang kami terbitkan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia serta dapat menyadarkan para pembacanya akan keagungan Jalan Dharma.’

Jasa kebajikan dari dhamma-dana ini kami limpahkan kepada seluruh makhluk hidup di sepuluh alam, semoga mereka mendapat kebahagiaan abadi, melepaskan sifat tamak, dengki, ketidak-tahuan, iri, kecurigaan, kemelekatan. Berbuat segala kebaikan dan tidak berbuat segala yang buruk/jahat, berbudi luhur, bermoral tinggi, sehingga mereka terbebas dari penderitaan lahir dan batin.


HYMNE  VIHARA SUKHAVATI PRAJNA
Pencipta & vocal: Deazy P. Kilala

Kar’na dukungan para Buddha
Kar’na berkah Bodhisattva
Vihara Sukhavati Prajna bisa berdiri tegar

  Semoga bisa semakin maju
  Semoga bisa semakin teguh
  Membabarkan ajaran Dharma ke segala penjuru

    Reff :
    Kami tidak akan mundur
    Kami tidak akan lelah
    Berbuat kebajikan dan melimpahkan jasa

     Demi kebahagiaan
     Demi semua makhluk
     Demi bisa terlahir di Sukhavatiloka

10 komentar:

  1. terima kasih telah menuliskan pengalaman spiritual yang Anda alami dalam bentuk artikel blog :) saya tunggu buku Anda yang selanjutnya. amitofo _/|\_

    BalasHapus
  2. Yth. Ibu Desi

    Saya sudah baca beberapa buku ibu. Yang saya mau tanyakan kenapa dilogo Vihara Sukhavati Prajna ada simbol TAOnya? Padahal ditulisan ibu sama sekali tidak menyinggung mengenai TAO sama sekali, tetapi lebih banyak ke Budha aliran Tantrayana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lambang Tao dalam logo Vihara mengandung arti keseimbangan Alam Semesta. Sesungguhnya Dharma saya bersifat Universal, awal mula berjodoh Dharma dengan Tao yang menghantarkan saya kedalam pelatihan diri mengambil jalan Tantrayana. Sesungguhnya Tao dan Tantra saling berhubungan dan saling melengkapi dalam melatih diri.

      Hapus
  3. kenapa saat baca ini, banyak cahaya putih datang dan pergi ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saat membaca buku yang saya tulis memang kadang memunculkan fenomena, karna tulisan itu apa adanya dan amanat dari alam semesta, tentunya hal yang biasa jika menimbulkan reaksi bagi mereka yang telah peka.

      Hapus
  4. kenapa saat baca ini, banyak cahaya putih datang dan pergi ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saat membaca buku yang saya tulis memang kadang memunculkan fenomena, karna tulisan itu apa adanya dan amanat dari alam semesta, tentunya hal yang biasa jika menimbulkan reaksi bagi mereka yang telah peka.

      Hapus
  5. Sungguh mencerahkan hati, semoga kami2pun bisa dibimbing seperti kalian.. dimanakah kami bisa berkonsultasi lebih banyak dan dalam? saya pernah email ke alamat ibu desy tapi belum ada tanggapan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk berkonsultasi bisa datang langsung ke VIHARA SUKHAVATI PRAJNA setiap hari Kamis, jam 15:00 - 21:00 WIB. dengan alamat Jln. Galaxy IV Blok G8 No.15 Komplek Poris Indah, Cipondoh-Tangerang Banten 15148 (Dekat SMP 18) untuk posisi letak lihat pada peta google diatas.

      Hapus